Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Hasil Pemilu Caleg Kabupaten Ngada 2024 dan Willing to Change

20 Maret 2024   07:38 Diperbarui: 14 Mei 2024   10:25 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://st3.depositphotos.com/1037921/36994/i/1600/depositphotos_369947124-stock-illustration-different-food-cravings-eating-desires.jpgInput sumber g

Dua dimensi ini sejatinya berjalan berbarengan. Pembangunan fisik tanpa kemajuan pemikiran adalah kemunduran karena tiada artinya. Sebuah rumah yang dibangun mewah dan megah tanpa diikuti cara berpikir penghuninya, maka rumah mewah tersebut akan diperlakukan layaknya sebuah pondok.

Ini artinya bahwa kemajuan fisik/material harus dirancang bersamaan dengan pembangunan manusia yang komprehensif. Masyarakat kita telah lama mengejar kemajuan fisik/material dengan melupakan kemajuan intelektual dan spiritual, sehingga banyak hal yang terjadi di masyarakat dilihat sebagai sebuah kemunduran.

Secara fisik/material kita bergerak maju menjadi masyarakat modern, tetapi secara mental, spiritual, dan intelektual kita justru bergerak mundur ke peradaban primitif, layaknya masyarakat yang belum mengenal pendidikan dan agama.

Willing to change sejatinya mewujud dalam fungsi pengawasan, legislasi, dan anggaran dari para wakil rakyat. Sebagai masyarakat biasa sebuah keprihatinan kerap timbul manakala ada indikasi bahwa para wakil rakyat lebih menikmati situasi yang ada karena lebih menguntungkan dan memenuhi selera kepentingan para wakil rakyat. Inilah status quo.

Paradigma berpikir ini sejatinya bergeser ke arah keinginan untuk berubah. Perubahan masyarakat Kabupaten Ngada harus dimulai dari para wakilnya sendiri. Jika para para wakilnya telah berubah, dengan sendirinya masyarakatnya akan berubah. Dan perubahan itu mencakup perubahan pola pikir dan pola laku. Perilaku akan berubah jika ada keinginan untuk merubah pola pikir.

Harapannya adalah praksis politik bergerak maju kearah prinsip masyarakat modern. Prinsip ini mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Kehendak untuk berubah harus berlandaskan prinsip liberte, egalite, fraternite (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun