kETERANGAN FOTO :Â Presiden Jokowi menandatangani prasasti tugu monumen menekan tombol Titik Nol Kilometer Peradaban Islam Nusantara,
TAPANULI TENGAH - Kota Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Propinsi Sumatera Utara (Sumut) resmi ditetapkan sebagai Titik Nol Kilometer Peradaban Islam Nusantara melalui peletakan batu pertama pembangunan monumen tersebut oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Jumat (24/3) kemarin di kota itu.
Penetapan Barus sebagai Titik Nol Kilometer Peradaban Islam Nusantara yang digagas oleh Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI) ini oleh Presiden RI Jokowi langsung, merefleksikan pengakuan bangsa Indonesia bahwa Kota Barus atau yang dikenal Fansuri yang  sejak dari dulu ini menjadi bahan perdebatan, baik di dunia nyata seperti ditengah - tengah ahli sejarah dan arkeolog maupun di dunia maya, benar sebagai pintu gerbang masuknya Islam pertama kali di nusantara. Bukan di daerah atau di pulau lain di Indonesia.
Menurut Jokowi, penetapan Barus sebagai Titik Nol Kilometer Peradaban Islam Nusantara didasari oleh sejarah hubungan antara leluhur/nenek moyang bangsa Indonesia dengan saudagar atau pedagang - pedagang asal Timur Tengah (Timteng) yang sudah ada sejak abad VI atau 600 masehi atau sekitar 48H. Hubungan yang terjalin berupa hubungan dagang berupa hasil alam (komoditi alam) seperti kemenyan dan kapur Barus,asal dari Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), yang diketahui dipergunakan oleh bangsa Timur Tengah kala itu sebagai salah satu bahan pengawet jenajah atau yang disebut dengan mummi.
"Mummi - mummi (jenajah yang diawetkan) yang ada di Mesir, itu bisa diawetkan karena kapur Barus yang dibawa langsung dari Barus," ungkap Jokowi saat memberikan sambutan di acara peresmian monumen tugu nol kilometer peradaban Islam Indonesia di Kota Barus, Â Tapteng, .
Ditengah hubungan dagang itu, diduga telah terjadi proses siar agama Islam oleh para saudagar atau pedagang - pedagang asal Timur Tengah dengan nenek moyang/leluhur bangsa Indonesia yang ada di Barus. Hal ini kata Jokowi bisa dibuktikan dari bukti sejarah keberadaan salah satu makam para ulama siar Islam asal Timur Tengah yang ada di Barus.
"Tadi pagi, saya sudah ditunjukkan makam Mahligai, yang disitu banyak dimakamkan Syekh (ulama besar) dari Timur Tengah. Itu menandakan bahwa peradaban, perdagangan dan siar agama itu sudah dimulai sejak beratus - ratus tahun lalu. Sehingga kita tahu semuanya bahwa Barus merupakan tempat pertama kalinya Islam mulai disebarluaskan di bumi nusantara," ujarnya.
Jokowi pun lantas mengingatkan semua bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Tapteng dan pihak - pihak lainnya yang hadir di acara peresmian monumen tugu kilometer nol peradaban Islam Nusantara tersebut akan arti pentingnya sejarah ini, namun tanpa melupakan keberagaman bangsa Indonesia yang terdiri dari bermacam - macam suku, agama dan ras. Menurutnya, Â keberagaman bangsa Indonesia ini harus dijaga dan dirawat, jangan sampai terjadi gesekan dan pertikaian.
"Saya titip kepada kita semua, utamanya kepada para ulama, untuk disebarkan, diingatkan, difahamkan kepada kita semua, bahwa kita ini beragam. Keberagaman ini merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah kepada bangsa Indonesia. Kalau kita bisa merawat, menjaga dan mempersatukan, ini adalah sebuah kekuatan besar dan potensi besar. Tapi sebaliknya. Untuk itu, mari hindari gesekan, pertikaian, karena semuanya adalah anugerah dari Allah," tukasnya.
Jokowi lalu menceritakan bagaimana dirinya dulu ketika masuk Sumatera Utara (Sumut). Dirinya kata dia, cukup kaget dan kagum dengan keberagaman masyarakat, suku dan bahasa yang ada di Sumut. Sementara dirinya yang pada awalnya dulu itu hanya mengenal satu bahasa dan satu bahasa khas salam yakni "Horas". Sehingga ketika dirinya akunya menginjakkan kaki ke Nias, dirinya nyaris saja salah mengucapkan salam khas masyarakat Nias. Tapi beruntung katanya dirinya keburu diingatkan bahwa salam khas masyarakat Nias adalah Ya'ahowu.
"Hampir keliru. Masuk lagi ke Karo "Mjuah - juah dan bergeser sedikit Dairi 'Njuah - Njuah'. Coba. Kalau saya hanya tahunya Horas, nanti kemana - mana hanya Horas. Bisa ditertawai saya. Dan ini masih di Sumut, sementara kita memiliki 33 propinsi, 516 Kabupaten/Kota. Beda - beda semuanya," imbuh Jokowi.
Dirinya pun sebut Jokowi, mulai belajar karena takut untuk keliru. Bahkan tidak malu untuk bertanya mengucapkan kata salam di setiap daerah yang dia kunjungi. Bahkan ketika dirinya kata dia berada di Wamena, harus mengucapkan kata salam yang hanya dengan menyebutkan 'wa wa wa wa'.
"Saya lakukan itu. Artinya kita ini memang bermacam - macam. Jangan sampai antar suku, apalagi antar agama ada pergesekan, ada pertikaian. Jangan," seru Jokowi.
Namun Jokowi menyadari, banyaknya gesekan perihal masalah keberagaman ini, sering terjadi disaat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), baik Pilkada Bupati, Wali Kota maupun Gubernur. Hal ini ditekankan supaya dihindari, jangan sampai antara politik dan agama dicampuradukkan
"Ini harus dipisah betul. Sehingga rakyat tahu mana yang agama dan mana yang politik. Jadi dipisah. Karena kalau tidak, kita sekali lagi saya ingatkan, bahwa kita ada banyak sekali agama, ada banyak sekali suku, ada banyak bahasa. Dimana bahasa lokal saja ada lebih dari 1.100 yang berbeda - beda. Demikian suku.Suku saja, kita itu ada sebanyak 714 suku. Negara - negara yang lain paling satu, dua atau tiga. Tapi kita 714, seperti Gayo, Batak, Sasak, Minang, Dayak, Jawa, Sunda, Badui, Asmat, Bugis dan lain - lainnya. Ini merupakan kekayaan negara kita, dan semoga menjadi barokah bagi kita semuanya," pungkasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H