Mohon tunggu...
Andreas Lalenoh
Andreas Lalenoh Mohon Tunggu... -

Seorang yang biasa-biasa saja yang mempunyai minat sebagai wisatawan, penulis amatir untuk jurnal perjalanannya dengan fokus di sejarahnya, kehidupan masyarakat setempat, dan tentu saja dengan sentuhan makanan dan minuman di setiap tempat yang dikunjunginya. Dia tinggal di Sapa, Propinsi Lao Cai, Vietnam dan bekerja sebagai salah satu executive di sebuah Hotel di Sapa.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Berkenalan dengan Kota Phan Thiet dalam sehari

1 November 2010   04:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:56 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah bertahun-tahun tinggal di Bali, sekarang sudah setahun lamanya tinggal di Vietnam Utara, dan berada di daerah gunung pula, perasaan rindu akan daerah pantai dan laut tidak bisa dihilangkan.
Rindu itupun terlampiaskan juga akhirnya.

Kota Phan Thiet berjarak 5 jam perjalanan dari Ho Chi Minh City alias Saigon. Perjalanan dari bekas ibukota Vietnam Selatan ini dapat dengan nyaman ditempuh dengan semua moda transportasi darat; mobil, bus, dan kereta api. Bus executive, yang berangkat tiap 2 jam ini, bisa di dapat dari terminal bus antar kota Mien Dong di pusat kota, dengan hanya membayar VND80,000. Kereta api pun demikian. Namun, kereta api hanya sekali berangkat yaitu pagi hari.
Kota Phan Thiet ini menjadi terbuka untuk wisatawan setelah ada peristiwa gerhana matahari total tahun 1995 di Mui Ne, sebuah kota pantai yang berjarak 1 jam dari Phan Thiet.

Berbeda dengan kehidupan di Utara, terutama dalam hal kerohanian, di Selatan di sepanjang Highway 1 yang menghubungkan HCMC dengan Propinsi Binh Thuan, banyak sekali ditemui gereja-gereja baik Kristen Protestan maupun Gereja Katolik. Ada yang berjarak 200 meter satu sama lainnya. Apalagi di salah satu Gereja Katolik, stasi untuk prosesi Jalan Salib yang berukuran besar ada di halaman Gereja. Pemandangan yang tidak pernah ada di Utara.
Kondisi jalanan baik sekali dan lebar walaupun penerangan jalan tidak ada.

Phan Thiet, selayaknya kota nelayan di Indonesia, irama kehidupan mereka pun berbeda dengan kota-kota lainnya di Vietnam. Bau laut terbawa angin dari pantai dan dapat dicium ketika jendela mobil dibuka. Selepas Phan Thiet, selama 1 jam, kota Mui Ne pun sudah siap menyambut datangnya malam.
Ketika itu, hujan baru saja berhenti setelah 2 hari mengguyur Phan Thiet dan Mui Ne. Sehingga. udara terasa bersih dan tidak terlampau panas.

Sebelum berangkat menuju Phan Thiet, seperti biasa, studi literatur sudah dilakukan dengan seksama dengan tujuan mengenal semua tempat dan dimanfaatkan kalau bisa dalam sehari semua itu sudah tercakup.

Ada kota Pham Thiet, pelabuhan dan pasar ikannya, Sekolah Duc Thanh, dan Van Thuy Tu Temple. Tapi salah satu tujuan yang “tidak lazim” adalah kunjungan ke pabrik saus ikan (fish sauce) atau nuoc mam. Phan Thiet memang terkenal dengan produksi saus terfavorit di Vietnam, selain Phu Quoc. Setiap hidangan Vietnam, pasti ada saus ikan ini. Tidak pernah tidak. Dan memang, setelah terbiasa, tidak akan bisa lepas.

Kota Phan Thiet, sungai dan pasar ikannya.

Sebagaimana kota nelayan di Indonesia, semua titik kehidupan berawal dari sungai. Di hilir sungai Ca Ty ini lah terletak jantung kehidupan Phan Thiet. Di sore hari, di selasar sungai, pemandangan cantik sungai dengan perahu nelayan yang hilir mudik menjadi pemandangan yang menyejukkan hati. Ditambah dengan jembatan Le Hong Phong yang terbentang gagah diatasnya. Jembatan ini adalah salah satu dari tiga jembatan yang membentang sepanjang sungai Ca Ty ini. Jembatan ini didedikasikan untuk pemimpin komunis Vietnam: Le Hong Phong. Selain jembatan ini, adapula jembatan yang dibangun oleh pemerintah AS ketika masa perang. Sebagai catatan, Phan Thiet menjadi salah satu tempat pendaratan tentara AS, yang diberi kode Landing Zone Betty.

Persis di bantaran sungai, diseberang jalan, berdiri gagah sebuah menara yang merupakan menara suplai air dimasa lalu. Di buku-buku disebut The Water Tower of Phan Thiet. Menara ini dirancang oleh Tran Dang Khoa, seorang arsitek lokal. Menara cantik setinggi 20 meter ini selesai tahun 1934 dan sejak itu menjadi satu-satunya sumber air bagi Phan Thiet dan menjadi simbol dari kota ini hingga sekarang.

Menara Air
Menara Air

Tidak jauh dari Water Tower, ada “rumah joglo”. Rumah joglo itu merupakan bangunan awal dari sekolah Duc Thanh. Sekolah ini menjadi terkenal karena seorang guru bernama Nguyen Tat Thanh mengajar di Phan Thiet, di sekolah ini, pada tahun 1910. Nguyen Tat Thanh adalah nama lain dari Ho Chi Minh, Bapak Pemersatu Vietnam. Oleh sebab itu, diseberang rumah ini, dipinggir bantaran sungai Ca Ty, terdapat bangunan musium Ho Chi Minh dengan patung raksasa Uncle Ho bersama anak-anak.

Salah satu perusahaan di pasar ikan

Siap Jual

Lebih ke arah hulu sungai, Pasar ikan Phan Thiet praktis bekerja 24 jam. Pagi, siang, sore, dan malam hari pun mereka tetap bekerja dengan irama bekerja yang tidak pernah melambat. Jadi, setiap “perusahaan” yang mempunyai lot tersendiri di pasar ikan ini sudah mengikat kontrak dengan beberapa perahu nelayan. Begitu perahu-perahu itu merapat, mereka langsung ambil ikannya, masuk ke dalam gudang mereka, mereka pilih dan pack dengan es, dan akhirnya masuk ke truk berpendingin untuk langsung dipasarkan di kota-kota besar.
Bagi nelayan “lepasan”, di areal tengah pasar ikan, sudah siap “inang-inang” yang dapat dengan mudah dikenali dengan tas pinggangnya siap untuk membeli ikan-ikan dari perahu yang tidak terikat kontrak.Suasana riuh rendah dan hiruk pikuk memenuhi setiap sisi pasar.

Sore itu, ada kapal yang merapat dan langsung didatangi buruh muatan. Setelah dibongkar, ternyata hampir seluruh isi perahu itu adalah hiu. Besar dan kecil. Mungkin belum ada penyuluhan dari pemerintah setempat, bahwa hiu itu sekarang adalah hewan yang dilindungi.

Hiu
Hiu

Van Thuy Tu Temple

Mungkin bagi penduduk setempat, hiu merupakan hewan yang biasa-biasa saja. Tapi, para nelayan Phan Thiet memuja paus setengah mati.Coba saja datang ke Kuil Van Thuy Tu di Ngu Ong Street atau Jalan Nelayan. Kuil ini khusus dibangun untuk menyembah Ong Nam Hai yang dipercaya dikirim Tuhan untuk melindungi para nelayan di Phan Thiet.

Di dalam kuil ini terdapat kerangka fin whale (Balaenoptera physalus) sepanjang 22 meter dan diperkirakan seberat 65 ton. Kerangka ini dipajang di ruangan tengah kuil. Di bagian belakang kuil, terdapat tidak kurang dari 100 potongan tulang paus yang diselamatkan.

Kerangka Paus

Nuoc Mam alias saus ikan (fish sauce)

Di Vietnam, tidak ada satu rumahpun yang tidak mempunya nuoc mam. Di setiap hidangan, pasti akan dihidangkan fish sauce ini. Biasanya ditambahkan irisan cabe rawit. Sayur rebusan akan bertambah nikmat apabila dicelupkan dulu di fish sauce ini sebelum dihajar di dalam mulut.

Fish sauce yang dinikmati ini sebenarnya terjadi dengan proses yang panjang. Apabila dilakukan dengan cara traditional, bisa tahunan. Tapi dengan teknologi jaman sekarang, produksi nuoc mam ini bisa dijadikan produk massal.
Phan Thiet adalah salah satu penghasil nuoc mam, selain Phu Quoc.
Percaya atau tidak dan entah ini sugesti atau bukan, begitu masuk ke tengah-tengah kota Phan Thiet, aroma khas saus ikan sudah dapat dengan mudah dikenali. Karena sedemikian khasnya, sampai-sampai istilah dalam bahasa Inggris yang dipakai untuk mendeskripsikan aroma ini adalah “pungent”.
Industri saus ikan di Phan Thiet sudah menjadi ciri khasnya. Dari mulai industri rumah tangga sampai pabrik besar. Hampir di setiap rumah, bisa dipastikan ada gentong-gentong kayu atau tanah liat.

Ikan yang sudah dipilih, kebanyakan Mackarel, akan digarami dan diletakkan didalam barrel tadi. Ikan yang sudah terfermentasi itu secara kimiawi akan menghasilkan cairan. Jika cairan tersebut sudah terbentuk, dan dengan mekanisme tekanan tertentu, maka cairan tersebut akan keluar lewat lubang di dasar gentong. Cairan yang terkumpul akan disaring sebelum dituangkan lagi kedalam gentong itu untuk menambah “nikmat” saus ikan itu. Proses itu terus dilakukan selama kira-kira 6 bulan sampai 1 tahun untuk menghasilkan fish sauce berkualitas tinggi.
Hidung yang sudah terlatih bisa memutuskan gentong mana yang sudah siap jual.

Gentong kayu dan "sauce" hasilnya

Proses penyaringan sebelum dituang kembali ke gentong kayu

Perjalanan berikutnya adalah ke Mui Ne, Hawaii-nya Vietnam.

[Andreas Lalenoh/October 2010]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun