Mohon tunggu...
Andrea Wiwandhana
Andrea Wiwandhana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Digital Marketer

Menggeluti bidang digital marketing, dan saat ini aktif membangun usaha di bidang manajemen reputasi digital. Spesialis dalam SEO, dan Optimasi Google Business.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lavender Marriage: Pernikahan Palsu yang Menipu Publik, Bahkan Bisa Punya Anak

27 September 2024   07:54 Diperbarui: 27 September 2024   07:56 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam masyarakat yang terus berkembang, konsep pernikahan tidak selalu sederhana seperti yang terlihat. Salah satu fenomena yang mungkin terdengar aneh namun nyata adalah Lavender Marriage atau pernikahan palsu, yang sering kali digunakan oleh pasangan untuk menutupi orientasi seksual mereka dari sorotan publik. Pada dasarnya, ini adalah pernikahan yang dilakukan bukan karena cinta atau hubungan romantis, tetapi untuk menjaga citra sosial, karier, atau reputasi seseorang, terutama di lingkungan konservatif yang tidak menerima orientasi seksual di luar heteroseksualitas. Anehnya, beberapa pasangan bahkan menjalani hidup layaknya pasangan suami istri biasa, termasuk memiliki anak, meskipun hubungan tersebut didasarkan pada kepalsuan.

Fenomena Lavender Marriage tidaklah baru. Di era Hollywood lama, banyak aktor dan aktris ternama yang diduga menjalani pernikahan seperti ini demi melindungi karier mereka dari stigma sosial. Di masa itu, ketertarikan terhadap sesama jenis merupakan hal yang sangat tabu dan bisa menghancurkan karier seorang selebritas. Pernikahan menjadi jalan keluar untuk menjaga reputasi dan tetap diterima oleh masyarakat luas.

Dalam artikel yang diterbitkan oleh Viva Showbiz, beberapa aktor kenamaan Hollywood seperti Rock Hudson dan Cary Grant diduga menjalani Lavender Marriage. Publik yang melihat pernikahan mereka sebagai sesuatu yang ideal tidak menyadari bahwa di balik layar, hubungan ini hanyalah sebuah kamuflase. Lavender Marriage memberi selebritas tersebut perlindungan dari tuntutan publik yang konservatif tanpa harus benar-benar menjalani kehidupan yang mereka anggap tidak sesuai dengan diri mereka yang sebenarnya.

Meskipun istilah Lavender Marriage terdengar negatif, kenyataannya tidak semua pernikahan ini dilakukan semata-mata karena tuntutan sosial. Dalam beberapa kasus, pernikahan tersebut bisa saja didasari oleh perasaan saling mendukung dan kemitraan antara dua individu yang ingin melindungi satu sama lain dari diskriminasi. Bahkan, beberapa di antaranya berhasil menciptakan keluarga yang harmonis dan memiliki anak.

Dalam artikel dari Dazed Digital, diceritakan bahwa Lavender Marriage saat ini mulai kembali muncul di kalangan selebriti dan masyarakat umum, meskipun dengan alasan yang berbeda. Seringkali, pasangan yang menjalani pernikahan seperti ini melakukannya demi mempertahankan stabilitas sosial atau melindungi privasi mereka dari perhatian yang berlebihan. Di beberapa negara yang masih sangat konservatif dalam hal pandangan terhadap orientasi seksual, Lavender Marriage menjadi satu-satunya cara agar seseorang bisa diterima oleh masyarakat tanpa harus mengorbankan preferensi pribadi mereka.

Tidak jarang pula, pasangan dalam Lavender Marriage akhirnya menjalani kehidupan yang hampir serupa dengan pasangan pada umumnya, termasuk memiliki anak. Anak-anak dari pernikahan seperti ini mungkin tidak menyadari bahwa pernikahan orang tua mereka tidak didasarkan pada cinta romantis, tetapi pada kenyamanan sosial. Namun, hal ini tetap saja menimbulkan pertanyaan etis: apakah pernikahan yang didasarkan pada kebohongan sosial ini adil bagi semua pihak yang terlibat?

Di zaman modern ini, konsep Lavender Marriage masih ada, namun dengan konteks yang lebih kompleks. Seiring dengan meningkatnya keterbukaan masyarakat terhadap berbagai orientasi seksual, Lavender Marriage tetap dipilih oleh beberapa individu, terutama di kalangan publik figur, demi menjaga citra profesional mereka. Ini masih terjadi karena meskipun dunia mulai lebih terbuka, ada banyak komunitas di berbagai belahan dunia yang tetap memandang negatif hubungan sesama jenis.

Artikel yang diterbitkan oleh Banten Viva mengangkat spekulasi mengenai penyanyi dan aktris Sherina Munaf yang dikabarkan menjalani Lavender Marriage. Meskipun hal ini tidak pernah terbukti, desas-desus semacam ini menunjukkan bahwa fenomena tersebut masih relevan, bahkan di kalangan selebritas Indonesia yang hidup di bawah sorotan publik. Masyarakat, yang sering kali memiliki harapan tinggi terhadap tokoh publik, menuntut mereka untuk menjalani hidup sesuai dengan standar moral yang ada, bahkan ketika standar tersebut tidak sesuai dengan kenyataan hidup sang tokoh itu sendiri.

Tidak bisa dipungkiri bahwa tekanan untuk mempertahankan citra publik adalah salah satu pendorong terbesar di balik Lavender Marriage. Dalam dunia yang serba transparan ini, tokoh-tokoh terkenal sering kali merasa bahwa mereka tidak punya pilihan selain menyesuaikan diri dengan harapan sosial, meskipun itu berarti menyembunyikan jati diri mereka yang sebenarnya. Selebritas, politisi, bahkan figur masyarakat lainnya, sering kali merasa perlu untuk menjaga citra agar tetap relevan dan diterima, meskipun hal ini menuntut mereka menjalani kehidupan yang penuh dengan kebohongan.

Dari sudut pandang psikologis, Lavender Marriage bisa berdampak besar terhadap individu yang menjalaninya. Menjalani hidup dalam kebohongan dapat menyebabkan stres emosional dan perasaan tertekan, terutama jika individu tersebut tidak bisa mengekspresikan diri secara bebas. Orang yang terlibat dalam pernikahan seperti ini mungkin merasa terjebak dalam kehidupan yang tidak benar-benar mereka pilih, meskipun mereka melakukannya demi alasan yang mereka anggap penting, seperti melindungi karier atau menjaga hubungan dengan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun