Mohon tunggu...
Andreas Gunapradangga
Andreas Gunapradangga Mohon Tunggu... Wiraswasta - Owner PT Agrikencana Perkasa

An integrated Farming Based on Applied Modern Biotechnologies

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pertanian Indonesia di Persimpangan Zaman

30 Maret 2021   02:15 Diperbarui: 30 Maret 2021   10:46 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyelami dunia petani (masa kini), seperti memasuki wilayah penuh ironi dan ketidak berdayaan. Petani tidak lagi sebagai Penghasil - Pencipta dalam setiap tahapan kegiatan bertani dari hulu sampai hilir, tetapi tak lebih sebagai pekerja konsumen. 

Lebih diperparah dengan kenyataan bahwa setiap kegiatan dalam bertani ditentukan dari luar dirinya seperti sarana produksi pertanian, pasar, pendanaan, alat pertanianya dan lain sebagainya. Kondisi diatas menggambarkan betapa ketidak berdayaan petani berhadapan dengan dunia luarnya

Peradaban pertanian adalah peradaban kerja keras untuk mengolah dan menyayangi tanah. Tanah adalah rumah bagi tanaman, tanah yang diolah dengan benar akan menjadi rumah yang nyaman bagi tanaman. 

Tanah yang diolah dengan baik akan memberi ruang hidup yang baik untuk jasad renik dan mikrobiologi tanah sehingga kesuburan biologi maupun kimia tanah menjadi smakin terjaga. 

Peradaban pertanian adalah rasa bangga yang tinggi dan bermental produsen. Petani itu mengolah tanahnya sendiri, membuat pupuknya sendiri dan membuat bibitnya sendiri. 

Beberapa waktu lalu bapak presiden marah, ada yang salah kata beliau bapak presiden !!! Tapi sepertinya marah bukan pada subsidi atau pola pendistribusian subsidi itu, meskipun memang sangat mungkin disana terjadi ketidakberesan, ketidakbecusan atau penyelewengan-penyelewengan lainya. 

Kesalahan terbesarnya justru ada pada pemahaman mendasar tentang peradaban pertanian. Fatal mengajarkan petani menadahkan tangan menunggu subsidi pupuk, bibit dan pestisida? untuk kemudian setelah terjadi ketergantungan mereka akan membeli pupuk, bibit dan pestisidanya (mental konsumen). 

Hari ini menunggu subsidi atau membeli sarana produksi telah menjadikan petani semakin frustasi karena ketersediaan yang tidak kunjung mencukupi saat musim memupuk, Ujung ujungnya pemupukan terganggu.

Sejak jaman revolusi hijau dijaman orde baru, pertanian di negeri agraris sebesar Indonesia ini justru dibangun dengan merusak 2 faktor utamanya yaitu tanahnya dan mental petaninya. Terstruktur dan Masif . 

Sebagai negara agraris yang dianugerahi kekayaan dan keanekaragaman hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, sebenarnya negara kita berpotensi dan mempunyai modal dasar yang besar untuk  menjadi salah satu kekuatan besar di sektor pertanian sepanjang rakyat dan bangsa kita mampu mengelolanya dengan benar.

Sayang seribu sayang. Mungkin Kita semua lupa bahwa arah pembangunan pertanian yang sudah kita sepakati Bersama tergerus oleh kepentingan segelintir oknum sehingga “Pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) yang berwawasan lingkungan yang telah terdefinisi dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, kedalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu generasi masa kini dan generasi masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun