Xi Jinping lahir pada tahun 1953 dalam keluarga revolusioner. Ayahnya, Xi Zhongxun, adalah seorang pejuang kemerdekaan yang berpengaruh. Namun, keluarganya mengalami masa sulit selama Revolusi Kebudayaan, di mana ayahnya dipenjara dan Xi muda dikirim ke pedesaan untuk bekerja sebagai buruh. Pengalaman ini menempa karakter dan pandangan hidup Xi.
Xi mulai meniti karir politiknya di Provinsi Hebei pada akhir 1970-an. Dia kemudian pindah ke Fujian, di mana dia menghabiskan lebih dari satu dekade bekerja di berbagai posisi pemerintahan, dari tingkat kota hingga provinsi. Pengalamannya di Fujian membentuk reputasinya sebagai pejabat yang tangguh dan pragmatis.
Pada awal 2000-an, Xi dipindahkan ke Zhejiang, sebuah provinsi dengan ekonomi yang berkembang pesat. Di sini, dia dikenal karena mendukung reformasi ekonomi dan membuka peluang investasi. Pada tahun 2007, Xi dipindahkan ke Shanghai, kota terbesar di China, sebagai sekretaris partai. Posisi ini menjadi batu loncatan menuju kekuasaan nasional.
Pada tahun 2012, Xi Jinping terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis China, posisi tertinggi dalam partai. Tahun berikutnya, dia diangkat sebagai Presiden China. Sejak saat itu, Xi terus memperkuat posisinya, mengkonsolidasikan kekuasaan, dan menjadi pemimpin paling dominan sejak Mao Zedong.
Xi Jinping dikenal karena kampanye anti-korupsi yang luas, yang digunakan untuk membersihkan partai dan memperkuat kontrolnya. Banyak pejabat tinggi yang ditangkap, yang tidak hanya menekan korupsi tetapi juga menghilangkan rival politik. Selain itu, Xi juga telah mengubah kebijakan ekonomi dan memperkenalkan konsep "Made in China 2025" untuk menjadikan China pemimpin dalam teknologi tinggi.
Di bidang kebijakan luar negeri, Xi mendorong inisiatif Belt and Road yang ambisius, yang bertujuan untuk membangun jaringan perdagangan dan infrastruktur global yang dipimpin oleh China. Ini adalah bagian dari upayanya untuk memperluas pengaruh China di dunia.
Pada tahun 2021, Xi Jinping mengukir sejarah dengan mengeluarkan resolusi sejarah ketiga dalam sejarah Partai Komunis China, yang menekankan kontribusi dan kepemimpinannya. Ini menempatkannya sejajar dengan Mao Zedong dan Deng Xiaoping, pemimpin besar sebelumnya. Revisi sejarah ini tidak hanya memproyeksikan citranya sebagai pemimpin visioner tetapi juga memperkuat kekuasaannya untuk masa depan.
Meskipun Xi Jinping telah berhasil mengkonsolidasikan kekuasaan, dia menghadapi berbagai tantangan. Ketegangan dengan Amerika Serikat, masalah internal seperti kesenjangan ekonomi dan ketidakpuasan sosial, serta tekanan internasional terkait hak asasi manusia, semuanya menjadi isu yang harus dihadapinya. Namun, dengan kekuasaan yang terkonsolidasi, Xi tampaknya siap menghadapi tantangan ini.
Xi Jinping telah membentuk dirinya sebagai pemimpin paling dominan di China sejak era Mao Zedong. Melalui kampanye anti-korupsi yang luas, kebijakan ekonomi yang berani, dan inisiatif luar negeri yang ambisius, Xi tidak hanya memperkuat kekuasaannya tetapi juga menempatkan China di pusat panggung global. Di tengah berbagai tantangan yang dihadapinya, Xi terus melangkah dengan visi untuk masa depan China yang lebih kuat dan berpengaruh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H