Dia juga tidak lahir di istana, tetapi di dalam palungan atau tempat makan ternak (Lukas 2:7). Tidak juga di dalam keluarga raja atau bangsawan yang terhormat, juga tidak di dalam keluarga orang kaya, tetapi di dalam keluarga tukang kayu yang sederhana, Yusuf dan Maria.
Jika Dia mau, Ia dapat memilih lahir di kota besar saat itu, seperti Yerusalem atau Roma, atau lahir di keluarga kaya atau bangsawan. Tetapi Allah tidak melakukannya. Yesus lahir dan hidup secara sederhana. Kelahiran-Nya pun diberitakan bukan kepada para raja, nabi atau orang besar, melainkan kepada para gembala domba yang sederhana (Lukas 2:8-12).
Ini berarti kita seharusnya merayakan Natal secara sederhana, bukan dalam kemewahan. Kiranya tidak salah membeli pakaian baru, membuat kue dan makanan yang lezat, menghias gereja dan rumah dengan ornamen-ornamen Natal, tetapi jangan sampai kehilangan maknanya, yaitu kesederhanaan.
KKBI merumuskan kesederhanaan sebagai corak hidup yang bersahaja; tidak berlebih-lebihan. Bersahaja artinya sederhana, tidak berlebihan, dan apa adanya. Orang yang bersahaja memiliki sikap yang jujur, tulus, dan tidak berpura-pura. Mereka juga tidak memiliki keinginan yang berlebihan terhadap barang-barang material atau prestise.
Kesederhanaan  seharusnya dimulai dari hati yang sederhana, hati yang seperti anak-anak. Hati yang sederhana adalah hati yang percaya bahwa apa yang dimiliki, jika dimanfaatkan dengan baik akan berguna bagi diri sendiri dan orang lain yang membutuhkannya.
Hati yang sederhana, adalah hati yang berserah kepada Tuhan, sambil melakukan yang terbaik untuk hasil yang maksimal. Hati yang sederhana selalu percaya pada rasa cukup dan menolak keserakahan. Orang yang demikian tidak menuntut berlebihan, tetapi terus berkarya dan berbuat bagi dirinya dan sesama dalam kesederhanaan.
Pada akhirnya selamat merayakan natal bagi umat Kristiani yang merayakannya. Saatnya kita merayakan Natal dalam kebersahajaan, bukan dalam kemewahan. Ini harus dimulai dari hati yang bersahaja. Mari merayakan Natal secara "apa adanya", tetapi bukan "ada apanya".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H