Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mendidik Anak Zaman Now

3 Juni 2024   13:05 Diperbarui: 3 Juni 2024   13:44 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
encrypted-tbn0.gstatic.com

Arus perkembangan teknologi dan informasi sedemikian derasnya memasuki setiap elemen kehidupan manusia. Tak seorangun bisa lepas dari bias kemajuan yang sedang terjadi. Dampak perkembangannya sangat terasa dalam berbagai dimensi kehidupan. Berbagai cakupan kehidupan manusia, termasuk wilayah privat, perlahan-lahan kehilangan arah dan menyeret setiap orang yang tidak atau belum siap menghadapinya.


Dampak langsung dari perkembangan teknologi dan informasi mengena pula pada ruang lingkup keluarga. Keluarga sebagai bagian dari realitas perkembangan dunia tak dapat melepaskan diri dari realitas perkembangan yang ada. Masing-masing keluarga dan individu dalam keluarga hanyut dan terbawa arus perkembangan teknologi dan informasi. Bahkan tak sedikit pula yang tak dapat melepaskan diri dari gempuran realitas yang ada, sehingga terbelenggu dan terseret ke dalam beragam dampak negatif dari perkembangan teknologi dan informasi.


Ini akan sangat terasa dalam proses pendidikan anak. Pendidikan yang merupakan dimensi esensial dari proses perkembangan manusia seolah diabaikan sebagai akibat dari perkembangan yang ada. Belum ditambah lagi dengan beragam kesibukan orang tua yang menyita banyak waktu dan energi, sehingga menyebabkan terbengkalainya proses pendidikan anak dalam keluarga-keluaraga jaman now.


Orang tua yang sejatinya menjadi guru pertama dan utama dalam keluarga larut dalam corak perkembangan yang ada. Ini berarti juga bahwa rumah yang sejatinya menjadi sekolah pertama tidak lagi menjadi wadah pertama dalam proses penanaman nilai-nilai luhur kehidupan.


Efek langsungnya akan kita temukan secara kasat mata dalam berbagai realitas sosial. Beragam perilaku negatif seolah menjadi hal yang lumrah. Kebanyakan anak seolah sangat biasa dengan hal-hal negatif walaupun pada kenyataannya bertentangan dengan prinsip nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.


Ini semua bisa terjadi karena rumah tidak lagi menjadi sekolah nilai dalam masyarakat. Serentak dengan itu pula bahwa orang tua tidak lagi memainkan perannya sebagai guru pertama dan utama dalam proses pendidikan anak. Kecenderungannya adalah pelemparan tanggungjawab keluarga dan orang tua kepada guru dan sekolah. Orang tua menganggap bahwa guru adalah pendidik utama, dan sekolah bertanggungjawab atas segala hal yang berkaitan dengan proses pendidikan anak.


Ditambah dengan realitas bahwa masing-masing individu dalam keluarga lebih sibuk dengan handphone dan android atau gadged, sehingga proses interaksi dan komunikasi yang menjadi jantung kehidupan keluarga menjadi sangat sedikit. Orang lebih sibuk dan peduli dengan individu dan keadaan di luar rumah dari pada "orang rumah" yang merupakan bagian real dari kehidupannya. Dunia nyata menjadi dunia maya, sebaliknya dunia maya menjadi dunia nyata. Ini fakta yang paling nyata dalam kehidupan yang telah dimasuki oleh perkembangan teknologi dan informasi.

Realitas yang ada mengharuskan sebuah penyadaran ekstra dari semua saja yang merasa mempunyai tanggungjawab terhadap kehidupan. Yang dimaksud adalah bahwa semua elemen realitas sosial sejatinya kembali kepada gagasan bahwa keluarga memiliki tanggungjawab terhadap proses pendidikan anak dalam keluarga.


Masyarakat harus kembali kepada keluarga karena di sana ada individu-individu yang membentuk sebuah lembaga sosial, termasuk negara. Kacau dan berantakannya negara ini harus ditelusuri dari realitas-realitas keluarga. Dengan perkataan lain mau mengatakan bahwa negara ini akan lestari bergantung dari keluarga-keluarga. Bila keluarga-keluarga lestari, dengan sendirinya negara ini akan lestari, dan sebaliknya.


Pengabaian terhadap prinsip ini akan berakibat fatal. Pendidikan tidak sekedar terjadi dan berlangsung pada institusi formal, tetapi lebih dari itu harus kembali ke dasarnya yaitu keluarga. Keluarga adalah sekolah pertama dari sebuah proses pendidikan. Serentak dengan itu pula bahwa orang tua adalah guru pertama dan utama dari sebuah proses pendidikan anak.


Tanpa kesadaran akan tanggungjawab ini beragam realitas yang lebih menggila pasti akan terjadi. Cepat atau lambat segala macam hal yang berlawanan dengan prinsip nilai dan norma akan menjadi wajar dan biasa. Pada akhirnya beragam situasi chaos dalam masyarakat akan semakin banyak terjadi, serta stabilitas masyarakat akan semakin terganggu dari waktu ke waktu.

Pendidikan Anak dalam Keluarga Zaman Now


Teramat pentinglah menyadari proses pendidikan anak dalam keluarga. Hal yang sama berlaku pula bahwa sedemikian sulitnya proses pendidikan anak jaman now. Alasan mendasarnya adalah dampak perkembangan teknologi dan informasi telah menjadi bagian dari realitas kehidupan sehari-hari.

Ini sangat kasat mata bahwa pengaruh TV, HP, android, gadged, dan laptop sudah sedemikian kental dalam realitas perkembangan anak. Anak-anak lahir dan bertumbuh dalam suasana keluarga yang merasa bahwa barang-barang yang disebut di atas adalah sebuah kebutuhan yang tak dapat dipisahkan dari realitas hidup dan pekerjaan setiap harinya.


Pada kenyataan yang ada anak-anak senantiasa bersentuhan langsung dengan barang-barang teknologi dan informasi yang ada. Tingkat ketergantungan dan kebutuhan atasnya juga terasa amat tinggi sehingga sebagai orang tua perlu menjadi amat bijak dalam penggunaan dan pemanfaatannya. Ini menjadi teramat penting untuk tidak meniadakan peran orang tua sebagai patokan nilai dan norma anak-anak dalam keluarga. Bahaya yang tampak ialah bahwa sarana teknologi dan informasi yang ada kerap menggantikan peran orang tua sebagai patokan nilai dan norma bagi anak-anak.


Penulis sering menyaksikan dalam mana sarana teknologi dan komunikasi menjadi pengganti orang tua. TV, laptop, HP, kerap menjadi pengasuh anak-anak. Orang tua akan sangat merasa terganggu dengan keberadaan anak-anak. Sebagai substitusinya alat-alat teknologi dan informasi kerap menjadi pengganti orang tua dalam proses pendidikan anak.

Bahaya yang tampak ke permukaan adalah kurangnya interaksi dan komunikasi serius dalam proses pendidikan anak. Anak-anak lantas masuk dalam "hutan belantara" dan tersesat di dalamnya. Aneka informasi diterima tanpa filter sehingga banyak perilaku kekerasan, hedonis, dan konsumeris ditiru dan dipraktekan anak dalam kesehariannya.


Kenyataan ini dilukiskan oleh Quentin J. Schulte dalam bukunya Winning Your Kid's Back from the Media. Schulte menyebut bahwa banyak anggota keluarga dengan gembira menghabiskan waktu mereka dengan media elektroniknya. Mereka meninggalkan komunikasi satu sama lain. Banyak waktu senggang digunakan untuk konsumsi media, sebaliknya sedikit waktu untuk percakapan bermakna dalam keluarga.


Gagasan ini sejatinya menggugah kesadaran semua pihak untuk mengembalikan peran vital keluarga terhadap proses pendidikan anak. Orang tua dan segenap anggota keluarga adalah rule of model sejati dalam proses pendidikan anak. Peran ini tak tergantikan oleh media dalam aneka bentuknya. Peran manusia tak pernah tergantikan oleh media apapun karena ketiadaan pemikiran, simpati, dan empati.


Belum lagi bahwa perkembangan teknologi dan informasi kerap menyajikan realitas buruk dalam masyarakat. Sadar ataupun tidak penyajian media akan sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan anak. Tanpa pendampingan yang merupakan sebuah keharusan dalam menyimak sebuah informasi, anak akan terpola pada paradigma yang keliru dari beragam realitas buruk yang disajikan tersebut.


Ini juga menggugah sebuah penyadaran bahwa pendampingan anak dalam proses pendidikannya adalah sebuah keharusan yang tak dapat ditawar-tawar. Tanpa fungsi ini anak akan senantiasa tergiring pada pola pikir dan pola laku yang keliru sehingga berakibat buruk dalam kehidupannya bersama orang lain.


Dahsyatnya arus perkembangan teknologi dan informasi tak dapat dibendung. Demikian halnya bila membatasi anak-anak untuk berkenalan dan bersentuhan dengan realitas perkembangan yang adalah sebuah kemustahilan. Artinya bahwa orang tua sejatinya senantiasa mengikuti perkembangan yang ada, dan bersamaan pula memberikan proses pendampingan yang kontinu agar anak sampai kepada pemahaman yang benar terhadap beragam realitas perkembangan yang ada.


Demikian pula proses pendampingan akan sangat berfaedah dalam penggunaan sarana perkembangan teknologi dan informasi. Sejatinya anak diarahkan untuk tidak jatuh pada pemanfaatan dan penggunaan teknologi dan informasi ke arah destruktif seperti realitas yang sedang melanda bangsa ini. Artinya bahwa anak harus sampai pada pemahaman dan praktek anti hoax, anti ujaran kebencian, dan anti hujatan. Sebaliknya mereka diarahkan untuk menyukai dan mencintai hal-hal yang bernada kasih, keadilan, kebenaran, toleransi, dan belarasa.


Pada kenyataannya, praksis ini akan teramat sulit, mengingat bahwa dewasa ini pemanfaatan dan penggunaan media teknologi dan informasi cenderung bercorak negatif. Anak-anak sudah sangat biasa mendengar, membaca, dan menyaksikan beragam perilaku negatif. Minimnya pemanfaatan dan penggunaan media teknologi dan informasi pada hal-hal yang positif, perlahan-lahan membawa dampak yang teramat serius bagi proses pendidikan anak.

Anak-anak pada akhirnya terseret sedemikian jauhnya pada beragam hal negatif seperti yang telah disajikan oleh beragam media teknologi dan informasi dewasa ini. Kenyataan yang ada kembali menyadarkan pentingnya proses pendampingan orang tua terhadap proses pendidikan anak. 

Tanpa praksis ini anak akan masuk dalam "hutan belantara" informasi sehingga pada akhirnya akan merusak perkembangan diri anak. Tidak bisa tidak, orang tua sejatinya meluangkan waktu dan energi dari sedikit waktu luang yang ada untuk memberikan pendampingan kepada anak-anak.

Dalam proses ini interaksi dan komunikasi yang menjadi jantung kehidupan keluarga dapat terealisasi. Bila proses interaksi dan komunikasi terjadi, selanjutnya proses transfer dan filterisasi nilai dan norma dapat terlaksana. Pada tahapan ini proses pendampingan orang tua terhadap proses pendidikan anak telah mewujud sebagaimana mestinya. Orang tua telah berperan sebagai pendidik pertama dan utama, serentak pula rumah telah menjadi sekolah pertama dalam proses pendidikan anak.

Tulisan yang sama dapat dibaca dalam:
1. https://andreasneke.blogspot.com.

2. Platform Merdeka Belajar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun