Diketahui bahwa pelantikan atau pengucapan sumpah/janji presiden dan wakil presiden 2024 dijadwalkan pada Sabtu, 20 Oktober 2024.
Dikutip dari laman Instagram MPR RI @mprgoid, disampaikan bahwa lokasi pelantikan akan digelar di Gedung Nusantara, Jakarta. Gedung ini telah digunakan sebagai tempat pelantikan presiden dan wakil presiden Indonesia sejak dilantiknya Presiden Soekarno.
"Pelantikan presiden dan wakil presiden akan dilaksanakan di Jakarta, tepatnya di Gedung Nusantara pada 20 Oktober 2024," tulis MPR RI pada Instagram resminya yang dikutip, Kamis (17/10/2024).
Presiden terpilih Prabowo Subianto telah memanggil para calon menteri dan calon wakil menteri yang akan mengisi kabinetnya ke kediamannya di Jalan Kertanegara Nomor 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Senin, 14 Oktober 2024.
Tidak hanya itu saja, Presiden terpilih Prabowo Subianto, telah melakukan pembekalan kepada para calon menteri dan wakil menteri. Pembekalan terakhir diberikan kepada para calon Wamen di kediaman Prabowo di Hambalang, Jawa Barat, Kamis (17/10/2024). Pembekalan itu berlangsung dari pagi sampai sore hari.
Dari keseluruhan proses pemanggilan dan pembekalan calon menteri dan wakil menteri diketahui bahwa Partai Gerindra dan Golkar mendominasi bakal calon Kabinet Prabowo-Gibran. Gerindra dengan 6 calon menteri dan Golkar dengan 8 calon menteri.
Sedangkan untuk calon wakil menteri diketahui bahwa Gerindra dengan 8 calon Wamen dan Golkar dengan 3 calon Wamen. Ini artinya bahwa Gerindra akan memilki 14 calon menteri/Wamen, sedangkan Golkar dengan 11 calon menteri/Wamen.
Selain itu masih ada Partai Demokrat dengan 3 calon menteri dan 1 calon Wamen, PAN dengan 2 calon menteri dan 2 calon Wamen, PSI dengan 1 calon menteri dan 2 calon Wamen, Gelora dengan 2 calon Wamen, serta Partai Prima dan Garuda masing-masing dengan 1 calon Wamen.
Sedangkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusulkan orang non kader untuk menjadi calon menteri, yakni Guru Besar ITB, Yassierli.
Patut dicatat bahwa sampai hari ini satu-satunya partai yang menyatakan sikap dengan tegas untuk berada di luar pemerintahan adalah Partai NasDem. Wakil Ketua Umum NasDem Saan Mustopa menjelaskan alasan partainya tidak masuk ke kabinet Prabowo-Gibran.
Dia menyinggung alasan Ketum NasDem Surya Paloh soal etika dan kepantasan partainya untuk masuk kabinet. "Terkait dengan (keputusan) kabinet, NasDem kan selalu mengatakan dalam hal ini Pak Surya, ini soal etika saja dan kepantasan saja," kata Saan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (14/10/2
Soal etika dan kepantasan maksudnya adalah NasDem saat Pilpres 2024 lalu tidak mendukung pasangan Prabowo-Gibran. NasDem juga mendukung rival Prabowo-Gibran yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
"Nasdem ini kan ketika Pilpres 2024, 14 Februari yang lalu, itu kan tidak memberikan dukungannya terhadap Pak Prabowo," ujar Saan.
Berbeda dengan NAsdem yang telah menyatakan sikapnya dengan jelas untuk berada di luar pemerintahan, PKB, PPP, dan PKP kemudian menyusul keanggotaannya dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.
Sedangkan PDIP masih menunggu pertemuan antara Megawati dan Prabowo yang belum diketahui waktu dan tempatnya. Namun demikian, kiranya sudah tuntas pemanggilan dan pembekalan calon menteri/Wamen, yang berarti seharusnya "jatah" calon menteri/Wamen sudah tuntas.
Lebih lanjut jika PDIP memutuskan untuk bergabung dengan pemerintah, pertanyaan lanjutnya adalah apakah dasarnya? Karena secara faktual Megawati berseberangan dengan Prabowo ketika PEMILU PILPRES kemarin.
Maka pada hemat saya, baiknya PDIP dapat bersama dengan NasDem untuk berada di luar pemerintahan untuk menjadi oposisi. Oposisi yang dimaksud bukan berarti menjadi lawan politik tetapi untuk memberikan kritik yang membangun dalam semua kebijakan yang dibuat oleh pemerintah nantinya.
Teramat berbahaya jika semua Parpol hanya mencari aman dengan bergabung dalam pemerintahan. Sejatinya harus ada Parpol yang akan memberikan fungsi kontrol untuk semua kebijakan yang akan dibuat di masa depan. Fungsi kontrol ini akan menjadikan negara ini hidup dalam sistem demokrasi yang sehat, karena masih ada partai yang memberikan pertimbangan rasional, tetapi bukan pertimbangan kepentingan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H