startup, yang sering kali digembar-gemborkan sebagai masa depan ekonomi digital Indonesia, terselip fenomena yang menggelitik dan perlu diwaspadai: minggatnya para pendiri startup. Kejadian ini tidak jarang terjadi, dan sering meninggalkan tanda tanya besar di benak karyawan, investor, dan publik. Sebagai penggiat sosial yang juga memiliki latar belakang bisnis, mari kita kaji fenomena ini dari sudut pandang yang lebih manusiawi dan kritis.
Di balik gemerlap duniaKenapa Banyak Pendiri Startup Memilih Pergi?
Tekanan dan Stres yang Tinggi:
- Membangun startup bukanlah perkara mudah. Para pendiri sering menghadapi tekanan luar biasa dari berbagai arah---investor, pasar, hingga karyawan. Tekanan untuk terus tumbuh dan menunjukkan hasil bisa menjadi beban mental yang tak tertahankan.
-
Konflik Internal:
- Tidak jarang terjadi konflik di antara para pendiri atau dengan dewan direksi. Perbedaan visi, strategi, atau bahkan masalah personal bisa menyebabkan keretakan yang akhirnya membuat pendiri memilih untuk mundur.
Tawaran Lebih Menarik:
- Pendiri startup yang sukses sering menjadi target perusahaan besar yang menawarkan posisi dan gaji lebih menarik. Godaan ini bisa sulit ditolak, terutama jika startup yang mereka bangun mulai mengalami hambatan pertumbuhan.
Burnout:
- Banyak pendiri startup yang mengalami burnout setelah bertahun-tahun bekerja tanpa henti. Rasa lelah dan jenuh ini sering kali menjadi alasan utama mereka meninggalkan perusahaan yang mereka bangun sendiri.
Ketika pendiri meninggalkan startup, karyawan sering kali merasa kehilangan arah dan motivasi. Mereka mungkin mempertanyakan stabilitas dan masa depan perusahaan, yang bisa berdampak pada produktivitas dan moral tim. Kepergian pendiri bisa mengguncang kepercayaan investor.Â
Mereka mungkin meragukan kelangsungan dan visi perusahaan tanpa pemimpin asli yang memahami inti bisnis dengan mendalam. Mencari dan menyesuaikan diri dengan kepemimpinan baru adalah tantangan besar. Pendiri pengganti atau CEO baru harus bisa memenangkan hati dan kepercayaan tim serta investor dalam waktu yang singkat.
Startup perlu menanamkan budaya kerja yang mendukung keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi. Pendiri juga perlu didukung untuk menjaga kesehatan mental mereka.Â
Dengan visi dan misi yang jelas, perusahaan bisa tetap berpegang pada arah yang sama meski ada pergantian pemimpin. Ini juga membantu dalam menjaga konsistensi dan komitmen tim. Startup harus mempersiapkan rencana suksesi yang baik. Melatih dan mengembangkan pemimpin internal bisa menjadi langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada satu individu.
Penting bagi pendiri dan tim manajemen untuk menjaga komunikasi yang terbuka dan transparan. Ini membantu dalam menangani ketidakpastian dan memastikan bahwa semua anggota tim memahami situasi yang sebenarnya.Â
Fenomena minggatnya pendiri startup di Indonesia adalah cerminan dari kompleksitas dan tantangan dalam membangun bisnis inovatif di era digital. Meskipun ini bisa menjadi tanda adanya masalah internal, juga memberikan peluang bagi startup untuk memperkuat struktur dan budaya mereka.
Sebagai pengamat sosial dan praktisi bisnis, saya percaya bahwa ekosistem startup Indonesia akan terus berkembang dengan belajar dari setiap tantangan yang dihadapi. Dengan membangun fondasi yang kuat dan mendukung kesejahteraan pendiri dan tim, kita bisa menciptakan lingkungan bisnis yang lebih berkelanjutan dan sukses di masa depan.
Jadi, alih-alih hanya bertanya "Kok Ditinggal?", mari kita fokus pada solusi untuk menciptakan ekosistem startup yang lebih tangguh dan mendukung pertumbuhan jangka panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H