Mohon tunggu...
ANDREAS SUPRONO
ANDREAS SUPRONO Mohon Tunggu... Guru - Menyukai Pendidikan, Sains dan Teknologi

Melihat dengan hati

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kartini, Emansipasi, Masih Perlukah?

27 Juni 2024   14:34 Diperbarui: 28 Juni 2024   08:48 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapakah yang masih ingat, ketika menjelang bulan April, ada satu hari khusus dan istimewa? Ya, betul, Hari kartini. 21 April! Ingat apa yang hampir selalu dilakukan, khususnya anak anak sekolah? Ya, betul, menggunakan pakaian adat Jawa. Mulai dari taman kanak kanak hingga SMA, terlihat cantik cantik dan ganteng ganteng, ketika anak anak menggunakan pakaian adat tersebut. Waduh...jadi full nostalgia. Asek betul. Salon salon pada buka dari pagi, anak anak ribet menarik narik ibunya untuk sewa kostum, bangun pagi "uthuk-uthuk" untuk ke salon. Pun begitu, berangkatnya juga ribet, mana harus nyewa mobil, anter si ini, anter si itu....wis...pokoke ribet! Tapi...asek...!

Lho...Kartini-nya mana? Kok malah yang diurusi urusan pakaian. Eit....tunggu dulu. Ada nih kelanjutannya. Pada hari H nya, banyak acara acara yang bertema Kartinian, macem-macem, ada seminar, lomba-lomba, bakti sosial, bedah buku, dan lain lainnya, komplit. Di dalam acara dimasukkan pesan pesan kartini, yang jelas tentang emansipasi, tema utamanya. Pokoknya mantap abis!

Menyangkut emansipasi, pada jaman ini, sekarang ini, apakah masih relevan? Ataukah hanya sebatas kenang kenangan, nostalgia, cerita jaman dulu, sejarah yang "hanya" untuk diingat ingat kembali? Ataukah memang masih handal untuk dipakai sebagai senjata budaya manusia memanusiakan diri mereka sendiri? Masih perlukah? 

Pada jamannya Kartini, jaman dulu, dari segi gender, laki-laki dan perempuan, memang tidak sama dalam hal macam macam, termasuk peluang kesempatan mendapatkan sesuatu, bertindak tanduk, yang pada intinya hak antara laki laki dan perempuan berbeda. Tidak sama. Kartini walaupun seorang bangsawan, anak seorang pejabat, dan hidup di jaman penjajahan Belanda, mengalami ketidak adilan ini. Dan ia rasakan betul sehingga ada beberapa action "pemberontakannya". Dan dari pesan "pemberontakannya" inilah emansipasi lahir dan menjadi roh yang menyegarkan pandangan baru mengenai hak laki laki dan perempuan. Habis Gelap Terbitlah Terang.

Nah, sekarang, jaman ini, kalau kita lihat bersama, apakah memang betul betul sudah terang benderang, alias gelapnya sudah betul betul hilang, alias juga sudah Terbitlah Terang yang bener bener beneran....? Apakah memang sudah demikian?

Kalau kita cermati secara umum, hak perempuan dan laki laki jaman ini sudah cukup berbeda dengan di saat jamannya Kartini dulu. Sudah sangat berbeda. Dari segi mendapatkan pekerjaan, dari segi bertindak tanduk, dari segi memperoleh hak hak tertentu, sangat jauh berbeda dibanding jaman Kartini tersebut. Nah...dah terbit nih Terangnya! Eit...nanti dulu.

Setiap jaman membawa cirinya masing masing. Kartini hidup di jaman penjajahan Belanda, akhir tahun 1800 -- an, awal tahun 1900-an. Nah sekarang akhir 1900 -- an, awal 2000 -- an. Selisih 100 an tahun. Ciri jaman sekarang adalah membeludaknya kemajuan teknologi dan macam macam sebagai identitas sebuah peradaban modern. HP, bahkan satu orang tidak hanya cukup memiliki satu, belum lagi beragamnya jenis dan bentuk bentuk hiburan yang dikemas dalam bentuk kemajuan teknologi. Alat transportasi, motor, mobil, pesawat terbang, kapal laut, kereta api, luar biasa canggihnya. Belum lagi bicara mengenai ruang angkasa, belum lagi bicara ke tingkat sub atom, belum lagi bicara rekasaya energi alternatif, dan lain lain yang...wow...sungguh luar biasa!

Tidak dipungkiri, dengan hadirnya kemajuan teknologi tersebut pekerjaan pekerjaan tambah ringan, hidup menjadi mudah dan menarik, harapan harapan baru tumbuh, ilmu -- Ilmu baru bermunculan, inovasi inovasi sungguh mencengangkan mata. Di sisi lain, budaya, kebiasaan kebiasaan kita menyesuaikan atau terpengaruh oleh kemajuan teknologi tersebut. Yang dulunya harus berkirim surat, sekarang tinggal WA saja. Dulu perlu berhari hari jalan dari Jogja ke Jakarta, sekarang cukup 1 jam saja.

Namanya kebiasaan, ada yang positif, ada juga yang negatif. Contohnya dalam penggunaan HP. Sudah bijaksanakah kita? Dalam menggunakan motor kita di jalan raya, sudah bijaksanakah kita? Dalam mematuhi rambu rambu jalan raya, sudah bijaksanakah kita? Dalam menggunakan gaji keuangan kita. Sudah bijaksanakah kita? Dalam segala hal kebiasaan kita, sudah bijaksanakah kita?

Jaman Kartini dulu, yang dipingit betul betul tidak hanya pikiran dan hati, namun benar benar secara fisiknya. Dipingit jaman dulu dimaksudkan untuk mengkondisikan calon pengantin untuk mempersiapkan hari H perkawinannya, ditahan di rumah, tidak boleh keluar keluar. Nah, di jaman sekarang, ketika kita terlena main HP hingga lupa waktu, lupa menyuapi anak kita, lupa ada PR dari sekolah, lupa ada kegiatan gotong royong di lingkungan, kita jadinya benar benar terkurung di kegiatan yang kita ciptakan sendiri oleh kita sendiri, tidak bisa keluar baik secara fisik kita maupun batin dan pikiran kita. 

Wah...jangan jangan kita juga dipingit ya, atau lebih tepatnya terpingit! Atau ketika kita menggunakan gaji keuangan kita, yang jumlahnya tidak sedikit, kita belikan lemari es, padahal sudah punya, kita beli HP keluaran baru padahal yang lama masih bisa dipakai, kita beli makanan yang banyak padahal stok di rumah masih banyak juga yang akhirnya tidak termakan. Apakah ini bukan pertanda pikiran dan hati kita terpingit? Terpingit oleh pandangan dan pola pikir yang keliru! Atau, ketika kita di jalan raya, terobos saja lampu merah, tidak ada polisi, biar sampai di tempat kerja dengan cepat, peduli amat dengan pengendara lain!  Peduli amat keselamatan orang lain!

Apa yang salah ini? Perlukah dihadirkan Ibu Kartini kembali, sehingga betul betul pingitan ini akan dibabat habis?

Jawabannya, iya! Ibu kartini mesti hadir kembali. Maka yang "diberontak" bukannya pingitan ketika akan dinikahkan, atau menyetarakan hak laki -- laki dan perempuan seperti jaman Beliau. Namun yang harus diterjang habis adalah pingitan yang membelenggu pikiran, hati, dan tindakan kita. Yang ironisnya, di jaman modern penuh perkembangan teknologi ini justru diciptakan oleh kita sendiri. Pingitan diciptakan oleh kita sendiri. Maka kartini yang hadir di jaman sekarang bukan berasal dari mana mana, namun berasal dari dalam diri kita sendiri. Kartini dari suara hati kita sendiri, yang akan membacakan sebuah cerita sebelum tidur dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.

Relevankah tema emansipasi di jaman sekarang ini? Ketika kita di jalan raya tidak hanya memikirkan keselamatan diri sendiri namun juga memikirkan keselamatan orang lain seperti memikirkan keselamatan diri sendiri, ketika kita membelanjakan gaji kita dan masih mengingat saudara saudara kita yang kekurangan dan rela menyisihkan sebagian penghasilan kita untuk saudara saudara kita yang kekurangan, ketika kita menggunakan HP untuk kelancaran pekerjaan kita dan bertanggungjawab sepenuhnya pada tugas tugas pekerjaan kita termasuk browsing dengan HP bagaimana menyuapi anak yang benar, browsing dengan HP bagaimana mengatur waktu yang benar, browsing dengan HP bagaimana gotong royong di lingkungan yang baik, nah...baru emansipasi menunjukkan buah manisnya! Bagi kita yang belum bisa demikian, harus belajar lagi nih yang namanya emansipasi! So....emansipasi di jaman modern ini, masih diperlukan! Masih relevan!

Maka di bulan April yang indah ini merupakan momen yang sangat baik untuk refleksi kita bersama, untuk menghadirkan Kartini kartini di dalam lubuk hati kita yang paling dalam dan paling indah.

Selamat Hari Kartini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun