Ibunda tercinta pernah berkata, jangan habiskan cintamu 100%. Simpanlah barang 5% – 10% untuk deposit. Ternyata nasihat itu berlaku juga ketika berwisata. Pengalaman berwisata dan bekerja di dunia wisata mengajarkan untuk selalu travel with open mind and open heart. Bersiaplah untuk menghadapi sesuatu yang tidak disangka-sangka. Expect the unexpected. Setiap kali berkunjung ke suatu tempat, apalagi yang dijuluki sebagai one of the seven wonders of the world lah, atau UNESCO World Heritage site lah, ada baiknya untuk memberikan suatu ruang di pikiran kita yang menyatakan siap untuk kecewa. Itu salah satu tips yang pasti bermanfaat. Seperti pesan Ibunda. Ketika mengunjungi Angkor Wat, alangkah terkejutnya melihat kebersihan tempat itu. Alangkah banyaknya pengemis-pengemis yang menunggu berkah dari para pengunjung. Kok beda dengan yang di photo-photo atau di postcard-postcard? Kalau di gambar, sedemikian anggunnya dan berwibawanya tempat itu. Tapi begitu dari dekat, kotor dan berdebu. Tembok Cina pun demikian, walaupun tidak separah Angkor Wat. Tembok Cina selama kita menggali informasi yang tersebar di Internet, tidak akan kecewa. Tapi ya masih juga merasa terganggu dengan adanya pedagang asongan yang membuka lapaknya di tempat yang sangat strategis untuk pengambilan foto. Pengalaman terakhir adalah minggu lalu di Ha Long Bay, Vietnam. Sebelum berangkat sebenarnya “perasaan tidak enak” sudah ada. Tapi, ya lanjut saja. Berbekal dengan tips diatas, mantaplah hati untuk ke Ha Long Bay. Perjalanan 3 jam dari Hanoi dimulai dengan menembus macetnya Ibukota Vietnam ini karena sedang dalam rangka menyambut ulang tahunnya yang ke-1000 tahun. Tidak seperti di Sapa yang begitu banyak pemandangan alam, perjalanan ke Ha Long Bay bisa dikatakan membosankan. Jalanan yang ditempuh adalah jalan besar bebas hambatan yang tidak ada pemandangan sama sekali. Jadi waktu di jalan dihabiskan dengan mendengarkan music dari iPod, baca buku, atau tidur. Ditengah perjalanan, bus yang membawa rombongan, masuk ke sebuah kawasan industry yang rupanya adalah pusat kerajinan pahat batu yang sepertinya bekerjasama dengan pihak otorita Ha Long Bay untuk dimampirkan kesana. Tidak tertarik, karena dengan model yang sama pun, kejadian ketika mengunjungi Tembok Cina. 30 menit dihabiskan dengan terpaksa di tempat itu. Akhirnya, bus memasuki batas propinsi Quanh Ninh dan pemandangan pantai pun mulai menghibur perjalanan yang agak membosankan. Setiap pengelola junk (kapal yang selalu dijadikan hotel terapung) mempunyai dermaga-dermaga tersendiri. Dan, dengan motor boat kecil berkapasitas 20 orang, para calon penikmat Ha Long Bay pun diantar ke Junk. Letika berada di “lautan lepas”, maka terlihatlah junk-junk dengan model, ukuran, dan jenis yang berbeda-beda. Ada yang 1 lantai, 2 lantai dan ada juga yang 3 lantai. Dari sana bisa dilihat mana yang exclusive dan mana yang hanya untuk one day trip saja. Junk dengan 1 lantai, bisa dipastikan untuk day-tour saja. Day tour ini hanya melayani makan siang di kapal dan kembali ke Hanoi pada sore harinya. Junk dengan 2 lantai, bisa diperkirakan dengan pasti hanya untuk private cruise dengan restaurant di lantai duanya dan yang berlantai 3 ini yang umum dipergunakan. Seperti halnya hotel, jenis kabin pun dibeda-bedakan. Ada yang twin bed, ada yang double bed, dan ada juga yang suite. Hotel terapung. Junk yang terpilih untuk perjalanan kali ini adalah Paloma Cruise. Tidak lama menunggu, panggilan makan siang pun sudah datang. Siang itu, set menu disajikan dengan pilihan didominasi oleh seafood dan sayuran. Total “dishes” yang disajikan untuk set menu ini ada kira-kira 10 dish termasuk buah dan nasi putih. Banyak sekali. Selama makan siang, junk berlayar menuju Bai Tu Long Bay yang terletak di sebelah utara dari Ha Long Bay. Pengaturan perjalanan yang baik, karena sambil makan siang, para pengunjung disajikan pemandangan indah di teluk.
Tiba kesempatan off the boat yang pertama, yaitu mengunjungi kampung nelayan Vong Vien di Bai Tu Long. Kampung nelayan ini menempati salah satu sudut di teluk Bai Tu Long. Kampung terapung ini didiami oleh banyak keluarga nelayan yang senantiasa mendapatkan supply dari darat dari pemerintah kota setempat. Air bersih, diesel untuk generator, dan bahan sembako lainnya. Sama seperti kampung-kampung lainnya di darat, hanya ini terapung. Sampai sekolah pun terapung.
Salah satu hasil dari para nelayan ini adalah budidaya mutiara yang dikerjakan disana dan hasilnya dikumpulkan untuk dipasarkan bersama-sama. Semacam koperasi. Setiba di Junk, sudah ada pengumuman bahwa akan ada pre-dinner cocktail di sundeck jam 17:30. Masih ada waktu kira-kira 2 jam untuk menikmati keindahan Bai Tu Long. Ada beberapa guest yang memanfaatkan waktu dengan berenang di sekitar kapal. Niat untuk berenang sempat muncul, karena sudah setahun bekerja di gunung dan rindu juga untuk berenang di laut. Tapi, niatan itu harus urung. Laut di kawasan Ha Long Bay berwarna hijau. Tidak biru seperti Koh Phi Phi di Thailand. Karena alasan (sederhana) inilah niat berenang urung dilaksanakan. Sunset pun tiba. Semua guest dikumpulkan di bagian paling atas kapal. Meja panjang sudah disiapkan dan crew pun sudah berkumpul diatas dek. Kegiatan apalagi kalau bukan foto-foto mengabadikan sunset di Ha Long.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H