"Jika benang ini putus, berarti saya meninggal, tak perlu dicari lagi," ujar Kae sekaligus membuat Ase sedih.
Setelah mendapatkan kembali tenaganya, Ase pun meneruskan perjalanannya sambil mengikuti arah benang.
Lantaran melihat benang di belakangnya tetap terbentang kuat, Kae terus melangkah dan yakin sang adik menyusul. Tanpa keduanya sadari, benang mereka terputus. Ase dan Kae saling mencari di tengah hutan tapi tidak saling bertemu.
Sang sutradara, Kristo Muliagan Robot, mengaku akhir kisah ini sengaja dibuat menggantung.
"Ini trilogi, masih ada dua cerita lanjutan," ujar Kristo setelah pertunjukan itu.
Mahasiswa pascasarjana di ISBI mengatakan kisah "Ase Kae" terinspirasi dari dongeng yang didengarnya semasa kecil. Dari sekian banyak dongeng yang saya dengar dari kakek dan orang tua saya, cerita ini yang begitu membekas.
"Saya berusaha mendapatkan refensi tambahan, termasuk dari buku cerita-cerita rakyat, tapi tidak pernah ketemu," kata pemuda asal berdarah Manggarai ini. Kristo menyebut, semula pertunjukan ini hanya bagian dari tugas tesis yang hanya bisa disaksikan para dosen.
"Saya ingin lebih serius bikin festival budaya Manggarai. Saya mengajak teman-teman di PM3B untuk terlibat dan ternyata mereka punya keinginan yang sama," kata Kristo. Ia pun memuji para pemeran pertunjukan itu.
"Pujian dan tepuk tangan di akhir pertunjukan ini terutama untuk mereka. Meskipun tidak memiliki latar belakang teater, mereka tampil sangat bagus dan tak perlu banyak arahan," ujar Kristo.
Note: "Ase Kae" artinya Adik Kakak , Kebetulan teater ini saya sendiri yang berperan sebagai Kae (kakak).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H