Istilah dari free will atau kehendak bebas telah muncul selama dua millennium sebagai gambaran kanonis untuk jenis kendali terhadap tindakan yang dilakukan oleh seseorang (O'Connor, Timothy, & Cristopher, 2022).  Apa itu kehendak bebas?, apakah manusia itu memiliki kehendak bebas dalam menentukan takdirnya?, apakah semua yang terjadi di alam semesta ini merupakan bagian hukum alam (determinisme)?. Dalam menemukan sebuah jenis kendali atas kehendak bebas, kita dipaksa untuk mempertimbangkan pertanyaan mengenai kausasi, hukum alam, waktu, subtansi, hubungan sebab-akibat berdasarkan penjelasan alasan, reduksi ontology vs kemunculan, sifat motivasi dan umum dari pribadi manusia (O'Connor, Timothy, & Cristopher, 2022).Â
Dalam menilai pentingnya kehendak bebas, kita dipaksa untuk mempertimbangkan pertanyaan terkait benar dan salah, baik dan buruk, kebajikan dan keburukan, hadiah dan hukuman, dan ganjaran. Diakui secara luas Hume berkontribusi dalam debat mengenai kehendak bebas dan sangat berpengaruh dari sisi kompabilitas, dimana ini dapat dipahami sebagai pandangan bahwa manusia dan tanggung jawab moral dapat direkonsiliasi dengan determinisme kausal (Russell & Paul, 2020).
Kehendak bebas secara tradisional dipahami sebagai kekuatan untuk mengendalikan pilihan dan tindakan seseorang. Ketika seorang manusia menjalankan kehendak bebas atas pilihan dan tindakan yang dia ambil, biasanya dikatakan sebagai "tindakan terserah padanya", tetapi terserah disini maknanya apa?. Terserah disini dapat diartikan sebagai (i) terserah disini manusia memiliki kemampuan untuk memilih dan begitupun sebaliknya manusia tidak dapat memilih atau bertindak sesuai keinginannya, (ii) terserah disini bisa jadi merupakan sumber dari tindakan manusia itu sendiri.Â
Namun, penjelasan macam terdapat kontroversi yang luas apakah masing-masing kondisi ini diperlukan dalam kehendak bebas dan jika iya, bagaimana memahami jenis dan rasa dari kebebasan itu atau sumber daya macam apa yang diperlukan untuk merasakannya (O'Connor, Timothy, & Cristopher, 2022).
Robert Kane berpendapat bahwa ada dua jenis kebebasan yang perlu kita bedakan, yaitu kebebasan permukaan (surface freedom) dan kebebasan lebih dalam (deeper freedom).Â
Contohnya ketika kita sedang tidak mempunyai kerjaan atau sedang libur, pada saat itu kita memustukan untuk hangout, kita prepare buat pergi tanpa tergesa-gesa, kemudian menghidupkan kendaraan tanpa perlu bingung apakah spbu penuh atau tidak, kemudian sampailah di mall dimana kita memesan tiket untuk nonton tanpa harus melihat jam karena seharian kosong, selesai nonton lanjut makan makanan yang enak dan makanan tersebut sudah sangat diinginkan dari beberapa waktu lalu, terus pulang kerumah dalam keadaan bahagia karena tidak ada paksaan.Â
Kita melakukan tindakan kita dalam seharian tersebut dengan sukarela dan sadar karena memang itu yang kita inginkan, kemudian tidak ada yang memaksa dan melarang untuk melakukannya. Itulah contoh dari surface freedom, sebuah kemampuan untuk melakukan apa yang kita inginkan (Murtiningsih, 2021). Untuk kebebasan lebih dalam kita harus bertanya kepada diri kita apakah kebebasan itu bersumber dari dalam kita atau adakah sesuatu yang lain di luar kendali kita.
Determinisme sendiri merupakan sebuah ide bahwa setiap peristiwa itu ditentukan oleh peristiwa dan kondisi yang mendahuluinya beserta dengan hukum alam (Murtiningsih, 2021). Peter Van Iwagen (1983) mendifinisikan determinisme sebagai sebuah tesis bahwa masa lalu menentukan masa depan yang unik.Â
Jika determinisme ini benar maka segala keputusan yang kita ambil selama ini baik itu di masa sekarang maupun di masa lalu merupakan sebuah  tindakan yang telah ditentukan oleh hukum alam bahkan sebelum kita lahir, maka segala bentuk tindakan, pikiran dan segala hal yang kita lalui sepanjang hidup kita bukanlah sesuatu yang kita tentukan sendiri.Â
Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa tuhan telah menentukan takdir kita bahkan sebelum kita itu lahir segala takdir kehidupan dan kematian sudah tuhan tentukan. Karena semuanya telah ditentukan dari awal maka kita tidak mungkin dapat menghindar dari sebuah rangkaian sebab-akibat, sebab segala sesuatu yang kita lakukan dan tindakan yang kita ambil hanyalah sebuah rangkaian dari sebab-akibat yang ada di alam semesta yang berjalan sesuai dengan hukum alam (Murtiningsih, 2021).
Bibliography
Murtiningsih, S. (2021). Kajian Kritis Atas Persoalan-Persoalan Metafisikan Kontemporer. In S. Murtiningsih, Kajian Kritis Atas Persoalan-Persoalan Metafisikan Kontemporer (p. 92). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
O'Connor, Timothy, & Cristopher, F. (2022, November 3). Free Will. Retrieved March 9, 2023, from Stanford Encyclopedia of Philosophy: https://plato.stanford.edu/archives/win2022/entries/freewill/
Russell, & Paul. (2020, May 27). Hume on Free Will. Retrieved March 9, 2023, from Stanford Encyclopedia of Philosophy: https://plato.stanford.edu/archives/fall2021/entries/hume-freewill
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H