Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Budaya Literasi dan Harapan kepada Kemendikdasmen

3 Desember 2024   09:02 Diperbarui: 4 Desember 2024   11:19 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Programme for International Student Assessment (PISA), pada tahun 2022, Indonesia menempati peringkat 70 dari 80 negara dengan skor literasi membaca 359. UNESCO menyebutkan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua dari bawah soal literasi dunia, berarti bahwa minat bacanya sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan yakni hanya 0,001%. Hal ini berarti, dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca.

Dilansir dari berbagai sumber diketahui bahwa rendahnya minat baca suatu negara dapat berdampak negatif untuk berbagai aspek kehidupan seperti kesulitan memahami materi pelajaran dan perkembangan pendidikan, kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak dan pendapatan yang cukup, menurunkan daya saing tenaga kerja dan kualitas SDM, ketinggalan dalam persaingan global dengan negara-negara maju, meningkatkan risiko perpecahan masyarakat akibat kebencian dan prasangka, serta kehilangan aset-aset penyumbang kemajuan bangsa yang berkualitas dan produktif.


Selain itu, rendahnya minat baca juga dapat menyebabkan kurangnya pengetahuan, wawasan, sulitnya hidup bersama orang lain (hidup sosial), sulit mengembangkan potensi diri, tidak peduli dengan lingkungan sekitar, cenderung egois, dan kurang percaya diri.

Sebagai sebuah bangsa kita telah merasakan dampak dari rendahnya budaya literasi. Kita dapat mengalami dan merasakannya teristimewa dalam berbagai kasus/peristiwa yang berdampak bagi kehidupan bersama. Hal yang paling menonjol adalah penyebaran berita bohong (hoax), yang dikeluhkan berkali-kali dalam bergabai kesempatan di republik ini.

Ini seharusnya tidak terjadi ketika masing-masing individu memiliki budaya literasi. Dalam mana ada kemampuan untuk menyimak, mencerna, dan mengevaluasi informasi dengan cermat. Namun pada kenyataannya tidak demikian. Rendahnya minat baca membuat membuat seseorang dengan mudah percaya pada informasi yang disampaikan, lantas menimbulkan gejolak dan persoalan dalam kehidupan bersama.

Dari sektor pendidikan, saya pernah memiliki kegembiraan yang besar manakala diberlakukannya Kurikulum 2013 (K13), dengan mulai digencarkannya literasi di sekolah-sekolah. Tapi sayangnya gerakan ini dipandang tidak serius, manakala hanya dijadikan sebagai ajang gengsi-gengsian dan sekedar memenuhi tuntutan kurikulum, tanpa kesadaran akan pentingnya budaya literasi itu sendiri.

Kenyataan tersebut bahkan masih berlangsung sampai saat ini, ditambah lagi dengan minimnya persediaan buku-buku di sekolah-sekolah, sehingga memicu rendahnya minat baca bagi anak-anak.

Hal ini patut mendapat perhatian serius dari pemerintah. Kiranya kita tidak perlu lagi berbicara tentang rendahnya minat baca, tetapi harus dimulai dengan keinginan mendalam untuk mulai membaca berbagai sumber yang dianggap penting. Tanpa kesanggupan untuk mulai membaca, selanjutnya tidak akan terjadi apa pun.

Harapannya adalah di bawah Kemendikdasmen yang baru ini dapat menggagas secara baru budaya literasi untuk lembaga pendidikan dasar dan menengah, agar kita tidak tertinggal dalam budaya literasi. Bersamaan dengan itu juga menyediakan ketersediaan buku-buku bacaan secara memadai untuk menumbuhkan minat baca. Dan lebih lanjut harus menggagas budaya literasi bagi para guru. Tanpa budaya literasi dari para pendidik, maka tidak mungkin dapat meningkatkan minat baca bagi peserta didik.

Harapannya agar secara perlahan namun pasti negara ini dapat bergerak maju menjadi negara yang cerdas literasi. Ini tidak semata-mata untuk mengejar peringkat PISA, tetapi lebih dari itu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun