Mohon tunggu...
Andreas Maurenis Putra
Andreas Maurenis Putra Mohon Tunggu... Penulis - Nian Tana (Sikka)

Filsuf setengah matang... Sempat mengais ide di Fakultas Filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membedah Akar Radikalisme

7 Februari 2021   15:02 Diperbarui: 7 Februari 2021   18:51 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa rasa berdosa, mereka mengajarkan dogma baru ini melalui alat pengeras suara, medsos bahkan opini pribadi. Mereka berteriak kafir padahal kafir atau tidaknya seseorang, Allah yang tahu tegas Sobary. Kita melihat adanya bias yang lebih sporadis hasil konspirasi antara pelajaran agama, impersonalitas dan fanatisme. Tiga komponen ini menjadi wabah yang menyerang ke berbagai konteks kehidupan. Perpaduan ketiga unsur ini merambah hingga ke aspek pluralitas, integritas, humanisme dan moralitas. Wajahnya bervarian.

Sekali lagi, jika menilik kembali persoalan-persoalan yang terjadi dalam kehidupan berbangsa, tak dipungkiri bahwa pelajaran agama dijadikan tempat menumbuhkan proses impersonalisasi dan fanatisme. 

Di Indonesia, entah mengapa hal destruktif semacam ini telah mendarah daging. Dulu bangsa kita berjuang melawan kediktatoran kolonialisme Dutch dan Nippon. Sekarang kita mesti melawan bangsa sendiri, yang mengemas diri dalam kelompok-kelompok radikal memprovokasi, menyebar teror dan mereduksi esensi pengajaran agama. Bangsa kita menikmati kebebasan hidup melalui kemerdekaan yang cukup uzur. Kita telah merdeka tapi hanya dari kekangan primordialisme asing dan bukan dari primordialisme bangsa sendiri.

Maka, tak ada solusi hebat untuk lepas bebas dari akar-akar radikalisme ini kecuali masing-masing kita membaca dan menghayati falsafah luhur bangsa kita yaitu Pancasila. Cukup dengan menghayati dan mendalami secara terus-menerus, Pancasila mampu menjadi a living ideology yang membumi bukan hanya mengawang layaknya digantung dalam pigura-pigura di dinding. 

Mengapa Pancasila? Melalui bukunya Dalam Merajut Kembali Keindonesiaan Kita, Sultan Hamengku Buwono membantu kita untuk menjawab. Melalui falsafah inilah kita mengerti landasan spiritual, moral dan etik yang bersumber pada sila pertama. Kita diajarkan oleh sila kedua untuk menghormati harkat dan martabat dan menjamin hak-hak asasi manusia. Melalui sila ketiga, kita mampu memberi tempat pada kemajemukan, tidak menghilangkan perbedaan alamiah dan keragaman etnis bangsa kita. Sementara melalui sila keempat kita dengan penuh sadar melapangkan hati dan pikiran kita untuk belajar demokrasi. Dan terakhir, sila kelima akan menyokong tiap-tiap individu mencita-citakan masyarakat yang adil dan makmur.

Kita semua terpanggil untuk mengamalkannya demi keutuhan NKRI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun