Perkumpulan Muda-mudi Manggarai Bandung (PM3B) menggelar festival budaya Manggarai, NTT, di Gedung Kesenian Dewi Asri ISBI, Kota Bandung, Sabtu (14/7/2018).
Puncak acara itu adalah gelaran teater "Ase Kae", berkisah betapa kuatnya pertalian saudara antara Ase (artinya adik) dan Kae (kakak). Mereka anak yatim piatu yang memutuskan merantau atas ajakan Kae meskipun Ase berkali-kali menolak. Iming-iming tanah yang lebih luas dan subur serta ternak yang banyak dan gemuk, akhirnya, membuat Ase luluh.
Perjalanan mereka melewati hutan belantara. Binatang liar, jurang, dan sungai yang dalam dan lebar membuat sang adik selalu ingin menyerah dan pulang ke kampung halaman.
Adegan berjalan di atas titian di atas jurang cukup menegangkan bagi keduanya. Ase hampir jatuh saat hampir mencapai ujung titian.
Beruntung, Kae begitu cekatan untuk membantu sang adik lepas dari ancaman maut. Adegan di sungai bisa disebut bagian paling mengaduk-aduk perasaan penonton. Tawa, kesedihan, dan kelegaan begitu cepat berganti.
Penonton sempat dibuat tertawa menyaksikan Ase yang begitu gembira mendapatkan air untuk minum dan membasuh mukanya.
Kesenangan Ase segera berubah menjadi ketakutan ketika Kae mengajaknya berenang menyeberangi sungai besar itu. Ase merengek sambil mengaku tidak bisa berenang sekaligus tidak yakin sang kakak punya kemampuan berenang. Kae melompat lebih dulu disusul adiknya. Di ujung sungai, Ase justru yang menyeret kakaknya yang tak berdaya.
Ase pun sempat menangis sejadi-jadinya mengira sang kakak sudah meninggal akibat tenggelam.
Saat mengecek napas sang kakak, Ase justru begitu terkejut sekaligus lega saat mendengar sumpah serapah kakaknya. Sekali lagi, Ase ingin menyerah dan mengajak Kae pulang tapi ia tidak mampu melawan keteguhan dan "nada" paksa sang kakak.
Dalam perjalanan lanjutan, Ase kekelahan dan memilih untuk beristirahat di tengah hutan. Kae meneruskan perjalanan. Supaya keduanya tetap terhubung, Kae membentangkan benang yang kedua ujungnya dipegang Ase dan Kae.
"Jika benang ini putus, berarti saya meninggal, tak perlu dicari lagi," ujar Kae sekaligus membuat Ase sedih.
Setelah mendapatkan kembali tenaganya, Ase pun meneruskan perjalanannya sambil mengikuti arah benang.
Lantaran melihat benang di belakangnya tetap terbentang kuat, Kae terus melangkah dan yakin sang adik menyusul. Tanpa keduanya sadari, benang mereka terputus. Ase dan Kae saling mencari di tengah hutan tapi tidak saling bertemu.
Sang sutradara, Kristo Muliagan Robot, mengaku akhir kisah ini sengaja dibuat menggantung.
"Ini trilogi, masih ada dua cerita lanjutan," ujar Kristo setelah pertunjukan itu.
Mahasiswa pascasarjana di ISBI mengatakan kisah "Ase Kae" terinspirasi dari dongeng yang didengarnya semasa kecil. Dari sekian banyak dongeng yang saya dengar dari kakek dan orang tua saya, cerita ini yang begitu membekas.
"Saya berusaha mendapatkan refensi tambahan, termasuk dari buku cerita-cerita rakyat, tapi tidak pernah ketemu," kata pemuda asal berdarah Manggarai ini. Kristo menyebut, semula pertunjukan ini hanya bagian dari tugas tesis yang hanya bisa disaksikan para dosen.
"Saya ingin lebih serius bikin festival budaya Manggarai. Saya mengajak teman-teman di PM3B untuk terlibat dan ternyata mereka punya keinginan yang sama," kata Kristo. Ia pun memuji para pemeran pertunjukan itu.
"Pujian dan tepuk tangan di akhir pertunjukan ini terutama untuk mereka. Meskipun tidak memiliki latar belakang teater, mereka tampil sangat bagus dan tak perlu banyak arahan," ujar Kristo.
Note: "Ase Kae" artinya Adik Kakak , Kebetulan teater ini saya sendiri yang berperan sebagai Kae (kakak).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H