pendidikan Nusa Tenggara Timur (NTT) pernah merasa sangat marah dan sedemikian tersinggung oleh pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, yang mengomentari laporan Programme for International Students Assessement (PISA), dalam mana menempatkan kualitas pendidikan Indonesia pada peringkat yang rendah.
Para penggiat dan pecinta
Menyikapi laporan tersebut, pak menteri berkomentar bahwa jangan-jangan sampel dari survei ini adalah siswa-siswi asal NTT. Pernyataan ini seolah menyatakan bahwa rendahnya kualitas pendidikan Indonesia disebabkan oleh rendahnya pendidikan di NTT. Atau dengan perkataan lain mau menyatakan bahwa pendidikan NTT menjadi biang dari rendahnya mutu pendidikan Indonesia.
Pernyataan menteri pendidikan tersebut, mengundang polemik di kalangan masyarakat NTT. Pro dan kontra muncul ke permukaan. Dan tak sedikit pula membuat geram dan tersinggung masyarakat NTT pada umumnya karena merasa terhina atau merasa bahwa yang dikatakan itu tidak benar.
Apapun bentuk reaksi terhadap pernyataan yang timbul, yang paling penting adalah kesediaan untuk membenahi mutu pendidikan NTT. Ketersinggungan dan kemarahan tak dapat mengubah situasi serta "stigma" yang telah terpatri. Hanya keterbukaan hati dan budi untuk menerima kritikan yang akan memampukan masyarakat NTT untuk bergerak lebih maju secara perlahan menuju perubahan yang lebih manusiawi.
Potret Pendidikan NTT
Tak terbantahkan bahwasannya sejarah propinsi ini telah mencatat dan merekam sepak terjang pendidikan sejak awal beridirinya sampai dengan kenyataan faktual dewasa ini. Para pencatat sejarah tentunya dapat menemukan dan merekam dengan jelas kemajuan dan kemunduran proses pendidikan NTT dalam segala aspeknya.
Tak terbantahkan bahwa di setiap wilayah yang merupakan bagian dari propinsi ini telah terdapat sekolah-sekolah bermutu, yang tentunya telah melahirkan lulusan-lulusan terbaik yang telah pula menyumbang bagi kemajuan masyarakat sesuai dengan kualifikasi pendidikannya.
Namun tak terbantahkan bahwa tak sedikit pula sekolah di wilayah propinsi ini yang "diragukan" mutu pendidikannya, dengan beragam indikator terukur seperti out put dan out come lulusan, kualifikasi guru, sarana dan prasarana sekolah, serta beragam indikator lainnya.
Di sini patut dicatat bahwasannya upaya untuk memperbaiki mutu pendidikan di sekolah-sekolah masih terkesan lamban dan tak serius. Patut diapresiasi beberapa upaya serius untuk memajukan pendidikan di banyak wilayah. Namun perlu disesali kekurangseriusan memperbaiki mutu pendidikan dalam aneka jenjangnya. Kekurangseriusan ini menjadi bukti kurangnya komitmen terhadap perubahan manusia ke arah yang lebih manusiawi.
Patut mendapat perhatian yang teramat serius bertalian dengan mutu pendidikan. Kemajuan pendidikan di suatu daerah merupakan kemajuan manusia, karena pendidikan merupakan sarana yang paling ampuh untuk memajukan pembangunan daerah. Adalah berbanding lurus, pendidikan bermutu melahirkan manusia yang bermutu, yang pada akhirnya akan menciptakan dan menemukan beragam peluang untuk memajukan pembangunan di suatu wilayah.
Kiranya masyarakat NTT dapat menyadari bahwa proses pendidikan di wilayah ini belum berjalan sebagaimana mestinya. Kekurangseriusan dalam membenahi mutu pendidikan pada akhirnya berjalan berbarengan dengan lambannya kemajuan, secara khusus dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, karena pada situasi bersamaan menempatkan pula NTT pada urutan nomor tiga terbawah dalam aspek kemajuan ekonomi.