Mohon tunggu...
Andreas Rudynanto
Andreas Rudynanto Mohon Tunggu... Lainnya - Student

Mahasiswa Pendidikan IPS - Universitas Negeri Jakarta. (2018)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mewujudkan Jakarta Sebagai Good City Governance Melalui Sinergi Peran Multi-Stakeholders (ACGP)

20 Desember 2020   23:37 Diperbarui: 21 Desember 2020   10:26 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembangunan  ibukota pada developing countries seperti  Indonesia memiliki tantangan yang serupa dengan  beberapa negara. Permasalahan dan tantangan ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan, tidak jauh berbeda dengan permasalahan tujuh kota sejenis di Asia yang telah diteliti Sivaramakrishnan dan Leslie Green, yaitu Bangkok, Bombay, Kalkuta, Kolombo, Karachi, Madras, dan Manila. Jakarta dihadapkan pada luasnya yang hanya 665 km, tetapi menurut Survei penduduk antar sensus (SUPAS) memproyeksikan jumlah penduduk DKI Jakarta pada 2020 bertambah 72 ribu orang menjadi 10,57 juta orang. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bappenas menyebutkan jumlah ini naik 0,7% dari tahun sebelumnya yang sebanyak 10.504.100 jiwa sementara jumlah penduduk Jabotabek pada tahun 2025 diperkirakan akan berkembang lagi menjadi 30-35 juta.

Penambahan jumlah penduduk setidaknya dipengaruhi oleh faktor urbanisasi, dimana banyak penduduk dari wilayah pedesaan baik dari pulau jawa maupun luar pulau jawa yang berdatangan ke ibukota untuk mencari pekerjaan. Bertambahnya jumlah penduduk yang tidak dapat dikontrol dapat memicu berkembangnya pemukiman-pemukiman kumuh, apalagi proses urbanisasi tidak dibekali dengan tingkat pendidikan dan keterampilan khusus, sehingga mayoritas dari mereka menempati pekerjaan-pekerjaan yang tidak menentu. Dari kondisi yang digambarkan tersebut maka tidak diragukan lagi apabila pemukiman kumuh atau Slum Area di ibukota tidak dapat dibendung dan diminalisasi lagi.

ilustrasi pribadi
ilustrasi pribadi
PERLUNYA INISIATIF KOLABORASI

Kondisi seperti itu mensyaratkan adanya sinergisasi dan kolaborasi dari multi-stakeholders untuk menciptakan Jakarta sebagai Good City Governance. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selaku unit pelaksana pembangunan daerah perlu menggandeng unsur-unsur ACGP (Academic, Community, non-Government Organization dan Private Sector).

  • Unsur pertama yaitu Akademisi dapat dilibatkan sebagai pihak yang dapat melakukan studi-studi yang dapat dijadikan landasan bagi instrument kebijakan daerah dan proses perencanaan yang dibutuhkan dalam mewujudkan Jakarta sebagai Good City Governance.
  • Unsur yang kedua adalah Community, hal ini  merupakan unsur yang paling krusial. Sementara kita melihat kejadian-kejadian di media massa bahwa masyarakat melakukan penolakan terhadap revitalisasi sungai, dimana mereka menempati wilayah-wilayah yang dapat memicu slum area dan ini juga dapat menyebabkan banjir di Ibukota. Proses penolakan setidaknya diakibatkan karena dua hal, mereka tidak memahami apa yang dikendaki yang menjadi tujuan bersama dan tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan monev. Unsur community ini perlu dilakukan pendampingan yang dapat dilakukan oleh pihak NGO atu akademisi untuk dilakukan program-program yang dapat memantau tingkat partisipsi masyarakat.
  • Unsur yang ketiga adalah NGO, sebagai pihak yang dapat membantu pemerintah didalam mentranmisi pesan dan tujuan kepada masyarakat dan membangkitkan partisipasi  dan hak mereka sebagai penduduk yang secara hukum layak mendapatkan perlindungan tempat tinggal yang layak dengan disediakannya rusun atau perumahan bertingkat berbasis masyarakat. Unsur yang terakhir adalah private sector, peran private sector sebagai implementasi program Corporate Social Responsibility yang terintegrasi dengan program pemerintah daerah.  Swasta dapat saja menyumbangkan dana CSR dalam proses pembangunan tersebut.

 

Ketidakmerataan jumlah penduduk ini perlu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah kota untuk meningkatkan pembangunan di daerah. Disini pemerintah kota dituntut untuk menjalankan prinsip good urban governace dengan melakukan pelibatan dan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kota, menciptakan innovasi dengan pemanfaatan teknologi informasi, dan membangun sinergi dengan kawasan perkotaan lainnya.

Penduduk dengan populasi yang tinggi dan kota-kota besar memerlukan pengelolaan kota-kota besar yang terkomputerisasi sepenuhnya sehingga menciptakan kesejahteraan masyarakat, sumber daya perkotaan, sumber daya alam, dan sumber daya manusia semakin perlu digunakan, dan pendapatan masyarakat perlu ditingkatkan. Kurangnya kelancaran koordinasi antara Pemprov DKI Jakarta dengan lembaga pemerintah non departemen seringkali mengakibatkan tumpang tindihnya rencana dan proyek pembangunan. Fakta membuktikan bahwa pertanyaan tentang arah pertumbuhan fisik masa depan yang diperlukan untuk membangun poros timur-barat maupun pertumbuhan kota-kota kecil di sekitar Jakarta tidak memuaskan. Demikian pula pembangunan sentra industri kecil, kegiatan perdagangan dan perdagangan, perumahan dan permukiman masih belum sesuai dengan tata ruang kota, maka perlunya kerjasama dan edukasi dalam hal mewujudkan kota metropolitan Jakarta sebagai urban good governance melalui peran ACGP.

Peran pemerintah terhadap good urban governance dalam hal keterlibatan ACGP sangat penting seperti, dalam Keterlibatan Masyarakat Sipil (civic engagement) / penduduk (citizenship) tidak tercapai sebab pelibatan masyarakat hanya terlihat pada sosialisasi akan kebijakan tersebut tetapi tidak dilibatkan pada perumusan kebijakan. Sedangkan dalam hal efisiensi dalam keterlibatan masyarakat sipil (civic engagement) / penduduk (citizenship) hal tersebut tidak tercapai sebab ini merupakan dampak dari perumusan kebijakan yang tidak dilakukan secara menyeluruh dan tidak adanya analisa akan dampak terhadap kebijakan yang dilakukan sehingga pembangunan yang ada malah memberikan kerugian pada sisi lainnya, seperti Kemacetan, Pemukiman kumuh, banjir dan sengketa lahan.

Maka dapat disimpulkan bahwa Penerepan good urban governance, pemerintah suatu kota perlu memiliki perencanaan jangka panjang terkait tata kota didaerahnya. Hal ini biasanya terwujud dalam bentuk rencana strategis. Selain itu dalam penerapa naspek keberlanjutan ini, secara praktis perencanaan tersebut haruslah dikomunikan dengan stakeholder-stakehoder lain, sehingga pemerintah tidak hanya serta membuat tanpa ada komunikasi terlebih dahulu dengan pihak non-pemerintah. Lebih lanjut strategi perencanaan jangka panjang tersebut harus memuat aspek keberlanjutan lingkungan dan menjamin kegiatan ekonomi bagi masyarakat. Sehingga sesuai dengan harapan prinsip keberlanjutan dari good urban governance yang mana berupaya untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan kota yang seimbang.

(SUMBER : 

Rudiyantono, 2008. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3ES. Jakarta || 

http://www.politik.lipi.go.id/kolom/23-public/otonomi-daerah/842-urban-governance-dalam-kerangka-otonomi-daerah)

Data BPS : https://jakarta.bps.go.id/dynamictable/2020/08/07/554/jumlah-penduduk-dki-jakarta-menurut-kelompok-umur-dan-kabupaten-kota-2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun