Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hari Guru 2024 dan Pengabdian Setengah Hati

19 November 2024   09:31 Diperbarui: 26 November 2024   07:33 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
httpsencrypted-tbn0.gstatic.comimagesq=tbnANd9GcSIa6KLiKxVJxKoFN9BmkGnAYq9aWDi4cFC8A&s

Pada tempat pertama sudah sepantasnya memberikan apresiasi setinggi-tingginya dari hati yang tulus untuk dedikasi para guru yang telah memberikan seluruh dirinya untuk masa depan bangsa melalui pendidikan kepada para peserta didik di seantero negeri ini.

Apresiasi ini merupakan dukungan moril atas segala hal yang telah mereka berikan untuk memanusiakan manusia Indonesia walaupun dalam kondisi yang tidak memungkinkan. Situasi yang tidak memungkinkan tersebut menyangkut kesejahteraan yang memprihatinkan, karena mereka harus memenuhi kebutuhan hidup dalam kondisi yang amat terbatas dengan gaji yang tidak seberapa jumlahnya.

Walaupun demikian mereka tetap fokus lewat pemberian diri yang total dan tulus, karena bagaimanapun sejatinya mereka harus berpenampilan menarik di hadapan peserta didik, dan bersamaan dengan itu pula harus memenuhi kebutuhan rumah tangga yakni kebutuhan suami/istri dan anak-anaknya di rumah.

Tetapi pada kenyataannya tuntutan kebutuhan pribadi menjadi sekunder demi pemenuhan kebutuhan primer yakni mendidik generasi Indonesia yang cerdas dan beraklak mulia. Sekali lagi kepada mereka sejuta apresiasi yang tulus harus diberikan karena dedikasi tanpa pamrih yang sudah mereka berikan untuk mencerdaskan anak bangsa.

Namun demikian kita tidak dapat menutup mata dan telinga terhadap realitas yang berseberangan dengan itu. Realitas yang dimaksud adalah pengabdian setengah hati dari para guru dalam mendidik para anak bangsa.

Hal ini dapat terjadi semata-mata karena harus memenuhi kebutuhan pribadi, suami/istri, dan anak-anak di rumah.

Saya tidak memberikan catatan kepada para pendidik yang sudah sejahtera karena diperhatikan pemerintah, karena ini menyangkut hal lain.

Tetapi yang menjadi catatan terutama adalah para pendidik yang berstatus honorer dan pendidik di sekolah-sekolah swasta. Catatan ini menjadi penting karena kondisi mereka yang serba memprihatinkan dalam mana kesejahteraan mereka bergantung semata-mata pada kemampuan sekolah dan yayasan.

Tak sedikit dari mereka adalah para pendidik yang setia mengabdi untuk peserta didik. Mereka bahkan mengorbankan kepentingan dan kebutuhan suami/istri dan anak-anak untuk mendidik anak bangsa. Dan bersamaan dengan itu harus mencari waktu luang di luar waktu efektif sekolah untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan pekerjaan apa saja yang dianggap wajar dan halal.

Namun demikian, juga harus terbuka pada kenyataan bahwa tidak sedikit dari mereka yang mengabaikan kewajiban dan tanggungjawabnya di sekolah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka harus meninggalkan jam efektif di sekolah karena tuntutan kebutuhan rumah tangga.

Kenyataan ini berarti harus mengorbankan peserta didik di sekolah karena tidak mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan. Dan bila ini terjadi sekali atau dua kali berarti dapat dimaklumi, tetapi jika terjadi berkali-kali berarti menjadi perhatian yang teramat serius untuk ditindaklanjuti, mengingat korbannya adalah generasi masa depan bangsa.

Ini berarti bahwa mereka mengabdi dengan setengah hati; setengah hati untuk anak bangsa di sekolah dan setengah hatinya lagi untuk suami/istri dan anak-anak di rumah yang harus dipenuhi kebutuhan hidupnya.

Catatan ini sejatinya menjadi perhatian dari negara sebagai penanggungjawab utama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini artinya bahwa negara belum berlaku adil bagi segenap pendidik di negeri ini. Kenyataannya adalah masih banyak pendidik (honorer dan guru swasta) yang belum diperhatikan.

Nasib mereka masih serba tak menentu, belum lagi nasib suami/istri dan anak-anak mereka. Sekali lagi ini menjadi catatan serius untuk mendapat perhatian dari pemerintah. Jika jawabannya adalah sertifikasi guru, maka harus menunggu sampai berapa lama, mengingat harus menunggu antrean yang lama dan panjang.

Pertanyaan selanjutnya adalah dengan cara apa dan bagaimana untuk memenuhi kebutuhan hidup harian mereka? Jawabannya adalah memperlakukan mereka secara adil melalui pemberian insentif atau tunjangan tanpa harus menunggu sertifikasi guru, dan bila telah menerima sertifikasi maka insentif atau tunjangan ini dapat dihentikan dengan fokus pada sertifikasi guru, karena perlakuan yang adil adalah tidak membeda-bedakan antara guru ASN atau honorer, swasta atau negeri, dan guru sertifikasi atau belum sertifikasi.

Mudah-mudahan dengan cara ini dapat memberikan keadilan kepada para guru tanpa pembedaan statusnya yang ASN atau honorer, swasta atau negeri, dan guru sertifikasi atau belum sertifikasi, karena guru honorer dan guru swasta gajinya semata-mata bergantung dari sekolah dan yayasan.

Bila ini dapat dipenuhi oleh pemerintah, maka tak ada lagi guru yang mengabdi setengah hati, karena mereka fokus pada pendidikan anak bangsa. Dan bila masih ada pengabdian setengah hati, pemerintah dapat bertindak tegas melalui pemberhentian pemberian insentif dan tunjangan atau bahkan lebih tegas dari itu adalah pemberhentian dari statusnya sebagai pendidik karena telah mengabaikan pendidikan anak-anak bangsa.

Kiranya peringatan hari guru kali ini tidak hanya menjadi seremoni tanpa arti. Pemaknaan sejati dari peringatan hari guru adalah penyadaran akan status dan tanggung jawab untuk mencerdaskan anak bangsa dan pemberian penghargaan yang adil dan wajar bagi pengabdian mereka sebagai guru, karena guru adalah profesi yang harus dihargai oleh pemangku kepentingan negeri ini.

Akhirnya selamat Hari Guru bagi para guru yang telah mengabdi dengan tulus dan jujur untuk kemajuan anak bangsa, dan semoga tidak ada lagi guru yang mengabdi setengah hati karena harus mencari pekerjaan tambahan di luar jam sekolah untuk memenuhi kebutuhan hariannya di rumah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun