Musim kemarau tahun ini mulai menunjukkan keganasannya. Sudah berminggu-minggu hujan tidak turun. Kekeringan terjadi dimana-mana. Danau menyusut, sungai mengecil, isi rekening apalagi.
Kemarau saat ini mirip suasana dompet di tengah bulan. Kering dan tanda-tanda gajian belum nampak. Masih jauh di depan. Hujan pun begitu. Entah kapan hujan akan turunnya.
Dalam kondisi kemarau begini, pihak yang paling kasihan adalah petani. Sawah sudah pasti kering. Peternak juga sama, sulit mencari rumput. Orang yang paling diuntungkan dari kemarau, adalah pedagang es. Karena semua ingin minum yang segar-segar.Â
Urusan musim atau cuaca, hampir tidak ada yang bisa berbuat apa-apa. Mau doa atau menari panggil hujan, silakan saja. Cara itu mungkin manjur, jika dilakukan suku indian di Amerika sana. Kalau memang itu berhasil, mungkin ada baiknya pemerintah kita melakukan hal itu.
Mungkin ada baiknya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman terbang ke Amerika sana. Cari dukun Indian yang paling terkenal. Minta dia ajari petani dan peternak kita doa serta tarian minta hujan.
Setidaknya, ada sesuatu yang bisa Mentan kita lakukan. Ketimbang beberapa waktu lalu, Amran Sulaiman malah meremehkan kemarau. Ia pernah berkata, kemarau tahun ini tidak akan berdampak signifikan. Mungkin pak Amran kurang jalan-jalan. Coba saja dia sekali-sekali berkunjung ke Bandung, Trenggalek, atau mungkin NTT. Lihat, masihkah ada air di sana?
Atau mungkin ke Situbondo, tanya pada para peternak sapi yang kini harus mengelana jauh ke dalam hutan baluran demi mendapat rumput untuk hewat ternaknya.
Jangankan untuk mengairi sawah dan ladang, untuk orang mandi saja mungkin sulit.
Kalau mau lebih konkret lagi, tolong Menteri Amran Sulaiman alokasikan anggaran kementeriannya yang katanya sampai Rp22,6 trilyun itu. Jangan cuma untuk pencitraan di media atau ngiklan. Tolong berikanlah petani-petani kita pompa air. Supaya mereka tidak lagi mengandalkan hujan yang tidak kunjung turun.