Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bajawa dan Budaya Toleransi

14 Mei 2024   07:55 Diperbarui: 14 Mei 2024   10:35 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://asset-2.tstatic.net/kupang/foto/bank/images/umat-muslim-ikut-pam-gereja-saat-natal-di-bajawa-kabupat.jpg

Foto Bajawa ini merupakan hak milik Tripadvisor">Keramahan masyarakat Bajawa

Salah satu wilayah yang masyarakatnya dikenal ramah dan mampu hidup berdampingan dengan siapapun yang berbeda agama, suku, ras, dan budaya adalah masyarakat Bajawa. Sudah sejak masa lampau, masyarakat yang terkenal dengan budaya Reba ini mampu hidup damai dengan siapa saja dengan latar belakang apa saja.

Bahkan lebih dari itu, masyarakat Bajawa bahkan dikenal "lebih" menerima dan menghormati tamu dan pendatang dari pada masyarakatnya sendiri. Ini akan sangat tampak jelas dalam pola interaksi masyarakatnya. Para tamu dan pendatang akan dengan ramah disapa dan ditawari minuman dan tumpangan dengan gratis tanpa iming-iming apapun.

Kesan ini pernah saya terima langsung dari seorang wisatawan asing yang pernah berkunjung ke Bajawa beberapa waktu yang lampau. Dalam perjumpaan dan dialog singkat, saya mendapat kesan ini, bahkan lebih lanjut terlontar niat akan datang lagi karena pesona alam dan keramahan masyarakatnya.

Kesan dari "orang asing" ini selaras dengan kenyataannya. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari akan kita jumpai bahwa penerimaan dan penghormatan kepada "orang lain" bahkan berupa "pengorbanan" untuk diri sendiri.

Tak jarang terjadi, walaupun di rumah sendiri ketiadaan persediaan makanan, tetapi demi tamu atau pendatang atau "orang asing", maka sang tuan rumah akan berupaya dengan segala macam cara demi memenuhi kebutuhan tamu atau pendatang atau "orang asing" tersebut.

Dilansir dari Kompas.com, "Bajawa dengan penduduk sekitar 45.000 meski tidak semodern kota kabupaten lain di Nusa Tenggara Timur lainnya tetapi cukup cantik alamnya dan juga bersih udaranya. Di sini udaranya cukup dingin dan sejuk tetapi telah dihangatkan keramahan penduduknya yang bersahabat."

Bila ditelusuri lebih lanjut alasannya, kita dapat menyebut tiga faktor utama sebagai latar belakangnya yakni alam, budaya, dan agama,

Alam dan Budaya

Bajawa adalah sebuah wilayah yang dikenal dingin dan sejuk. Alamnya indah dan subur. Dari wilayah ini kita mengenal yang namanya "Kopi Bajawa" yang telah mendunia. Dan bila bertamu, pertama-tama yang disuguhkan adalah minuman "kopi" ini.

Kita tentu paham bahwa alam juga turut membentuk budaya dan karakter manusia. Faktanya demikian walaupun tidak seluruhnya benar.

Alam turut membentuk budaya dan karakter masyarakat Bajawa. Alamnya yang dingin dan sejuk turut membentuk budaya dan karakter masyarakatnya menjadi "dingin" dan "sejuk" pula. Dari alam yang dengan mudah memperoleh makanan, membuat masyarakatnya mudah memberi dan tidak pelit.

Ini juga akan tampak dalam praksis budaya yang terkenal "royal" dalam arti berlebih-lebihan (dalam mengeluarkan uang, makan, dan minum) atau juga bisa diartikan sebagai melampaui batas dalam praksis budayanya.

Lebih lanjut akan tercermin dalam filosofi budaya, yang tertuang dalam ungkapan adatnya. Salah satu ungkapan adat yang paling popular adalah modhe ne'e soga woe, meku ne'e doa delu, yang berarti selalu berbuat baik kepada sesama, dan segenap sesama adalah saudara.

Prinsip ini telah menjadikan masyarakat Bajawa sangat menjunjung tinggi perdamaian, keharmonisan dan toleransi. Dan bila ditelusuri lebih lanjut, toleransi dan kerukunan antar umat beragama tidak turun begitu saja, tetapi telah bertumbuh dan berkembang di tengah masyarakat karena nilai-nilai yang diwariskan oleh leluhur, yang kemudian terus dikenang, dirayakan, dihayati dan dilaksanakan dalam praksis hidup sehari-hari.

Agama

Faktor lain yang membuat masyarakat Bajawa terkenal amat toleran adalah agama. Bagaikan gayung bersambut, alam dan budaya yang ramah kemudian dipadukan dengan ajaran kristiani yang terkenal dengan "cinta kasih".

Dalam khotbah-khotbah hari Minggu dan hari-hari lainnya, ajaran budaya dan ajaran kristiani sering digemakan berulang untuk menciptakan suatu masyarakat yang toleran, teristimewa dalam konteks NKRI yang terkenal karena keanekaragaman suku, agama, ras, dan budaya.

Kiranya ini menjadi catatan dan cerminan bagi setiap warga negara. Mari mengambil nilai-nilai baik dari setiap budaya dan agama untuk merawat dan membangun NKRI.

Tanpa semangat merawat dan membangun, maka NKRI tercinta ini akan perlahan-lahan terarah ke separatisme dan kehancuran. Kita menghendaki kesatuan maka sejatinya yang diperjuangkan adalah kesatuan dan bukannya perpecahan dan separatisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun