Ramadhan telah dilalui , menjelang kita pada idulfitri. Seperti biasa lebaran adalah moment yang semua orang rindui. Seperti kebanyakan hari raya pada agama apapun , semua bersuka cita kembali pada fitrah.
Tapi tahun ini berbeda , sangaat berbeda karena pandemi covid19 yang sampai hari ini belum berakhir. Kita tidak tahu sampai kapan suasana harus seperti ini , tapi hidup harus berlanjut ...
Shalat ied tidak seramai biasanya pun tidak dilanjutkan dengan hilir mudik tetangga kiri kanan yang saling berkunjung. Jalan sepi lengang karena hanya beberapa orang lewat setelah melalui maraknya portal yang menghalau orang dari kampung lain untuk sementara. Suepiiiii dan tidak ada kegiatan berarti di luar rumah.
Duarrrr...
Tiba tiba saya dikagetkan mercon lidi yang di sulut anak anak di belakang rumah. Kebetulan tempat tinggal saya di desa jadi kebun masih luas dengan batas tanaman bambu seperti layaknya desa di tanah jawa.
Bau asap petasan lidi menyeruak ke hidung seperti bau mesiu. Nahhh .. pikiran saya kembali ke masa masa kecil ketika petasan belum dilarang. Petasan, mercon dan kembang api identik dengan kemeriahan lebaran. Menjadi kenangan tersendiri ketika sepanjang jalan kampung penuh dengan sampah kertas mercon yang hancur berhamburan .
Dulu sekali selain baju baru , masakan enak , banyak sekali kebiasaan yang hanya ada ketika lebaran.
Beberapa hari menjelang lebaran ibu ibu sudah mempersiapkan keperluan mulai kue kue kering , baju , masakan untuk hantaran (kami menyebutnya weweh ) sampai dengan berbagai masakan daging atau ayam lezat yang boleh kami makan sepuasnya tanpa dilarang jika kebanyakan hehehe. Ya maklum saja ketika itu tahun 80 an keluarga kami sangat pas pasan untuk bisa makan enak dan bebas mungkin hanya pas lebaran.
Sementara para wanita sibuk dengan urusan domestik , bapak bapak dan kebanyakan laki laki dikampung berlomba membersihkan lingkungan,mengecat rumah dan satu lagi adalah menggulung kertas sebanyak banyaknya untuk bahan petasan.
Bahan kertas diperoleh dari bermacam macam, mulai dari kertas koran sisa buku tulis sampai dengan kalender bekas. Saya ingat sekali jaman itu kalender masih tipis dengan tulisan angka yang besar besar. Kertas akan di gunting sesuai dengan ukutan petasan.
Setelah itu untuk bubuk peledak bisa beli di suatu tempat yang saya gk tau namanya. Baunya seperti mesiu berwarna abu metalik. Sekalian kertas sumbu yang nanti digunting kecil untuk pemantik api...
Begitu gulungan mercon berbagai ukuran siap berkarung karung baru dilanjutkan mengisi obat mercon . Begitu saya sebutnya . Setelah diisi di lubang tengahnya lalu di sambung sumbu selanjutnya dipacek istilah untuk menutup lubang memakai bambu kecil menyisakan gulungan sumbu.
Petasan siap disambung-sambung atau istilahnya rentengi memanjang yang nanti akan disulut selepas solat id. Biasanya di gantung di galah panjang dengan sebutan watang .
Watang ini pokok bambu yang menjulang untuk menggantung petasan juntaian. Paling ujung akan di pasang petasan ukuran paling besar. Disini kami menyebutnya mercon blanggur hahaha... Seperti bom penghabisan...
Kalau saya lebih memilih mercon bumbung (dari bambu) atau mercon pendem (menggali tanah dan dikasih kaleng yang dilubangi kemudian dipendem atau dikubur menyisakan lubang).
Metoda nya sama. Dengan mengisi Karbit alias Kalsium Karbida dan dikasih air......akan ada reaksi yang menghasilkan gas asitelin. Gas mudah terbakar bahkan dipakai tukang las ini akan memenuhi kaleng yang dipendam atau bambu.....
Setelah gas banyak tinggal disulut api...
Dhuaaarrr!!! indah sekali suaranya....
Kembali ke urusan ibuk ibuk yang paling dinanti kanak kanak ketika itu adalah weweh. Ini tradisi saling berkirim hantaran nasi beserta kelengkapannya nasi, sayur , lauk pauk dan kue kue.
Dengan memakai baju terbaik kami anak anak berlomba mengumpulkan sangu sebanyak banyak . Setiap menghantar wewehan kami tidak akan pulang menunggu sampai tuan rumah memberi uang sangu. Berapapun yang kami terima rasanya senang sekali. Bahkan saya punya dompet kusus berisi uang sangu.Â
Ketika itu saya hapal diluar kepala siapa siapa saja yang selalu memberi sangu uang besar. Tahun 80 an untuk ukuran kampung uang 1000 sudah sangat besar heheheh.
Puncak perayaan dimulai dengan malam takbiran. Masjid penuh dengan anak anak berebut saling mengeraskan suara. Dilanjutkan arak arak an membawa obor keliling kampung. Obor kami buat dari potongan bambu diisi minyak tanah . Sumbu memakai kain bekas yang dicelup minyak tanah. Pulang takbir keliling dipastikan muka menghitam karena asab obor hehehe
Kami tidak bisa tidur karena terlalu gembira menunggu besok solat ied. Waktunya pamer baju , sandal baru yang dari semalam sudah disiapkan ibu di tempat tidur masing msing.
Daannn.....
Baju baju tersebut belum dicuci karena bau kain adalah bukti kalau saya pake baju baru hehehhe.
Pagi pagi benar masjid bertalu talu bedug mengiringi takbir. Kami bersaudara berebut mandi menuju solat ied. Solat digelar sampai memenuhi jalan karena semua sanak saudara hampir semua penduduk kampung datang dari perantauan. Inilah suasana yang paling dirindukan.. bersuka cita merayakan kemenangan setelah puasa 1 bulan penuh. Solat ied diakhiri dengan bersalaman saling memaafkan....
Keseruan belum berakhir disini .. waktunya pertunjukaannnn . Beberapa pemuda sibuk memasang untaian petasan di perempatan , pertugaan sampai pos kamling. Masih memakai baju shalat kami bersiap menyaksikan ledakan petasan seperti rentetan tembakan .
Petasan di sulut dari untaian paling bawah dengan ukuran kecil. Sambung menyambung sampai atas . Terkadang ada yang tidak meledak alias busung karena tersumbat.. tapi petasan tetap berentetan saling menyulut . Kami melihat dengan gembira kertas hancur berhamburan disertai asap dan bunyi yang memekakkan telinga.
Saya yang perempuan ini dianggap aneh karena lebih memilih mercon bumbung dari kaleng yang saya pendam atau bambu....
Alasannya adalah saya ini penakut dan kalau kaget bisa latah kemana mana hehe. Tapi tetap saja saya suka mercon
Semua bersiap menutup telinga ketika petasan sampai di untaian terakhir di atas...
Blaarrrrr bunyi yang sangat kami nanti nanti menggoncang kaca kaca rumah. Kami berhamburan bersorak sorai lari berebut asab yang mengepul di bekas ledakan. Bau lebaran sekali sambil sesekali berebut serpihan kertas bak hujan turun dari langit. Ini baru yang nanya lebaran ketika itu ....
Sekarang sudah tidak saya temui lagi peristiwa peristiwa semacam itu. Pemerintah melarangnya karena banyak korban berjatuhan akibat petasan.
Sesekali saya masih menyulut kembang api atau kembang tetes yang silau dimata. Semata mata mengembalikan rasa ketika kecil saya dulu..
Ternyata banyak yang kita rindui lebih dari sekedar merayakan Idulfitri. Rindu bisa saling memeluk dan bersalam tatap muka bersama orang tua , saudara dan kerabat. Berbagi bahagia yang kini sementara adalah hal yang terlarang ...
Sekarang......saya jadi ibu-ibu...kok jadi ngeri dan kaget ya kalau ada suara petasan
Selamat idulfitri 1441H ... (Firitri)
#penulis #mojokerto #firi #firitri #humaninterest #perempuan #menulis #penulismojokerto #cerita #ceritamojokerto #penulis_mojokerto #kisah #character #idulfitri #lebaran #eidmubarak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H