Mohon tunggu...
Andreas Hartono, CFP
Andreas Hartono, CFP Mohon Tunggu... profesional -

Mindset & Financial Motivator\r\nPenulis Buku Wajib Perencanaan Keuangan Karyawan & Keluarga "NASIBMU di DOMPETMU"\r\nWebsite : www.mengelolakeuangan.com

Selanjutnya

Tutup

Money

STOP Buang Uang Untuk Asuransi

22 Januari 2016   13:03 Diperbarui: 22 Januari 2016   13:50 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, uang pertanggungan terlalu kecil atau underinsured

Kesalahan yang kedua ini juga sangat banyak ditemui, seorang teman saat ini jabatan sebagai seorang manager dan menjadi tulang punggung finansial untuk istri dan kedua anaknya tetapi asuransi jiwa yang dia miliki hanya sebesar 120 juta saja tanpa memiliki aset investasi. Dibandingkan dengan mobil yang dia pakai saat ini saja nyawanya dia lebih murah dibandingkan dengan mobil grand livina yang dia miliki. Banyak orang terjebak dalam membeli asuransi unit link, banyak agen yang fokusnya pada nilai tunai dan bukan pada besaran proteksi sehingga mayoritas pemilik asuransi mengalami yang namanya underinsured. Sayang khan kalau bayar mahal cuman dapat uang pertanggungan jiwa lebih murah dari harga sebuah mobil untuk seorang dengan level manager. Hehehe.

Bagi saya saat ini secara hitungan kasar untuk mereka yang bergaji 5 juta per bulan memerlukan uang pertanggungan asuransi jiwa minimal di kisaran 600 juta hingga 1 miliar. Khusus untuk teman saya ini lebih konyol lagi karena usia polis sudah 8 tahun dia mengatakan sayang kalau ditutup khan tinggal 2 tahun lagi dan abis itu gak usah bayar lagi. Lagi-lagi pemahaman yang keliru… Hehehe. Asuransi apapun tidak ada yang gratis, khusus untuk unit link meskipun anda tidak setor premi lagi tapi anda tetap bayar yang diambil atau dipotong secara paksa dari hasil investasi anda. Padahal untuk teman saya ini dengan premi yang sama sebenarnya dia bisa mendapatkan uang pertanggungan 500 juta loh kalau saja dia menutup polis lama dan mengambil yang baru.

Banyak underinsured juga untuk asuransi penyakit kritis, sudah beli produk lama underinsured lagi. Hehehe. Istilahnya udah bayar mahal salah beli produk dan produk recehan lagi yang didapatkan. Memang gak ada patokan yang jelas untuk menentukan besaran uang pertanggungan asuransi penyakit kritis ini, tapi bicara minimal saja menurut saya untuk mikir dalam jangka waktu 5 tahun ke depan dengan mempertimbangkan faktor inflasi maka dibutuhkan uang pertanggungan penyakit kritis minimal 300 juta.

Ayo coba cek polis anda berapa uang pertanggungan jiwa dan penyakit kritis yang akan didapatkan ? Kalau salah atau underinsured maka stop buang uang untuk asuransi yang seperti ini. Segera rapikan supaya proteksi asuransi anda betul betul powerful. Ingat asuransi itu adalah asuransi dan jangan menjadikan asuransi sebagai sarana untuk investasi untuk mendapatkan nilai tunai dengan mengorbankan unsur proteksinya.

Ketiga, salah menentukan pihak tertanggung

Pihak tertanggung ini adalah orang yang dijaminkan dalam polis sedangkan pemegang polis adalah pihak yang mengajukan kontrak asuransi dengan pihak asuransi. Atau bahasa paling gampang tertanggung itu adalah orang yang dilindungi dan pemegang polis itu yang bayarin premi polis tiap bulannya. Misalkan seorang istri Mrs X diasuransikan sebagai tertanggung dan Mr Y sang suami sebagai pemegang polis. Jadi kalau Mrs X ini sakit atau meninggal dunia maka pihak asuransi akan membayarkan klaim kepada pihak yang ditunjuk dalam polis sebagai penerima manfaat. Kalau yang sakit adalah Mr Y ya gak ada hubungannya dengan asuransi Mrs X (kecuali dibelikan manfaat tambahan yang namanya payor atau waiver).

Masalah pihak tertanggung ini sangat sering menjadi masalah ketika si agen menawarkan produk yang disebut dengan asuransi pendidikan. Banyak sekali saya jumpai agen membuatkan asuransi pendidikan kepada orang tua dimana anaknya dijadikan sebagai tertanggung dan orang tua sebagai pemegang polis. Maka diberikanlah asuransi unit link dengan tertanggung anak dengan dengan jumlah uang pertanggungan tertentu misalkan puluhan atau ratusan juta kemudian diberikan manfaat tambahan kalau orang tua sakit kritis atau meninggal dunia maka anak akan dibebaskan dari pembayaran premi. Bagi saya dan banyak perencana keuangan profesional meyakini ini praktek yang salah sasaran.

Kalau seperti ini lagi-lagi asuransi dipandang sebagai investasi yang utama dan bukan lagi proteksi. Harusnya gimana yang benar kalau mau membeli asuransi pendidikan ? Belilah asuransi dengan tertanggung orang tua dengan besar uang pertanggungan sebesar biaya kuliah yang diperlukan anak nanti. Misalkan seorang anak ingin dikuliahkan di 15 tahun mendatang dengan total kebutuhan biaya pendidikan di 15 tahun mendatang sebesar 750 juta maka belilah asuransi jiwa untuk orang tuanya sebagai tertanggung sebesar 750 juta dan berinvestasilah untuk mendapatkan uang 750 juta itu mulai dari sekarang di instrumen investasi seperti reksadana atau saham.

Jadi kalau orang tua tetap hidup dalam 15 tahun mendatang si anak akan kuliah dari hasil investasi si orang tua dan kalaupun si orang tua meninggal dunia sebelum 15 tahun ke depan maka anak akan mendaptkan 750 juta pada saat orang tuanya meninggal yang dapat dia gunakan untuk kuliah di 15 tahun mendatang.

Kasus seperti ini saya pernah jumpai dengan seorang ibu yang membelikan unit link sebesar 500 ribu per bulan dengan tertanggung si anak sebesar 100 juta plus ditambah dengan manfaat tambahan lain seperti payor atau waiver. Ketika saya tanya apa tujuannya si ibu membeli produk ini ? Jawabannya adalah untuk investasi. Tapi akhirnya si Ibu sadar kalau dia salah membeli produk dan kemudian mengalihkan 500 ribu per bulan tersebut bukan untuk membeli produk unit link tapi dibelikan produk investasi reksadana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun