Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kenaikan UMP 2025 = Kenaikan Upah Berkeadilan...?

10 Desember 2024   10:10 Diperbarui: 10 Desember 2024   10:10 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://asset-2.tstatic.net/belitung/foto/bank/images/20241124-Kenaikan-UMP-2025.jpg

"Dengan kondisi ekonomi saat ini apakah dunia usaha memiliki kemampuan menaikkan UMP sampai 15 persen, sesuatu yang tidak mungkin," ucapnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (18/10/2024).

Menyikapi pengumuman kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025, saya akan menanggapinya dalam dua perspektif.

Pertama, kenaikan upah harus dilihat dari aspek penghargaan terhadap profesi. Dari aspek ini, kenaikan upah harus bersifat timbal balik. Ukurannya adalah produktivitas. Yang berarti bahwa jika perusahaannya mampu, maka upahnya harus dibayar berdasarkan kinerja dan produktivitas perusahaan, yang pada akhirnya kenaikan upah tidak terbatas sebesar 6,5 persen sampai 15 persen saja, tetapi bisa saja lebih, bergantung dari kinerja dan produktivitas yang diberikan oleh pekerja kepada perusahaan tersebut.

Ini artinya bahwa pembayaran upah bukan karena regulasi, tetapi penghargaan terhadap profesi yang ukurannya adalah produktivitas. Keduanya bertalian erat dengan motif bisnis di dalamnya.

Kedua, pemberian upah yang adil merupakan bentuk penghormatan terhadap martabat manusia. Upah merupakan hasil dari sebuah pekerjaan. Ini merupakan hak seorang pekerja demi kehidupan yang bermartabat. Atau dengan perkataan lain hendak dikatakan bahwa pemberian upah yang adil merupakan penghormatan terhadap martabat manusia, yang dengannya seseorang dan keluarganya dapat hidup secara wajar sebagai seorang manusia.

Prinsip utama pemberian upah adalah KEADILAN. Pemberian upah bukan hanya karena tuntutan regulasi, tetapi lebih dari itu adalah PENGHARGAAN terhadap profesi dan martabat manusia. Ini artinya tidak semata-mata karena tuntutan pemenuhan peraturan yang berlaku, melainkan karena kesanggupan dan kemampuan perusahaan.

Perusahaan dengan produktivitas yang kecil dapat saja memberikan upah yang wajar menurut regulasi, tetapi perusahaan yang produktivitasnya besar harus memberikan upah yang lebih untuk memenuhi asas keadilan antara perusahaan dan pekerja. Perusahaan dengan produktivitas besar tetapi memberi upah semata-mata karena tuntutan memenuhi regulasi yang berlaku, maka telah berlaku tidak adil.

"Upah yang adil merupakan hasil kerja yang sah. Menolak atau menahannya dapat menjadi ketidakadilan yang serius. Dalam menentukan upah yang adil, kebutuhan dan kontribusi setiap orang harus diperhitungkan. Upah untuk pekerjaan harus menjamin kesempatan bagi seseorang untuk menyediakan penghidupan yang bermartabat bagi dirinya dan keluarganya pada tingkat material, sosial, budaya, dan spiritual, dengan mempertimbangkan peran dan produktivitas masing-masing, keadaan bisnis, dan kebaikan bersama. Kesepakatan antara para pihak tidak cukup untuk membenarkan secara moral jumlah upah yang akan diterima",  (Katekismus Gereja Katolik, nomor 2434). 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun