Mohon tunggu...
Andrea Wiwandhana
Andrea Wiwandhana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Digital Marketer

Menggeluti bidang digital marketing, dan saat ini aktif membangun usaha di bidang manajemen reputasi digital. Spesialis dalam SEO, dan Optimasi Google Business.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sebuah Candaan tentang BMW di China Memicu Lonjakan Perceraian hingga 50%

20 Oktober 2024   09:32 Diperbarui: 20 Oktober 2024   09:37 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam banyak kasus, hubungan yang didasari pada uang atau keuntungan materi cenderung rapuh dan lebih rentan terhadap perpecahan. Sebuah studi menunjukkan bahwa pasangan yang terlalu fokus pada materi sering kali kehilangan inti dari hubungan mereka, yaitu cinta, kepercayaan, dan komitmen. Mereka mungkin merasa terjebak dalam siklus konsumerisme yang membuat mereka terus-menerus mengejar hal-hal materi, tetapi tidak pernah benar-benar merasa puas atau bahagia.

Di sisi lain, orang-orang yang memilih untuk mengutamakan cinta dan hubungan emosional sering kali menemukan kebahagiaan yang lebih langgeng, meskipun mereka mungkin tidak memiliki semua kemewahan materi yang diimpikan oleh banyak orang. Sebagai contoh, banyak pasangan yang merasa lebih bahagia ketika mereka bisa saling mendukung satu sama lain secara emosional, daripada hanya mengandalkan kekayaan materi.

Bagi banyak orang, menghadapi tekanan sosial untuk sukses secara materi bisa menjadi tantangan besar. Budaya konsumtif yang semakin dominan di banyak negara, termasuk China, membuat banyak orang merasa bahwa mereka harus mencapai standar hidup tertentu agar dianggap sukses. Hal ini sering kali memicu ketidakpuasan dalam hubungan, karena pasangan mungkin merasa tidak mampu memenuhi ekspektasi sosial tersebut.

Namun, penting bagi setiap individu dan pasangan untuk menyadari bahwa kebahagiaan tidak harus selalu diukur dari kekayaan materi. Fokus pada hubungan emosional yang sehat, saling dukung, dan komunikasi yang baik bisa menjadi kunci untuk mencapai kebahagiaan yang lebih langgeng. Meskipun stabilitas finansial penting, itu tidak harus menjadi satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan dalam hidup atau hubungan.

Pernyataan "lebih baik menangis di dalam BMW" telah menjadi simbol dari perubahan nilai-nilai sosial di China, di mana materialisme tampaknya semakin mendominasi kehidupan masyarakat. Meskipun pernyataan ini awalnya hanyalah sebuah lelucon, dampaknya terhadap pandangan sosial dan hubungan antar individu sangat signifikan. Fenomena ini menyoroti bagaimana tekanan sosial dan ekspektasi hidup bisa memengaruhi kebahagiaan dan kestabilan dalam hubungan.

Namun, penting untuk diingat bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu berasal dari kekayaan materi. Fokus pada hubungan emosional yang sehat dan saling mendukung mungkin menjadi kunci untuk menemukan kebahagiaan yang lebih langgeng, terlepas dari apakah kita memiliki BMW atau hanya sepeda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun