Â
Mohon maaf sebelumnya karena saya tidak sempat mencatat informasi yang saya baca empat atau lima hari yang lalu. Ini berkaitan dengan tulisan seorang sahabat guru, yang meminta perhatian agar program makan siang bergizi gratis tidak hanya diperuntukkan bagi para peserta didik, tetapi juga diperuntukkan bagi para pendidik.
Pada uraiannya terdapat beragam alasan logis, dan saya akan memberikan beberapa catatan tambahan yang kiranya perlu mendapatkan perhatian berdasarkan pengalaman mengajar selama ini.
Secara pribadi saya sangat setuju dengan program makan siang bergizi gratis yang menjadi atensi publik dari Presiden Prabowo Subianto. Ini menjadi bentuk kepedulian serius pemerintah atas nasib anak bangsa, teristimewa dari kelompok ekonomi menengah ke bawah, juga bagi para orang tua yang sibuk sehingga tak memiliki waktu khusus untuk memperhatikan makanan bergizi anak di pagi hari, juga bekalnya ke sekolah.
Hal yang sama kiranya penting agar orang tua tidak dengan serta merta memberikan uang jajan kepada anak-anak, tanpa memperhatikan dengan jelas kualitas jajan yang dibeli anaknya di sekolah. Syukur jika sekolah peduli dengan ini, tetapi jika tidak akan berdampak buruk bagi kesehatan dan masa depan para anak bangsa.
Sejauh pengalaman pribadi, terdapat sekolah yang menyediakan minum dan snack bagi pendidik pada jam istirahat, agar pendidik boleh melepaskan lelahnya setelah mengajar di dalam kelas. Walau terkesan minimalis, tetapi ini sudah sedikit mengurangi beban kecapaian, atau sekedar menambah kekuatan baru sebelum memulai pembelajaran baru.
Ini juga sangat membantu bagi pendidik yang tidak sempat sarapan dari rumah. Bahkan ada pendidik yang bersedia tidak sarapan pagi di rumah agar jatahnya diberikan bagi anak-anaknya di rumah, karena ada jatah minum dan snack di sekolah yang menjadi jatahnya.
Di lain pihak, ada pula sekolah yang tidak memiliki peluang ini. Untuk mengobati rasa lelah dan untuk menimba kekuatan baru sebelum mengajar, mereka biasanya mengantri ke kantin atau warung-warung di sekitar sekolah. Jadi kesannya memakan banyak waktu yang memungkinkan keterlambatan masuk sekolah.
Tak sedikit pula yang rela membawa bekal dari rumah agar tidak kelaparan di sekolah agar tetap tampil prima di hadapan peserta didik. Saya membayangkan rumitnya hal ini di pagi hari, mana harus mempersiapkan kebutuhan anaknya ke sekolah, mana lagi harus menyiapkan kebutuhan pribadinya juga untuk ke sekolah.
Pada sisi lain, pengalaman mengajarkan bahwa tak sedikit catatan bon di kantin atau warung dari para pendidik yang berjajan di sana.