Kenaikan PPN 12% menjadi hal yang sangat dibincangkan saat ini, terlebih dengan banyaknya pro dan kontra yang terkait rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Kebijakan ini memicu diskusi mendalam karena dinilai dapat memberikan dampak signifikan, baik dari sisi penerimaan negara maupun kesejahteraan masyarakat. Namun, keberhasilan penerapannya sangat bergantung pada langkah mitigasi yang tepat dan komunikasi yang efektif antara pemerintah dan masyarakat.
Alasan Pemerintah Menaikkan PPN
Rencana pemerintah menaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menuai banyak Pro dan Kontra. Berikut alasan mengapa pemerintah berencana menaikan PPN menjadi 12%:
1. Kenaikan PPN 12% Meningkatkan Penerimaan NegaraÂ
Pemerintah menargetkan kenaikan PPN 12% sebagai cara untuk meningkatkan pendapatan negara, yang akan digunakan untuk membiayai berbagai program prioritas. Dana tersebut sangat dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur, memperbaiki layanan pendidikan, serta meningkatkan akses kesehatan. Dengan penerimaan pajak yang lebih tinggi, pemerintah berharap dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional pasca-pandemi COVID-19 yang telah melumpuhkan banyak sektor.
2. Menutup Defisit Anggaran
Pandemi memberikan dampak besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Defisit yang melebar akibat belanja stimulus dan penanganan kesehatan mendorong pemerintah untuk mencari sumber pendapatan baru. Kenaikan PPN 12% dianggap sebagai solusi yang efektif untuk mengurangi defisit, mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri, dan tetap menjaga stabilitas keuangan negara.
3. Kenaikan PPN 12% Mengurangi Ketergantungan pada Sumber Daya Alam
Selama bertahun-tahun, pendapatan negara sebagian besar bergantung pada sektor sumber daya alam yang cenderung fluktuatif. Dengan menaikkan PPN, pemerintah ingin memperluas basis pajak yang lebih stabil dan berkelanjutan. Pendapatan ini nantinya akan menjadi sumber keuangan yang dapat diandalkan untuk mendukung program jangka panjang.
Dampak PPN terhadap daya beli masyarakat indonesiaÂ
Berikut beberapa dampak yang akan dirasakan oleh masyarakat indonesia setelah rencana PPN diterapkan:
1. Meningkatnya Biaya Hidup karena Kenaikan PPN 12%
Kenaikan PPN 12% akan membuat harga barang dan jasa menjadi lebih mahal, terutama barang konsumsi harian seperti makanan, minuman, dan kebutuhan rumah tangga. Hal ini berpotensi menurunkan daya beli, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
2. Menurunnya Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga yang menyumbang lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berpotensi menurun karena masyarakat memilih untuk mengurangi pengeluaran non-esensial. Ini menciptakan efek domino pada sektor ekonomi lainnya, seperti perdagangan dan UMKM yang bergantung pada permintaan domestik.
3. Beban Tambahan untuk kelas menengah karena Kenaikan PPN 12%
Kelas menengah yang dianggap sebagai pendorong utama ekonomi nasional akan merasakan dampak besar dari kebijakan ini. Mereka mungkin harus menunda atau bahkan mengurangi pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, dan tabungan demi menyesuaikan anggaran rumah tangga dengan kenaikan harga barang.
4. Meningkatnya risiko inflasi
Dengan kenaikan PPN 12%, risiko inflasi menjadi lebih tinggi. Produsen dan pedagang akan menaikkan harga untuk menutupi biaya tambahan. Inflasi ini akan semakin memperburuk daya beli masyarakat, terutama bagi mereka yang tidak mengalami peningkatan pendapatan.
5. Mengubah Pola Konsumsi karena Kenaikan PPN 12%
Kenaikan harga barang akan mendorong masyarakat untuk mencari alternatif yang lebih murah, bahkan dengan kualitas lebih rendah. Pola konsumsi ini akan berdampak pada pasar, menyebabkan produsen dan distributor harus beradaptasi dengan permintaan yang berbeda.
Langkah Mitigasi dan Mempersiapkan Kenaikan PPN 12%
Agar masyarakat dapat menghadapi dampak kenaikan PPN 12% dengan lebih baik, berikut beberapa langkah mitigasi yang dapat dilakukan:
1. Mengevaluasi Anggaran Rumah Tangga Karena Kenaikan PPN 12%
Masyarakat perlu menyusun anggaran yang lebih cermat, memprioritaskan kebutuhan pokok, dan mengurangi pembelian barang yang tidak mendesak. Dengan manajemen keuangan yang baik, dampak kenaikan harga dapat diminimalkan.
2. Penyesuaian Strategi Harga bagi Pelaku Usaha
Pelaku usaha, terutama di sektor UMKM, perlu menyesuaikan strategi mereka untuk tetap kompetitif. Hal ini meliputi efisiensi operasional, inovasi produk, dan menjaga kualitas agar tetap menarik bagi konsumen. Dengan strategi yang tepat, pelaku usaha dapat tetap bertahan meski daya beli masyarakat menurun.
3. Peningkatan Literasi Keuangan
Pemerintah, institusi keuangan, dan lembaga pendidikan perlu bekerja sama untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Pemahaman yang lebih baik tentang pengelolaan keuangan pribadi, investasi, dan perencanaan jangka panjang dapat membantu masyarakat menghadapi tantangan ekonomi. Program edukasi keuangan yang menyasar berbagai kelompok masyarakat, termasuk generasi muda dan pekerja informal, dapat menjadi solusi jangka panjang dalam menghadapi tekanan ekonomi seperti kenaikan PPN 12%.
Kenaikan PPN 12% adalah langkah besar yang bertujuan mendukung keberlanjutan ekonomi Indonesia. Namun, dampaknya terhadap daya beli masyarakat perlu menjadi perhatian semua pihak. Langkah mitigasi seperti edukasi keuangan, efisiensi bisnis, dan pengawasan pemerintah harus dilakukan secara menyeluruh. Dengan persiapan yang baik, kebijakan ini diharapkan membawa manfaat jangka panjang bagi perekonomian Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H