Mohon tunggu...
FIRITRI
FIRITRI Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis, Penulis Mojokerto, Blogger dan Pembawa Acara yang tertarik dalam Human Interest, Budaya serta Lingkungan

Penulis, Penulis Mojokerto, Blogger dan Pembawa Acara yang tertarik dalam Human Interest, Budaya serta Lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesawat, Minta Uangnya dan Nasionalisme

20 Agustus 2020   10:45 Diperbarui: 20 Agustus 2020   10:40 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pesawaaaaaat, njaluk dhuwiteeee!"....... (pesawat, minta uangnya)

Itu istilah turun temurun yang dipakai anak-anak jikalau ada pesawat melintas di atasnya. Kok bisaaaaa, ada tingkah seperti itu.

Jangan salah....pasti ada sebabnya.
Ini cerita asal muasal anak-anak minta uang ke pesawat.

Saya ini berfoto di Desa Karangdieng Kecamatan Kutorejo. Coba diperhatikan, di sana ada Pos TNI AU. Bagaimana bisa Pos TNI AU di sini ya. Kapan dibelinya.

Begini Ceritanya.

Tahun 1920-an Belanda sudah mencium gelagat Jepang akan menyerang. Banyak intel-intel Jepang berkeliaran di Indonesia termasuk di Mojokerto. Hebat kan perencanaan penyerangan itu, membutuhkan waktu 20 tahun lebih.

Untuk persiapan menghadapi jepang itu, Belanda membangun instalasi militer mulai di pantai utara dengan benteng dan baterai sepanjang pantai utara hingga radar dan pangkalan udara.

Nah, di daerah Surabaya dan sekitarnya sementara masih memakai pangkalan udara Morokrembangan. Keberadaannya mudah diserang dari arah laut. untuk itu Belanda membangun pangkalan di dekat Morokrembangan.

Survey beberapa tahun terutama tentang keadaan tanah, curah hujan dan cuaca lainnya menunjuk Sungai Brantas untuk pangkalan air (pesawat amphibi), Jetis dan Karangdieng Kutorejo. Dibangunlah instalasi militer untuk pangkalan udara di sini. Nah, saya akan bercerita tentang Karangdieng saja ya.

Bangunan sederhana, landasan pacu untuk pesawat....daaaan...

Dhuarrr......belum sempat dimanfaatkan sudah ada serangan dari Jepang. Dalam waktu sekejap Belanda menyerah tanpa syarat. Maka, Jepang memakainya dengan gratis.

Jika di Maguwo Jogja banyak terdapat pesawat Cureng Jepang, tidak demikian dengan Karangdieng Kutorejo ini. Pada pangkalan ini terdapat 2 buah Mitsubishi A6 Zero untuk siaga. Lainnya ada 100an berada di Morokrembangan Surabaya.

Pesawat A6 Zero ini jauuuuuuh lebih canggih daripada Cureng yang ada di Jogja. Kelak saat merdeka, Inggris datang dan menyerang kita. Semua peralatan perang Jepang dipakai pejuang untuk melawan Inggris, kecuali....... Pesawat A6 Zero ini.

Jelas lah...siapa mau menerbangkannya wong belum tau caranya . Akhirnya ya semua hancur dibom Inggris.

Lantas, Inggris kembali ke negaranya dan menyerahkan Indonesia ke Belanda. Kita masih bersikeras untuk merdeka. Belanda pun melancarkan Agresi Militer I dengan Operasi Produk dan Agresi Militer II dengan Operasi Gagak.

Waduh......
Kita tetap memilih melawan Belanda. Tentara Indonesia dengan peralatan seadanya terus melawan dilindungi oleh rakyat.

Nah, Belanda berniat mengambil hati rakyat Indonesia. Melalui Agresi Militer, rakyat kesulitan pangan sehingga banyak kelaparan. itulah akibat memilih republik.

Agar hati rakyat berpindah memilih kerajaan Belanda dan tidak melindungi tentara Indonesia lagi, Belanda membagikan makanan (Sembako) mulai dari minyak, roti, mentega, beras.......hingga uang.

Nah pembagian ini banyak dilakukan dari udara. Karangdieng ini dipakai untuk pangkalan membagikan sembako itu. Pada saat itu, di sini banyak drum-drum bahan bakar, oli, peralatan dan logistik untuk dibagikan.

Belanda saat itu hanya mempunyai 3 buah C47 Dakota tercanggih di masanya dan salah satunya sering hilir mudik di Karangdieng Kutorejo ini. Mengisi sembako...uang dan lainnya.

Kemudian terbanng dan menjatuhkan bawang bawaan serta uang dalam bentuk Gulden.

Waaooow...anak-anak kecil kegirangan. Setiap ada pesawat akan dikira menjatuhkan uang.
"Pesawaaaat, njaluk dhuwiteee!!!" mereka berteriak-teriak.

Yaa, tentunya tidak semua pesawat menjatuhkan uang dan sembako.

Hebatnya, para orang tua melarang anak-anaknya mengambil bahan makanan dan uang dari pesawat Belanda itu. Lebih baik makan makanan seadanya daripada merendahkan harga diri untuk Kerajaan Belanda.

Anak-anak yang tidak mengerti, hanya heran saja dengan orang tua mereka. Setelah merdeka penuh 1949, Karena pangkalan seluas 41 Hektar ini adalah instalasi angakatan udara, maka pengampu selanjutnya diserahkan kepada TNI AU.

Sekarang dipakai untuk pos latih saja. Dengan banyak ditanami tebu oleh masyarakat sekitar.

Itulah kisah Karangdieng Kutorejo...semoga kita tidak heran lagi ya dengan Pesawaaat, njaluk dhuwiteee!!!
#penulis #mojokerto #firi #firitri #humaninterest #perempuan #menulis #penulismojokerto #cerita #ceritamojokerto #penulis_mojokerto #kisah #character #womaninwork #writing #writer #female #woman #mojosari #kutorejo #pesawat #pangkalan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun