Mohon tunggu...
Andrea Wiwandhana
Andrea Wiwandhana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Digital Marketer

Menggeluti bidang digital marketing, dan saat ini aktif membangun usaha di bidang manajemen reputasi digital. Spesialis dalam SEO, dan Optimasi Google Business.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Berlebihan! Masa Kasus Bullying Saja Dibahas di DPR?

18 September 2024   11:57 Diperbarui: 18 September 2024   12:11 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini, kasus perundungan di salah satu sekolah swasta elit di Jakarta, SMA Binus Simprug, mendadak menjadi sorotan nasional. Tak hanya menghebohkan media, kasus ini bahkan sampai dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Korban, yang merupakan siswa di sekolah tersebut, mengungkapkan pengalaman pahitnya di hadapan para anggota DPR, menekankan bahwa pelaku bullying adalah anak seorang pejabat. Tak pelak, banyak masyarakat yang merasa kasus ini terlalu dibesar-besarkan, apalagi sampai dibahas di parlemen.

Sebagai seseorang yang juga pernah merasakan pahitnya perundungan saat sekolah, saya merasa simpati terhadap korban. Namun, di sisi lain, saya juga merasa aneh mengapa kasus bullying ini sampai mendapat perhatian di level nasional, hingga harus dibahas di DPR. Banyak sekali permasalahan yang lebih krusial dan mendesak yang seharusnya menjadi prioritas pembahasan di parlemen. Mengapa kasus yang umumnya terjadi di lingkungan sekolah tiba-tiba menjadi perhatian utama?

Tidak bisa dipungkiri, bullying adalah masalah serius yang perlu ditangani dengan bijak. Saya sendiri pernah menjadi korban bullying ketika sekolah. Namun, saat itu saya tidak sampai harus mengadukan kejadian tersebut ke tingkat nasional, apalagi ke DPR. Kasus bullying saya dan teman-teman lain dianggap bagian dari kehidupan sekolah yang biasa terjadi. Meskipun demikian, hal ini tentu tidak boleh dianggap enteng, karena dampaknya terhadap korban bisa sangat berat, terutama secara psikologis.

Yang membedakan kasus di SMA Binus Simprug ini adalah latar belakang sosial-ekonomi para pelakunya. Bullying yang dilakukan oleh anak-anak dari kalangan elite, terutama yang memiliki orang tua dengan jabatan penting, membuat kasus ini tampak jauh lebih luar biasa. Apalagi, media massa turut memperkuat narasi bahwa sekolah-sekolah swasta elit seperti ini memiliki standar moral yang lebih tinggi, sehingga ketika ada insiden perundungan, efeknya dirasa lebih besar.

Sekolah swasta mahal kerap kali dianggap sebagai tempat pendidikan yang lebih "aman" dan "terkendali" dibandingkan sekolah negeri. Namun, realitanya, bullying tidak mengenal status sosial. Kasus perundungan di sekolah negeri dan swasta sama-sama serius, hanya saja tidak semua kasus mendapatkan sorotan seperti ini.

Media memainkan peran besar dalam memperbesar isu ini. Menurut laporan dari CNN Indonesia, korban bullying di SMA Binus Simprug sempat curhat di hadapan DPR, mengungkap bahwa pelaku merupakan anak pejabat. Di sinilah isu sosial-politik mulai terlibat, karena melibatkan keluarga pejabat yang dianggap memiliki kekuasaan. Media dengan cepat menangkap ini dan menyebarkannya ke seluruh negeri, menjadikannya topik diskusi panas.

Namun, apakah kasus ini memang perlu dibahas di DPR? Bukankah bullying adalah masalah yang lebih tepat diselesaikan di tingkat sekolah dengan melibatkan guru, kepala sekolah, dan orang tua? Apakah ini pertanda bahwa jika seseorang adalah anak pejabat, masalahnya harus diangkat ke level nasional? Saya merasa hal ini berlebihan, terutama jika dibandingkan dengan banyak kasus bullying lainnya yang tidak mendapat perhatian sama.

Banyak sekolah negeri, termasuk sekolah saya dulu, mengalami kasus bullying hampir setiap hari. Namun, kasus-kasus tersebut jarang mendapat perhatian, apalagi sampai masuk ke DPR. Apakah ini berarti nasib anak-anak dari keluarga biasa kurang penting? Tentu saja tidak. Semua korban bullying, dari latar belakang sosial manapun, berhak mendapatkan keadilan. Namun, ketika ada perbedaan penanganan hanya karena status sosial pelaku atau korban, hal ini memunculkan ketidakadilan yang nyata.

Mengingat banyaknya permasalahan serius yang dihadapi oleh negara kita, saya merasa ada isu yang lebih penting untuk dibahas oleh para wakil rakyat kita di DPR. Kasus-kasus seperti kemiskinan, ketimpangan sosial, kualitas pendidikan yang buruk di beberapa daerah, serta masalah kesehatan masyarakat jauh lebih mendesak untuk dibicarakan. Bahkan, beberapa waktu lalu, masalah pengelolaan anggaran negara dan penegakan hukum juga menjadi isu yang perlu perhatian serius.

Menurut saya, DPR seharusnya lebih fokus pada masalah-masalah tersebut daripada ikut campur dalam kasus perundungan sekolah, kecuali jika ada faktor yang melibatkan ketidakadilan sistemik atau penyelewengan kekuasaan. Kasus seperti ini seharusnya bisa diselesaikan di tingkat yang lebih rendah, seperti pihak sekolah, tanpa perlu menarik perhatian lembaga legislatif tertinggi.

Meski saya menganggap pembahasan di DPR terlalu berlebihan, bukan berarti saya tidak mendukung upaya menghentikan bullying di sekolah. Sebagai mantan korban, saya sangat mendukung adanya program anti-bullying di sekolah-sekolah, baik negeri maupun swasta. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan di lingkungan yang aman dan nyaman, tanpa ancaman fisik atau psikologis dari teman-teman sebayanya.

Menurut artikel dari RRI, banyak sekolah yang sudah mulai menerapkan program-program anti-bullying, namun penerapannya masih kurang maksimal. Sering kali, kasus-kasus bullying yang terjadi di sekolah ditangani secara internal tanpa melibatkan pihak luar, membuat korban merasa tidak mendapatkan keadilan. Ini adalah salah satu alasan mengapa beberapa kasus bullying sampai harus dilaporkan ke media atau bahkan ke DPR.

Namun, yang perlu diingat adalah bahwa setiap kasus bullying harus ditangani secara proporsional. Tidak semua kasus memerlukan perhatian dari lembaga legislatif, kecuali jika ada indikasi pelanggaran hukum atau penyalahgunaan kekuasaan yang serius. Dengan demikian, kita bisa lebih bijak dalam menanggapi setiap kasus yang muncul di publik.

Setelah mempertimbangkan berbagai aspek, saya berpendapat bahwa kasus bullying di sekolah, khususnya di sekolah swasta, memang serius dan perlu mendapatkan perhatian. Namun, keterlibatan DPR dalam kasus ini terasa berlebihan. Banyak kasus bullying lainnya yang terjadi di sekolah-sekolah negeri yang tidak mendapatkan sorotan serupa, meski dampaknya terhadap korban bisa sangat berat.

Bullying adalah masalah yang perlu diselesaikan di tingkat sekolah dengan melibatkan semua pihak terkait, termasuk guru, kepala sekolah, orang tua, dan jika perlu, konselor. Kasus ini seharusnya menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa bullying bisa terjadi di mana saja, baik di sekolah swasta mahal maupun di sekolah negeri biasa. Yang terpenting adalah memastikan bahwa semua korban mendapatkan keadilan dan perlindungan yang mereka butuhkan.

Jika Anda pernah mengalami bullying, atau memiliki pendapat tentang cara penanganan kasus ini, silakan berbagi cerita atau pemikiran Anda. Bagaimana menurut Anda, apakah DPR perlu terlibat dalam kasus bullying sekolah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun