Bahaya lain yang tampak ke permukaan dewasa ini bahwasanya identitas guru hanya melekat dengan mata pelajaran yang diampuh. Seharusnya identitas guru melekat dengan peserta didik, dan sebaliknya. Itu artinya bahwa guru harus senantiasa aktif dan terlibat dalam seluruh proses pendidikan peserta didik di sekolah, tetapi bukan sekedar melalui proses pembelajaran dalam mata pelajarannya saja.
Di samping itu pula, faktor desakan ekonomi telah memaksa para guru untuk lebih banyak waktu di luar kelas dan sekolah. Ini amat berbahaya karena ada praksis mengabaikan proses pendidikan, sehingga berpotensi merusak identitas kebudayaan bangsa, karena proses pendidikan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kebijakan yang memihak kesejahteraan guru perlu mendapat perhatian serius agar proses penguatan pendidikan dapat berjalan dengan baik dan maksimal.
Lembaga pendidikan tidak cukup dengan menerapkan kurikulum termutakhir. Lebih dari itu adalah isi dan praksis kurikulum harus benar-benar menjawab kebutuhan untuk memajukan peradaban kebudayaan nasional karena bangsa yang kuat dan maju pendidikannya akan secara bersamaan tetap mencintai dan memraktekakan identitas kebudayaan nasionalnya.
Mereka membuka diri terhadap perubahan, tetapi tidak melupakan dan menolak identitas kebudayaan nasional.
Dan ini menjadi harapan besar para founding father/mother negara ini, agar para generasi muda senantiasa terbuka terhadap perubahan, dengan tetap mencintai nilai-nilai yang menjadi ungkapan jati diri kebudayaan bangsa Indonesia. Harapan terdalam dari semuanya adalah kokohnya pendidikan nasional untuk memajukan kebudayaan nasional yang berciri ke-indonesia-an.
Tulisan yang sama dapat dibaca dalam:
1. https://andreasneke.blogspot.com.
2. Platform Merdeka Belajar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H