Mohon tunggu...
Andreas Notonegoro
Andreas Notonegoro Mohon Tunggu... Ilmuwan - Master Economics Student at University of Huddersfield, England

Pembelajar yang mencoba memberikan pandangan terhadap kondisi sosial ekonomi kampung halamannya (Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Money

Benarkah Subsidi Gas LPG 3 Kg Dicabut? Ini Pro-Kontranya

22 Januari 2020   11:19 Diperbarui: 22 Januari 2020   21:12 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari ini di Indonesia ramai pemberitaan di media online maupun televisi tentang subsidi gas LPG 3 kg atau yang biasa disebut sebagai gas melon (karena tabung gas berwarna hijau seperti buah melon) yang rencananya akan dicabut pemerintah. 

Pemberitaan menjadi bahasan masyarakat Indonesia secara umum karena pencabutan subsidi berarti akan menaikan harga gas 3kg tersebut yang kini per satu tabung berkisar Rp 16.000-21.000. Tetapi benarkah yang akan dilakukan pemerintah benar-benar akan mencabut subsidi Gas LPG 3kg? Ini fakta beserta pendapat pihak-pihak yang pro atau kontra dengan kebijakan pemerintah ini.

1. Subsidi Tertutup.

Hal yang penting untuk diketahui masyarakat adalah rencana pemerintah itu BUKAN MENCABUT SUBSIDI, tetapi MENGUBAH MODEL SUBSIDI gas LPG 3 KG dari yang sebelumnya terbuka menjadi tertutup. Apa maksudnya? 

Saat ini, harga ekonomi gas per kg nya adalah Rp 11.000-12.000, itu sebabnya harga gas LPG tabung 12 kg kini berkisar Rp 139.000. Seharusnya, normalnya gas LPG per 3 kg dibanderol Rp 33.000-35.000. Akan tetapi, pemerintah menyubsidi harga gas khusus untuk yang LPG 3 kg, sehingga harga yang beredar saat ini di masyarakat hanya Rp 16.000-21.000. 

Model subsidi yang seperti ini disebut model subsidi terbuka, karena siapapun orangnya (masyarakat Indonesia dari yang miskin-kaya) bisa membeli gas LPG 3kg dengan harga yang sudah disubsidi pemerintah. Artinya, orang kaya pun mendapat subsidi gas LPG 3kg (ketika ia memilih membeli gas LPG 3kg dibanding lpg tabung 12 kg yang tidak disubsidi pemerintah).

Sementara itu, model subsidi terbuka artinya, subsidi yang dilakukan nantinya akan ditujukan langsung kepada warga yang berhak menerima subsidi (masyarakat miskin). Sehingga, nanti pemerintah tidak akan lagi menyubsidi harga LPG 3kg, sehingga harganya dipasaran akan Rp 33.000-35.000. 

Namun, pemerintah akan mengganti selisih kenaikan harga tersebut ke keluarga miskin dengan cara memberikan uang tunai sekitar Rp.100.000 per bulannya (rencananya uang akan ditransfer langsung ke keluarga miskin). Hal itu dihitung dari pemakaian gas LPG 3kg per bulan yang sekitar 3 tabung per bulan. Sehingga subsidi yang diterapkan pemerintah adalah subsidi tertutup khusus untuk rakyat miskin. Jadi di sini, pemerintah TETAP MENSUBSIDI HARGA gas LPG tabung 3 kg.

2. Berawal dari DPR

Pada Juli 2019, Panitia Kerja RAPBN 2020 DPR saat menyepakati kebijakan subsidi tahun 2020 meminta Pemerintah (Kemenkeu) Mendistribusikan Tabung LPG 3 kg Berdasarkan nama dan alamat agar tidak lagi diperjual belikan secara bebas. Hal itu karena subsidi LPG 3 kg dinilai dinikmati semua golongan masyarakat karena dijual secara bebas dan tidak sesuai sasaran.

Hal itu menyebabkan jumlah konsumsi gas LPG tabung 3 kg terus meningkat, yaitu tumbuh 5,9 persen setiap tahun. Padahal, jumlah penduduk miskin di Indonesia terus menurun. Hal yang berkebalikan terjadi dalam hal ini. 

Oleh karena itu, atas saran DPR, pemerintah pun mempelajari perubahan mekanisme subsidi LPG, dan salah satu rencananya saat ini adalah subsidi secara tertutup. Itu usul DPR, jadi bukan semata-mata pemerintah secara sepihak mengubah model subsidi gas LPG 3 kg. 

Tahun 2019, dalam APBN subsidi yang dikeluarkan pemerintah untuk gas LPG tabung 3 kg adalah RP 75,22 triliun. Adapun subsidi tahun 2020 untuk gas LPG tabung 3 kg berjumlah Rp 50,6 triliun. Pengurangan anggaran subsidi tentu saja semakin dikurangi dalam rangka efektivitas dan juga kondisi di mana rakyat miskin Indonesia semakin berkurang jumlahnya.

3. Pihak Pro Perubahan Model Subsidi Gas LPG 3 Kg. 

Banyak pihak yang mendukung rencana pemerintah mengubah model subsidi gas lpg 3 kg menjadi tertutup. Beberapa pengamat ekonomi menilai perubahan model subsidi menjadi tertutup mampu membuat penyaluran subsidi menjadi lebih tepat sasaran, dan itu bisa menghemat anggaran subsidi APBN sekitar 15 persen (Rp 7,6 triliun). Hal itu karena pengguna LPG 3 Kg subsidi sudah tidak sesuai dengan peruntukannya. 

Saat ini, pengguna gas LPG tabung 3 kg berjumlah 50 juta keluarga, sementara jumlah keluarga yang termasuk dalam penanganan fakir miskin di Indonesia hanya 27 juta keluarga menurut pendataan TNP2K (Tim Nasional Penanggulangan dan Pengentasan Kemiskinan).

Bahkan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) mendukung upaya pemerintah yang berencana mengganti model subsidi menjadi tertutup. Sebab, pada dasarnya migrasi dari minyak tanah ke gas LPG pada 2004, untuk tabung 3 kg sebenarnya pun tertutup menggunakan kartu kendali. 

Akan tetapi, di tengah jalan proses itu tak berjalan dan akhirnya migrasi bersifat terbuka. Saat harga LPG tabung 15 kg naik, dan harga LPG 3 kg tetap (karena disubsidi) banyak penggunanya (keluarga mampu) pindah ke gas LPG 3 kg dan jumlahnya hampir 15-20 persen. 

Subsidi menjadi sangat tidak tepat sasaran. YLKI menyoroti hal terpenting dari proses subsidi tertutup ini adalah jangan sampai pendataan di lapangan tidak sesuai, masyarakat bisa terdata miskin hanya karena dekat dengan ketua RT/RW/kepala desa. Atau banyak warga miskin yang tidak terdata karena tidak dekat dengan Kepala Desa/RT/RW seperti yang kerap terjadi selama ini.

4. Pihak Kontra Perubahan Model Subsidi Gas LPG 3 Kg.

Banyak juga pihak yang menilai perubahan model subsidi dari terbuka menjadi tertutup tidak tepat. Anggota DPR Dedy Mulyadi (Golkar) misalnya, kenaikan harga gas LPG 3 kg (karena subsidi terbuka) dapat mengancam kesehatan anak-anak. 

Pasalnya, gas LPG adalah kebutuhan utama pedagang kaki lima / kecil (bakso, mie ayam, gorengan, dll), yang pastinya penggunaan gasnya lebih dari 3 tabung per bulan (pemerintah hanya menghitung subsidi 3 tabung per bulan per keluarga miskin). 

Dengan naiknya gas, pedagang akan menyesuaikan kualitas bahan baku untuk menekan biaya operasional, akhirnya bahan-bahan makanan akan dicampur ke bahan baku yang kualitas rendah, atau ukuran makanan yang lebih kecil. Kualitas makanan yang rendah dapat berpengaruh terhadap kesehatan anak-anak sebagai pengonsumsi jajanan tersebut.

Adapula ekonom yang memprediksi bahwa pengubahan subsidi gas LPG tabung 3 kg akan menyumbang inflasi sekitar 0,5-0,6 persen. Selain itu, beberapa influencer di media sosial mengatakan, bahwa kenaikan harga gas LPG 3 Kg hanyalah akal-akalan Pertamina agar produk Bright Gas laku. 

Pengubahan subsidi LPG 3 kg yang hanya ditujukan kepada rakyat miskin pun tidak sesuai dengan Perpres No. 104 Tahun 2007, di mana dijelaskan bahwa LPG 3kg diperuntukan kepada Rumah Tangga dan usaha mikro (tidak ada penjelasan harus rumah tangga miskin).

Pengurangan subsidi terhadap rakyat kecil dikontraskan dengan keputusan pemerintah dan DPR yang memberikan subsidi kepada konglomerat dan partai politik (meskipun jumlahnya jauh lebih kecil dibanding subsidi LPG). Pada 2018 misalnya, lima konglomerat sawit diberikan subsidi mega Rp 7,5 triliun, sementara itu partai politik ke depan akan mendapatkan dana bantuan sekitar Rp 6 triliun atau naik 48 kali lipat dari sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun