Dua dimensi ini sejatinya berjalan berbarengan. Pembangunan fisik tanpa kemajuan pemikiran adalah kemunduran karena tiada artinya. Sebuah rumah yang dibangun mewah dan megah tanpa diikuti cara berpikir penghuninya, maka rumah mewah tersebut akan diperlakukan layaknya sebuah pondok.
Ini artinya bahwa kemajuan fisik/material harus dirancang bersamaan dengan pembangunan manusia yang komprehensif. Masyarakat kita telah lama mengejar kemajuan fisik/material dengan melupakan kemajuan intelektual dan spiritual, sehingga banyak hal yang terjadi di masyarakat dilihat sebagai sebuah kemunduran.
Secara fisik/material kita bergerak maju menjadi masyarakat modern, tetapi secara mental, spiritual, dan intelektual kita justru bergerak mundur ke peradaban primitif, layaknya masyarakat yang belum mengenal pendidikan dan agama.
Willing to change sejatinya mewujud dalam fungsi pengawasan, legislasi, dan anggaran dari para wakil rakyat. Sebagai masyarakat biasa sebuah keprihatinan kerap timbul manakala ada indikasi bahwa para wakil rakyat lebih menikmati situasi yang ada karena lebih menguntungkan dan memenuhi selera kepentingan para wakil rakyat. Inilah status quo.
Paradigma berpikir ini sejatinya bergeser ke arah keinginan untuk berubah. Perubahan masyarakat Kabupaten Ngada harus dimulai dari para wakilnya sendiri. Jika para para wakilnya telah berubah, dengan sendirinya masyarakatnya akan berubah. Dan perubahan itu mencakup perubahan pola pikir dan pola laku. Perilaku akan berubah jika ada keinginan untuk merubah pola pikir.
Harapannya adalah praksis politik bergerak maju kearah prinsip masyarakat modern. Prinsip ini mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Kehendak untuk berubah harus berlandaskan prinsip liberte, egalite, fraternite (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H