Mohon tunggu...
Yandareas Sianturi
Yandareas Sianturi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

International Relations Student at Sriwijaya University.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Konflik Uighur dan Pemerintah Cina dalam Perspektif Realisme

11 Maret 2020   11:58 Diperbarui: 11 Maret 2020   12:04 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Suku Uighur merupakan salah satu suku minoritas yang berada di China dimana pada dasarnya suku ini biasanya banyak tersebar di daerah Asia Tengah. Suku ini tersebar di beberapa negara seperti Kazakhstan, Kyrgystan, Uzbekistan, Pakistan, Turki, Mongolia, Afghanistan, dan Indonesia. Untuk daerah China sendiri, suku Uighur berdomisili di wilayah Xinjiang yang secara spesifik terletak pada ujung Barat Laut China. Dan sehari-harinya masyarakat Uighur menggunakan bahasa lokal dan Turkmen yang mereka bawa pada saat orang-orang tersebut berdagang di wilayah Xinjiang (berdasarkan sejarah asal-usulnya).

Pada dasarnya, Xinjiang atau yang awalnya Turkistan Timur telah menjadi wilayah yang sering dipermasalahkan terkait klaim kepemilikan sejak zaman Dinasti Qing berkuasa (1644-1911) dan pada 1949 wilayah tersebut resmi menjadi bagian dari rezim komunis China yang mana hingga saat ini Xinjiang menjadi wilayah minoritas yang paling tidak stabil di China. Berkaitan dengan konflik yang terjadi, permasalahan yang terjadi sifatnya sangat kompleks dan terkesan rumit mengingat pada dasarnya ada banyak faktor yang memicu terjadinya konflik ini seperti perbedaan sosial budaya, kondisi populasi di China yang tidak terkontrol, dan lain-lain. 

Pemerintah China memulai kembali ketegangan antara kedua belah pihak dengan mengeluarkan regulasi terhadap etnis Han di beberapa wilayah untuk melakukan migrasi ke Xinjiang. Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 800.000 warga etnis Han bermigrasi ke Xinjiang hanya dalam waktu kurang dari satu tahun (1959-1960). 

Dan pada akhir tahun 1970 ada 3 juta warga etnis Han yang bermigrasi ke wilayah Xinjiang. Bukan tanpa tujuan, hal ini dilakukan oleh pemerintah China dengan harapan kesenjangan populasi antara etnis Han dan etnis Uighur dapat menggeser kedudukan dan merugikan etnis Uighur yang tinggal disana. Dan semenjak kejadian tersebut, jumlah etnis Han yang awalnya senilai 6,7% dari total populasi di Xinjiang meningkat menjadi 40,6%. 

Berpindah dari lingkup sosial dan jumlah penduduk, pemerintah China juga memberikan kebijakan baru terhadap wilayah Xinjiang dalam lingkup politik. Petinggipetinggi politik yang berkuasa di Xinjiang hampir secara keseluruhan berasal dari etnis Han sehingga semakin mempersempit ruang etnis Uighur untuk bisa menyuarakan keresahan mereka. Pembangunan infrastruktur, industri serta pembangunan fasilitas lainnya juga dilakukan di Xinjiang dengan maksud menarik investor dan pengusaha dari luar wilayah tersebut. 

Hal ini juga berkaitan dengan kondisi sumber daya alam yang berada diwiliayah Xinjiang yang didalamnya memiliki pasokan minyak dan minyak bumi. Dampak yang ditimbulkan dari ketimpangan ini, kegiatan-kegiatan seperti ritual dan ibadah masyarakat Uighur mulai dibatasi dan penggunaan bahasa mereka juga dilarang. Etnis Uighur dipaksa untuk mengadopsi bahasa dan kebudayaan etnis Han apabila mereka mau mendapatkan pengakuan. 

Pemerintah China juga memberlakukan pembatasan terhadap publikasi media yang berhubungan dengan etnik Uighur seperti buku, radio, koran, bahkan musik. Kebijakankebijakan pemerintah China yang terkesan "diskriminatif" inilah yang menjadi asal mula pemberontakan serta perlawanan yang dilakukan oleh etnis Uighur agar mereka mendapatkan hak yang sepantasnya mereka dapatkan terlepas dari agama dan kepercayaan yang mereka miliki. 

Selanjutnya pemerintah China membentuk sebuah kamp konsentrasi yang dikhususkan untuk etnis Uighur di wilayah Xinjiang. Kamp ini didirikan dengan tujuan untuk memisahkan etnis Uighur dan mengajarkan mereka mengenai kebudayaan serta bahasa China. Hal ini juga dimaksudkan untuk mengantisipasi munculnya gerakan terorisme serta radikalisme dari etnis Uighur mengingat banyaknya gerakan radikalisme yang salah satunya dipelopori oleh kelompok Al Qaeda. 

China bersikap tegas dan terkesan keras terhadap etnis Uighur atas dasar rentannya etnis tersebut akan paparan radikalisme dan banyaknya kelompok perwakilan etnis Uighur yang tidak sejalan dengan pemerintah China. Hal ini juga berkaitan dengan desakan yang muncul dari penduduk setempat yang merasa resah terhadap keberadaan etnis Uighur yang fobia terhadap Islam. 

Berbagai macam kegiatan unjuk rasa dan pemberontakan telah terjadi di Xinjiang selama bertahun-tahun. Tidak hanya unjuk rasa, tindakan yang berbau terorisme juga terjadi seperti contoh ledakan bom bunuh diri pada bulan Mei 2016 yang menewaskan 39 orang di kota Urumqi, Xinjiang. Dua bulan sebelumnya, 29 orang dibunuh secara misterius oleh pelaku tidak kenal dengan cara ditikam yang berlokasi di stasiun kereta Kota Kunming. 

Bentrokan juga terjadi ketika sebuah demonstrasi dilakukan oleh etnis Uighur sebagai respon atas tindakan etnis Han yang memperlakukan pekerja buruh pabrik Uighur secara semenamena. Alhasil, 192 korban meninggal dunia akibat konfrontasi serangan yang dilakukan oleh keamanan setempat serta kekerasan fisik yang dilakukan oleh masyarakat sipil non-Uighur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun