Mohon tunggu...
Andreas Maurenis Putra
Andreas Maurenis Putra Mohon Tunggu... Penulis - Nian Tana (Sikka)

Filsuf setengah matang... Sempat mengais ide di Fakultas Filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membedah Akar Radikalisme

7 Februari 2021   15:02 Diperbarui: 7 Februari 2021   18:51 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Impersonalitas, fanatisme, dan pengajaran agama bagaimanapun menjadi ancaman serius bagi integritas dan humanitas. Impersonalitas, pelajaran agama dan fanatisme adalah unsur yang saling terkait. Di sini, impersonalitas terproses dalam pelajaran agama. Sebaliknya, agama menjadi salah satu tempat tumbuh suburnya impersonalitas. Fusi antara kedua komponen ini menghasilkan fanatisme. 

Patut disayangkan jika mentalitas menolak "yang berbeda" terus dipelihara. Memaafkan kebiasaan-kebiasaan destruktif melalui ketidaktegasan hukum sama halnya dengan menyetujui lahirnya generasi tumpul moralitas. 

Ini sekaligus, perlahan-lahan, menciptakan bangsa anti realitas sosial yang berujung pada hilangnya penghargaan atas pluralitas. Pelajaran agama sesungguhnya diarahkan pada substansi dan esensinya yakni memanusiakan manusia yang terjaga harkat dan martabatnya. Pada akar paling dasar, substansi dan tujuan pelajaran agama adalah mencegah disintegrasi sosial.

(Mungkin) menuduh pelajaran agama sebagai lahan yang menyuburkan fanatisme dengan impersonalitas sebagai pupuk, tidaklah bijak. Harapan bersama adalah menginginkan agama menjadi solusi atas tindak kekerasan dalam bentuk apapun. Namun bahwa harapan seringkali bertolak belakang dengan praksis fakta yang tak mungkin diingkari. 

Maka tidak berlebihan jika agama "dituduh" mengayomi unsur-unsur radikal itu. Hannah Arendt dalam The Human Condition, bisa sangat jeli mengkritisi kalau manusia tergoda untuk mengubah dan menyalahgunakan agama menjadi ideologi dan menodai usaha yang kita perjuangkan melawan totalitarianisme dengan suatu fanatisme adalah musuh besar dari kebebasan.

Hakikatnya manusia sadar meskipun tetap bersikukuh mengeksploitasi agama. Teredusirnya sikap bijak tak jarang membuat kelompok tertentu terjebak dalam paham universalitas yaitu sebuah asumsi bahwa agama tertentu benar jika dibandingkan dengan yang lainnya. 

Akhirnya, semua agamawan dirangsang untuk tampil ke publik dengan klaim kebenarannya masing-masing. Klaim ini kemudian bahkan membias ke bidang-bidang lain. Ibarat peribahasa, sambil menyelam minum air, pengajaran agama ini juga disisipi dengan mencari titik lemah agama lain untuk dibungkam.

Impersonalitas dan fanatisme bertumbuh subur melalui model ekspansi pengajaran. Dalam konteks ini pelajaran agama menjadi semacam biang kerok pembodohan spiritualitas generasi bangsa. Kalau hidup spiritual saja berada dalam kondisi krisis, mungkinkah moralitas bisa diandalkan? Bukankah dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat? 

Dengan kata lain, apa yang terlihat selalu menampakkan apa yang tak kelihatan. Maka, teguran Yesus terhadap ahli-ahli taurat dan orang farisi tepat adanya. Mereka hanya membersihkan bagian luar cawan supaya kelihatan bersih dan mengkilap sedangkan bagian dalamnya kotor dan dan menjijikkan (Matius 23:25). 

Apa artinya? Jangan sampai tampilan kita berwibawah untuk disegani, sementara hati kita penuh kebusukan. Kritik Yesus, jika ditarik ke dimensi hidup modern, tentu sangat relevan. Sadar atau tidak, para pemuka agama atau pun pengajar agama akan tampil wibawa dan terlihat bijaksana, namun kenyataan seringkali menunjukkan bahwa jauh di dalam nurani tersimpan kemunafikan dan hasrat kebencian terhadap kelompok tertentu. Ini fenomena, meski tidak secara masif di kalangan pengajar agama atau pemuka agama, namun bukan berarti tidak ada.

Tersebarnya organisasi dan kelompok radikal yang merupakan kaum dengan ideologi sektarian mengancam integritas tidak pernah menutup fakta keseharian berbangsa dan bernegara. Menghasut, mengancam, meneror dan membenci merupakan mekanisme kerja yang dilegalkan. Lazimnya mereka berkoar-koar mengatasnamakan kehendak Tuhan yang diwahyukan kepada mereka. Mereka seolah tahu betul jalan dan rancangan Tuhan terhadap hidup tiap orang hingga memprediksi konsep keselamatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun