Ketiga, ketidakpastian tentang masa depan. Ketidakyakinan akan masa depan dapat membuat seseorang kesulitan memahami diri sendiri, sehingga menjadi bingung tentang tujuan hidup dan menjadi sulit untuk mengambil keputusan yang tepat.
Keempat, pengaruh lingkungan. Lingkungan dapat memengaruhi pemahaman tentang diri sendiri. Teman, keluarga, dan budaya yang berbeda bisa memberikan tekanan atau harapan yang mungkin tidak sesuai dengan harapan atau keinginan pribadi. Pengaruh yang tidak sehat dapat membuat seseorang kehilangan rasa malu.
Dengan demikian menjadi penting untuk memahami diri sendiri melalui proses introspeksi dan refleksi diri yang terus-menerus. Jika seseorang merasa sulit untuk memahami diri sendiri, kiranya membutuhkan bantuan dari sumber yang dapat dipercaya seperti terapis, konselor, atau pembimbing rohani untuk membantu  memahami dan mengatasi masalah yang sedang dihadapi.
Harus dipahami bahwa setiap orang berpotensi kehilangan rasa malu. Kehilangan rasa malu tidak mengenal tingkat pendidikan, jabatan, kekayaan, umur, dan lain-lain. Bagi yang bersangkutan bisa saja akan memperoleh kesenangan, kebahagiaan, atau kepuasan; akan tetapi orang lain akan memberikan penilaian atau meresponsnya secara berbeda.
Sejatinya setiap orang, apalagi yang menyebut dirinya beragama, harus memiliki nilai-nilai yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Dengannya memiliki rasa malu akan menjadi kekuatan bagi pilihan masa depan, membatasi diri untuk melakukan hal-hal yang membawa aib bagi diri sendiri, keluarga, sahabat, dan Tuhan.
Rasa malu mengingatkan kita akan tanggung jawab untuk berelasi dan memperlakukan orang lain sebagai "saudara dan saudari", tanpa melihat latar belakangnya. Dan lebih dari itu, rasa malu akan membuat kita untuk menghormati martabat semua orang, tanpa keinginan mengeksploitasi dan memanipulasi orang lain, apalagi mereka yang tak berdaya dan tak berpengaruh.
Pada akhirnya, rasa malu juga akan memampukan kita untuk senantiasa mengevaluasi pikiran, tindakan, dan perasaan. Rasa malu akan mendorong kita untuk tidak  mementingkan diri dan senantiasa peduli kepada orang lain.
Kiranya yang selalu menyebut diri sebagai orang yang beragama, memiliki rasa malu. Ironis rasanya jika tidak memiliki rasa malu, karena rasa malu merupakan kekuatan untuk berpikir, berperasaan, dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan dan kebahagiaan sesama, tetapi bukan keinginan untuk menyenangkan diri sendiri dengan membuat orang lain menderita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H