Dalam dokumen KWI tentang "Umat Katolik Indonesia dalam Masyarakat Pancasila" (7 Maret 1985), yang merangkum gagasan dan pedoman sejak terbitnya "Pedoman Kerja Umat Katolik Indonesia" pada tahun 1970, dikatakan antara lain:"Agama Katolik tidak dapat mengidentifikasikan diri dengan salah satu ideologi atau pola pemerintahan tertentu. Namun demikian, umat Katolik Indonesia bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa Negara kita memilih Pancasila sebagai filsafat dan dasarnya.
Pancasila mengandung nilai-nilai manusiawi yang terungkap dalam kehidupan dan sejarah bangsa, dan dapat diterima serta didukung semua golongan dan semua pihak di dalam masyarakat kita yang majemuk itu. Gereja yakin bahwa Pancasila, yang telah teruji dan terbukti keampuhannya dalam sejarah Republik kita ini, merupakan wadah kesatuan dan persatuan nasional, asalkan tidak digunakan sebagai topeng untuk melindungi kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan tertentu ... , Umat Katolik menerima landasan yang sungguh-sungguh dapat menjadi wadah pemersatu pelbagai golongan di dalam masyarakat, yakni Pancasila. Maka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, umat Katolik menerima Pancasila sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945. Umat Katolik mendukung Pancasila bukan hanya sebagai sarana pemersatu, melainkan juga sebagai ungkapan nilai-nilai dasar hidup bernegara, yang berakar di dalam budaya dan sejarah suku-suku bangsa kita. Pancasila, baik sebagai keseluruhan maupun ditinjau sila demi sila, mencanangkan nilai-nilai dasar hidup manusiawi, sejalan dengan nilai yang dikemukakan oleh ajaran dan pandangan Gereja Katolik."
Langkah Kedua: Menggali ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja sebagai landasan kita untuk memperjuangkan nilai-nilai penting dalam kehidupan masyarakat.
Gereja harus tetap mewartakan firman Tuhan yang ketujuh, yakni perintah "jangan mencuri". Jangan mencuri sesuai dengan maksud aslinya (lih. Kel 20: 15 dan Ul 5: 19) berarti jangan mencuri orang. Jangan menculik dan kemudian menjualnya sebagai budak. Menculik dianggap sama dengan membunuh. Merampas kebebasan seseorang sama dengan mengambil hidupnya.
Firman Tuhan yang ketujuh ini kemudian diperluas menjadi "jangan mencuri milik orang". Mengambil milik orang itu melanggar keadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H