Mohon tunggu...
Andreas Sihotang
Andreas Sihotang Mohon Tunggu... Ilmuwan - Peneliti dan Pekerja Sosial

Pekerja sosial di organisasi non pemerintah, bekerja di bidang pengembangan masyarakat dan pengembangan perdamaian, saat ini sedang studi S3 Public Affairs di Amerika.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Refleksi Jelang Pemilu Legislatif 9 April 2014

7 April 2014   23:21 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:57 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Refleksi Jelang Pemilu Legislatif 9 April 2014

Pemilu tinggal 1 hari lagi, dan saat ini adalah masa tenang, saat dimana aktivitas kampanye dihentikan. Saya menulis ini bukan untuk kampanye, karena sayapun bukan simpatisan parpol apalagi anggota parpol. Paling tidak untuk saat ini. Tapi saya adalah warga negara ini yang mempunyai hak untuk bersuara dan menyatakan pendapat. Hak ini dijamin oleh UUD kita. Saya juga mempunyai hak untuk memilih dalam pemiliha umum tanggal 9 April 2014 ini.

Di lain pihak, meskipun golput katanya tidak disarankan, saya berkeyakinan bahwa saya juga mempunyai hak untuk tidak memilih. Saya sepakat bahwa tidak memilih juga merupakan hak politik saya. Apalagi bila menurut saya tidak ada caleg yang sesuai hati dan pikiran saya untuk dipilih. Kalau anda masuk ke sebuah warung untuk membeli sebuah barang namun barang tersebut tidak ada di warung itu, apakah anda tetap akan membeli sembarang barang di warung itu? Tentu saja tidak kan? Sama halnya dengan pemilu. Meskipun tidak ada biaya yang saya keluarkan untuk datang ke TPS untuk memilih, sayapun tidak ingin memberikan suara untuk orang yang tidak memberikan manfaat bagi saya atau masyarakat secara umum. Apalagi jika orang tersebut malah membuat kerugian besar bagi masyarakat secara umum seperti yang marak terjadi saat ini melalui perilaku korupsi.

Jadi pertanyaannya, jika saya memilih si A dalam pemilu, apa manfaatnya bagi saya dan bagi masyarakat umum? Apa yang akan diperjuangkannya bagi saya dan masyarakat umum? Apa yang akan dilakukannya untuk tidak merugikan saya dan masyarakat umum? Jika saya tidak mempunyai jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini, untuk apa saya memilih si A?

Sekali lagi saya katakan, saya tidak sedang mengajak orang lain untuk tidak memilih. Saya pun tidak sedang melanggar pasal 292 maupun pasal 301 dalam UU No. 8 Tahun 2012, karena saya tidak dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dan sayapun tidak menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada orang lain untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau tidak memilih peserta pemilu tertentu.

Tulisan ini saya buat untuk mengingatkan parpol yang akan saya pilih pada tanggal 9 April nanti agar tidak jumawa dan takabur bila menang sebagai mayoritas dalam pileg tersebut. Ya, saya akan menggunakan hak pilih saya pada pemilu nanti, meskipun secara rasional saya tidak tahu harus memilih siapa di partai yang akan saya pilih nanti – bahkan setelah melihat-lihat profil para caleg di website jari ungu (anyway, terimakasih untuk keberadaan website yang cukup membantu memberikan informasi ini). Dan sayapun sebenarnya tidak rela jika parpol yang saya pilih yang menentukan akan dipakai buat caleg mana suara saya nanti.

Saya memakai hak pilih saya pada tanggal 9 April nanti semata-mata karena dukungan saya pada capres tertentu yang berasal dari partai tersebut. Mengapa saya sangat mendukung capres tersebut? Karena saya ingin melihat presiden yang sederhana, bersih dari korupsi, memperhatikan rakyat kecil, bekerja keras untuk rakyatnya, berani dan tegas. Dan secara jelas saya melihat karakter ini pada diri seorang Jokowi. Saya sadar bahwa sama seperti capres lainnya, Jokowi  pun tidak sempurna dan mempunyai kekurangan. Dan bagi saya, pemilihan presiden bukan soal memilih capres yang sempurna dan tak bercacat, melainkan memilih capres yang lebih baik dari semua kandidat capres yang ada. Indikatornya apa? Indikatornya adalah karakter yang saya sebutkan di atas. Bagaimana melihatnya? Dari rekam jejak masing-masing capres tersebut!

Saya berharap bahwa dukungan saya pada partai yang akan saya pilih nanti (PDIP) dapat membantu terpilihnya Jokowi sebagai ‘the next president of Republic Indonesia’. Selain karena alasan presidential threshold yang mensyaratkan partai politik atau gabungan partai politik untuk memperoleh minimal 20 persen kursi DPR atau mendapat suara sah secara nasional 25 persen dalam pemilu legislatif 9 April 2014 untuk dapat mengajukan pasangan capres dan cawapres pada pemilu presiden 9 Juli 2014; saya juga melihat perlunya PDIP meraih suara mayoritas di DPR untuk dapat mendukung keputusan-keputusan Jokowi bila kelak terpilih sebagai presiden. Selain itu, salahsatu alasan penting lainnya adalah untuk menghindari politik dagang sapi pada saat penyusunan kabinet jika Jokowi terpilih jadi presiden. Sudah terlalu banyak kita melihat dampak buruk dari politik dagang sapi penyusunan kabinet. Sang presiden sepertinya tersandra oleh kepentingan-kepentingan parpol lainnya. Ketua parpol yang tidak kompeten dan tidak mencerminkan diri sebagai seorang professional maupun negarawan, dipilih sebagai menteri hanya demi politik balas jasa dan meraih dukungan parpol yang absurd.

Sekali lagi, untuk alasan-alasan inilah maka saya akan menggunakan hak pilih saya pada tanggal 9 April 2014. Dan sekali lagi, saya berharap agar partai yang saya pilih nantinya tidak menjadi jumawa jika menjadi pemenang mayoritas dalam pemilu nanti. Saya bukan orang yang percaya pada teori mesin partai, bahwa suara parpol dalam pemilu tinggi karena kinerja mesin partai. Kinerja seperti apa? Serangan fajar dan sejenisnya?

Saya masih melihat bahwa sosok atau figur capres lah yang menentukan tinggi rendahnya suara parpol pendukungnya. Jadi bukan parpol yang berjasa mendulang suara untuk parpol dan capresnya, melainkan figur capres lah yang berjasa mendulang suara untuk dirinya dan parpol pendukungnya! Kita mempunyai pengalaman seperti ini pada saat Megawati menjadi capres, SBY menjadi capres, dan akan berulang pada saat Jokowi menjadi capres. Ironisnya, pengalaman juga menunjukkan betapa partai dan capres pemenang pemilu seringkali lupa diri dan tidak akuntabel pada suara dan kepercayaan yang sudah diberikan oleh rakyat. Semoga hal ini tidak berulang pada hasil pemilu kali ini. Jokowi dan PDIP mempunyai momentum untuk membayar tuntas kepercayaan yang diberikan rakyat, oleh karena itu jangan disia-siakan! Karena bila disia-siakan, bukan tidak mungkin PDIP – dan juga Jokowi – akan mengalami nasib yang sama dengan partai demokrat dan SBY saat ini!

Namun tentu saja ini pendapat subyektif saya, yang mungkin berbeda dari anda. Saya yakin andapun mempunyai alasan untuk datang atau tidak pada saat Pemilu, dan alasan untuk memilih atau tidak memilih partai dan capres yang ada. Setiap orang punya alasannya, setiap orang punya pilihannya. Selamat memilih!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun