Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memajukan Kebudayaan melalui Penguatan Fungsi Pendidikan

4 Juni 2024   08:28 Diperbarui: 4 Juni 2024   08:38 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Akibat dari kelalaian proses pendidikan amat terasa secara nasional dengan hilangnya identitas kebudayaan nasional yang merupakan ciri kebangsaan seperti saling menghargai, gotong royong, kerja keras, bela rasa, ulet, dan lain-lain. Kebanyakan para anak bangsa seolah-olah telah tercabut dari kebudayaan nasional yang berciri ke-indonesia-an dengan lebih bangga menampilkan nilai-nilai baru yang bertolak belakang dengan identitas kebudayaan nasional.


Berbagai lembaga sosial dalam masyarakat telah merasakan pahitnya ketercabutan identitas kebudayaan nasional ini. Bangsa yang terkenal religius ini justru melekat dengan praktek korupsi yang merajalela. Praksis keagamaan sepertinya tidak menyentuh kehidupan nyata. Tak hanya itu saja, di kalangan umat Islam disadari ada kecenderungan memraktekkan identitas Islam Timur Tengah dari pada identitas Islam Nusantara, dan di kalangan umat Kristiani ada kecenderungan memraktekkan identitas Kristen Eropa dari pada identitas Kristen Indonesia.

Di sisi lain, kita juga menemukan beragam perilaku yang bercorak individualisme, hedonisme, materialisme, dan seks bebas yang telah pula menghilangkan identitas kebudayaan nasional yang lebih mencintai kebersamaan dan kekeluargaan, kerja keras, dan pemuasan kebutuhan yang lebih bercorak kepuasan batin dalam kebersamaan dengan orang lain.


Yang lebih berbahaya dari semuanya adalah praksis kehidupan politik dan demokrasi yang tampak lewat penyebaran berita hoaks dan ujaran kebencian yang sedang marak akhir-akhir ini. Ini telah nyata-nyata meniadakan identitas kebudayaan nasional yang lebih bercorak musyawarah untuk mufakat, cinta akan kebaikan, dan menghargai orang lain. Pada tataran ini bila tidak mendapat perhatian serius tentunya akan menggiring bangsa Indonesia yang tercinta ini untuk mengalami nasib yang sama seperti negara-negara lain yang sedang bertikai dewasa ini.


Back to Basic


Kita tentunya tak menghendaki kenyataan yang demikian terjadi di bumi nusantara yang tercinta ini. Kebudayaan yang berciri Indonesia harus tetap lestari dan abadi. Ini dapat mewujud dalam kenyataannya bila semua elemen masyarakat bersepakat dengan satu tekad yang sama untuk memerkokoh proses penguatan pendidikan baik lewat institusi formal maupun non-formal.


Kebudayaan dapat lestari melalui proses pendidikan atau dengan perkataan lain pendidikan akan melestarikan dan meningkatkan kebudayaan. Prinsipnya adalah menguatkan pendidikan dalam aneka jenjang dan bentuknya secara bersama, dengan satu prinsip untuk menanamkan identitas kebudayaan nasional dan serentak pula dapat memajukan kebudayaan baik material/fisik maupun non-material melalui upaya pemajuan karakter kebangsaan.

Kita kembali kepada proses pendidikan anak dalam keluarga. Orang tua harus menyadari tugas dan tanggung jawabnya dalam proses pendidikan anak, dalam mana orang tua adalah pendidik pertama, dan rumah adalah sekolah pertama dalam menjalankan proses pendidikan. Dalam prosesnya, orang tua perlu meluangkan banyak waktu untuk menjalin interaksi dan komunikasi dengan anak-anak, sekaligus menjalankan fungsi kontrol yang maksimal terhadap pemanfaatan dan penggunaan media komunikasi yang ada secara bertanggung jawab.


Selanjutnya masyarakat sebagai laboratorium praksis pendidikan yang lebih luas, sejatinya menjalankan fungsi social control terhadap beragam kemajuan yang tidak manusiawi. Ini akan lebih jitu dan efektif bila masyarakat menjadi model hidup dalam melaksanakan nilai-nilai kebudayaan nasional. Masyarakat juga semestinya memperkuat proses saring dan sharing. Proses saring berarti kemampuan meminimalisai atau meniadakan segala akses yang bersifat negatif dan berdaya merusak kesejatian identitas kebudayaan nasional. Sedangkan proses sharing berarti kemampuan menyebarluaskan aspek-aspek positif dari setiap kemajuan untuk memajukan kebudayaan nasional.


Maksud ini dapat berjalan maksimal bila semua elemen lembaga sosial (adat, agama, politik, ekonomi) senantiasa aktif memanfaatkan media komunikasi untuk mensosialisasikan identitas kebudayaan nasional dalam rangka penguatan pendidikan nasional demi memajukan kebudayaan nasional. Dan, pada saat yang sama dapat memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk memperkuat identitas kebangsaan melaui proses penguatan pendidikan yang selaras zaman.


Pada akhirnya, kita harus kembali kepada lembaga pendidikan formal yaitu sekolah. Di sana ada guru sebagai pendidik dan pengajar. Peran sentral guru menjadi sangat dominan. Guru sejatinya menjadi rule of model yang menyelaraskan kata dan perbuatan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Maraknya kasus kekerasan terhadap pendidik dan peserta didik harus menyadarkan para guru untuk lebih memainkan perannya sebagai rule of model bagi peserta didik, dari pada sekedar kata-kata tanpa mengikutinya dengan praksis hidup yang wajar dan layak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun