Mohon tunggu...
Andrean Masrofie
Andrean Masrofie Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa S1 Universitas Nurul Jadid

Bergerak Dalam Lingkup Organisasi (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) PMII Universitas Nurul Jadid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Modern dan Pudarnya Spritualisme

28 April 2020   21:41 Diperbarui: 28 April 2020   21:57 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring berkembangnya zaman, budaya modern yang berkembang dikalangan masyarakat dengan pola kehidupan yang mewah dan penuh kesenangan kian semakin merebak, tanpa di sadari hal tersebut berdampak terhadap kehidupan spritualitas agama khususnya Islam.


Budaya merupakan cara hidup, dan kebiasaan, yang dimiliki suatu kelompok tertentu atau masyarakat. Tentu di setiap daerah memiliki budaya berbeda, sesuai dengan letak geografis dan pola kehidupannya. Selain itu, budaya mencangkup Seluruh aspek kehidupan manusia termaksuk di dalamya agama.


Relasi agama dan budaya, merupakan suatu  keniscayaan dalam masyarakat yang majemuk. pasalnya sebelum penyebaran agama di tanah Jawa, masyarakat sudah terlebih dahulu hidup dengan kepercayaannya, semisal mensakralkan pohon, batu atau benda-benda keramat lainya.


Dengan demikian, Islam yang di bawah walisongo ke tanah jawa, masuk dengan memberi pemahaman melalui budaya lokal masyarakat, yang perlahan-lahan di susupi nilai-nilai keislaman. Meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama, penyebaran Islam berjalan secara damai.


Sunan Kalijogo, salah satu wali yang menyiarkan Islam menggunakan pendekatan budaya. Cara ini dilakukan agar Islam dapat di terima tanpa harus menggunakan kekerasan.
Kini, seiring berkembangnya zaman. 

Teknologi-informasi yang kian canggih, dapat membantu manusia dalam segala hal. Namun disisi lain, kecanggian ini justru melahirkan budaya baru yang cenderung menggiring manusia pada hal-hal keduniaan.


Pelbagai selera massa dengan desain khusus untuk menarik perhatian massa. Membuat masyarakat menjadi konsumtif. Bahkan menjadi objek pemujaan, Misalnya mewarnai rambut dan gaya hidup populer.


Fonomena ini, menjadikan masyarakat lebih mementingkan penampilan ketimbang kesucian hati. Akibatnya, Islam sudah tidak lagi sakral. Dan hanya dijadikan status sosial. Aktifitas spiritual cendrung di jadikan penguatan citra sosial, dan status sosial, ketimbang nilai-nilai kesucian dan kesalehan. Ibadah hanya untuk pujian, dan prestise. Seperti, orang melakukan ibadah haji berkali-kali hanya untuk status sosial.


Budaya baru yang didekonstruksi kaum elite tertentu.  Ditopang oleh kapitalisme sebagai bentuk komoditi dan produksi kepada masyarakat. Umat Islam pada umumnya sudah meninggalkan nilai-nilai Islam, mereka cenderung mengikuti gaya hidup populer.


Kini, Islam terperangkap dalam identitas yang dikonstruksi budaya populer. Menjadiaka ummat Islam seolah-olah tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan hanya mampu menggantungkan diri pada sesuatu yang bersifat, imajinasi, dan ilusi.


Menurut Theodor Ludwig Wiesengrund Adorno (1903-1969). Fonomena demikian menjadikan manusia ada dalam budaya rendah, sehingga daya kritis mulai hilang. Akibat terpengaruh oleh budaya massa. membuat manusia tidak produktif dan hanya menjadi pengekor budaya baru.


Dengan demikian,  Islam harus mampu membangun peradabanya di tengah geliat zaman yang kian canggi. Menurut Adorno kemampuan itu, hanya dapat dicapai denga mengembangkan kreatifitas, inovasi serta menggali pengetahuan dari pelbagi sumber-sumber yang ada, seperti. Al-quran dan hadis.


Pendidikan pesantren harus menjadi garda terdepan, pasalnya pesantren sebagai lembaga tertuan di negri ini memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan zaman. Tanpa harus kehilangan akar sejarahnya. dengan menyatukan nilai keagamaan dengan pendidikan umum (sosiologi, ekonomi).


Sehingga dengan basis keagamaanya, pesantren mampu menyaring pegaruh budaya baru. Agar nilai-nilai Islam tetap terjaga sesuai dengan kultur yang dibangun dalam membentuk karakter dari para santri.


Serta menjadikan pesantren sebagai pencetak generasi masa depan. Dengan pengemblengan dan pendidikan kultural yang ada. Pesantren mampu melahirkan pemuda harapan bangsa, menyongsong tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun