Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

NTT dan Masalah Tenaga Kerja Illegal (Catatan Menjelang PILGUB -1-)

29 Mei 2024   18:07 Diperbarui: 30 Mei 2024   08:24 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pada tahapan pesta demokrasi kali ini rakyat selaku pemilik pesta demokrasi tidak bisa tidak harus teramat jeli merespons tiap visi, misi, dan program para calon pemimpin. Dalam konteks ini visi, misi, dan program para calon pemimpin NTT harus menjawab masalah konkret yang sedang melanda masyarakat NTT, termasuk masalah TKI illegal yang berasal dari NTT.


Masyarakat harus berani meminta kontrak politik kepada para calon pemimpin NTT untuk memutus persoalan TKI, termasuk memutus mata rantai calo TKI. Bahkan harus dengan tegas dan berani, meminta pembongkaran fenomena gunung es TKI ilegal NTT yang mengindikasikan keterlibatan oknum pemerintah dan aparat penegak hukum dalam persoalan ini.


Bersamaan dengan itu pula kerja sama dengan pemerintah melalui instansi terkait bersama masyarakat adat dan pemimpin religius (agama) harus digalakkan terus-menerus untuk penyadaran kepada masyarakat agar mencintai dan menghormati keberangkatan secara legal melalui proses yang benar, termasuk memfasilitasi pengurusan dokumen yang dimaksud agar semuanya dapat berjalan dengan baik.

Semua orang menghendaki kehidupan yang lebih baik dan menjanjikan. Keinginan ini tak dapat dibatasi oleh siapapun. Namun demikian, mengingat rendahnya mutu pendidikan NTT termasuk mutu pendidikan para calon TKI, sebuah upaya untuk mengatasi keterbatasan ini perlu diatasi melalui sebuah proses pelatihan dan kursus, baik dalam aspek komunikasi (bahasa) maupun keterampilan (skill) kerja.


Ini sangat beralasan mengingat kemampuan berkomunikasi (bahasa) menjadi sebuah prasyarat mutlak untuk berinteraksi dengan manusia dan masyarakat yang baru. Prasyarat berkomunikasi perlu dibarengi juga oleh kemampuan kerja (skill) yang menjadi sarat minimal yang dituntut sebuah tempat kerja. Tanpa kemampuan ini para TKI akan terjerat masalah serius yang akan berdampak personal dan sosial.


Bertalian dengan TKI ilegal yang sudah berada di "tanah asing" sejatinya perlu juga mendapat perhatian serius. Keseriusan tersebut mewujud pada aksi kerja sama dengan negara setempat untuk proses pendataan dan pengurusan dokumen agar nasib mereka menjadi lebih jelas. Bila proses ini tak dijalankan, yang kemudian adalah ketidakjelasan hidup yang berujung kematian tanpa status yang jelas.


Pada akhirnya sebuah fakta sosial yang juga teramat serius adalah tak sedikit dari para TKI yang pulang dengan membawa penyakit serius (HIV/AIDS) dan NARKOBA. Beberapa fakta di masyarakat membuktikan dengan kasat mata realitas ini. Biasanya masyarakat akan membicarakan realitas ini dengan sembunyi untuk menutupi aib yang sedang terjadi.


Sebagai makhluk pecinta hidup dan kehidupan, kita tentunya tak rela mengungkap aib seseorang. Namun demikian, sebuah fakta tak bisa juga didiamkan begitu saja. Justru sebagai sebuah pembelajaran bersama, realitas yang terjadi perlu dibicarakan dan dibahas bersama agar hal yang demikian tak berulang di masa mendatang.


Menyimak situasi yang terakhir ini, sebuah upaya serius juga perlu ditempuh. Upaya rehabilitasi kiranya perlu dibuat agar masyarakat lain tidak menerima dampak lanjutannya, dan serentak dengan itu pula, yang bersangkutan tidak mendapat luka psikis karena stigma negatif dari masyarakat.


Sejatinya semua upaya ini membutuhkan komitmen yang teramat serius dari rakyat sebagai pemilik pesta demokrasi dan calon pemimpinnya. Tanpa komitmen dari kedua belah pihak, pesta demokrasi layaknya sebuah perayaan tanpa makna, karena masyarakat tak memiliki kejelian untuk memilih calon pemimpin yang benar. Serentak dengan itu pula, pemimpin yang terpilih hanya akan menjalankan pemerintahan tanpa niat baik untuk memperbaiki situasi masyarakat, tetapi sekadar menjalankan status demi uang, materi, dan kehormatan semata.


Masyarakat NTT tentunya tak menginginkan hal yang demikian. Idealnya adalah pemimpin menjalankan roda pemerintahan demi kesejahteraan dan kebaikan masyarakat. Agar cita-cita ini dapat terealisasi dalam faktualitas keterpurukan NTT yang serba melekat dengan stigma negatif, masyarakat NTT sepatutnya memaknai dan merayakan pesta demokrasi kali ini dalam sebuah prinsip demi kebaikan NTT tercinta, tetapi bukan dalam nuansa politik identitas dan money politic yang menodai pesta demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun