Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Berpolitik di Tahun Politik (Catatan PemiluTahun 2019)

2 Juni 2024   21:43 Diperbarui: 2 Juni 2024   21:44 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kedua, penyebaran berita hoax. Data per 15 Maret 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo) menyebut ada 62 konten hoax sepanjang Agustus sampai Desember 2018. Serentak dengan itu ada 800.000 situs penyebar berita hoax di Indonesia.


Sedangkan sepanjang 2019, menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyebut bahwa perkembangan penyebaran hoax dari bulan ke bulan kian meningkat sepanjang mendekati Pemilu. Kenaikan signifikan terjadi pada bulan Februari 2019 dengan 350 lebih berita hoax yang beredar di media sosial. Dan, potensinya akan terus meningkat.


Mencermati informasi media masa, masyarakat tentu dapat menyimpulkan bahwa proses politik negara ini telah melenceng dari rel demokrasi. Demokrasi sejatinya adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, tetapi dalam pelaksanaannya rakyat menjadi korban dari permainan para aktor politik yang menggiring masyarakat pada ketidakbenaran dan ketidakjujuran.


Para aktor politik telah menggiring masyarakat ke dalam bingkai permainan kekuasaan, sehingga masyarakat terperangkap dalam permainan tersebut, dan merasa teramat berat untuk keluar dari permainan lumpur kekuasaan. Dan ini sepertinya telah membenarkan pernyataan bahwa sejarah adalah milik mereka yang memiliki akses dan aset ke dalam kekuasaan.

Manipulasi agama dan penyebaran berita bohong kurang mempertimbangkan sensivitas politik dari setiap kegiatan politik. Manipulasi agama melalui gerakan masa dan menggunakan isu-isu keagamaan justru telah meniadakan akal sehat dan hati nurani, sedangkan penyebaran berita hoax telah mengubur kebenaran sehingga meniadakan kebenaran untuk bertumbuh dan berkembang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Rasionalitas dan kebenaran tidak boleh kalah oleh badut-badut politik yang memanipulasi kebenaran dengan menggunakan trik-trik kotor. Kebenaran, rasionalitas, dan hati nurani harus menang atas badut-badut politik. Kita harus menyadari sedini mungkin bila para badut politik memperoleh kekuasaan, maka kita akan membayarnya dengan harga yang sangat mahal, yaitu benih perpecahan dan perselisihan yang akan melenyapkan NKRI dari peredaran sejarah.

Santun Berpolitik


Max Weber menjelaskan bahwa menjadi seorang politisi merupakan sebuah tugas jabatan dan panggilan. Politik dikatakan sebagai sebuah panggilan karena tidak semua orang bisa menjadi politisi, sedangkan menjadi sebuah tugas jabatan karena harus berjalan secara bertanggung jawab atas dasar moral, etika politik, dan aturan yang berlaku.

Gagasan ini amat perlu bagi para aktor politik. Mereka harus mendasari panggilan politis atas dasar prinsip moral dan etika. Politik tanpa berdasar pada kedua prinsip ini akan menjerumuskan para aktor politik untuk memperoleh kekuasaan dengan segala cara, dan akan pula menggunakan kekuasaan untuk semata-mata melanggengkan kekuasaan tersebut.

Prinsip demokrasi yang sehat adalah memperoleh kekuasaan dengan cara yang santun. Kesantunan berpolitik akan tampak dalam praksis politik yang sesuai dengan ketentuan konstitusi. Kiranya teramat penting untuk menyampaikan gagasan yang bersumber data demi kepentingan yang mengarah kepada kesejahteraan rakyat.


Menggunakan agama sebagai sarana politik kiranya kurang bijak dalam berpolitik mengingat bahaya yang menghantuinya teramat besar. Politik adalah area profan, sedangkan agama area religius yang mengatur relasi manusia dengan Yang Kuasa dan manusia dengan manusia yang memiliki keyakinan yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun