Kembalinya dengan menggunakan Kijang Bajul. Bapak-bapak penjual tadi masuk ke kabin belakang kijang. Sepedanya?
ditaruh dengan cara ditidurkan di atas atap kijang. Hebat lho yaaa ......
Ceritanya ada yang pernah menghitung rekor tertinggi adalah 7 sepeda diikat menumpuk di atas kijang itu.
Pertengahan 1990-an sudah ada beberapa peremajaan dengan mengganti mobil angkutan ini dengan Suzuki Carry, Mitsubishi L300 dan Daihatsu Zebra. Saya pernah melihat sendiri atap Suzuki Carry ditumpangi 5 sepeda angin yang berat itu....dan
Brak!!!!! Jebol!! ya iya lah...plat yang digunakan untuk atap kijang kan lebih tebal. Menggunakan 1.2 milimeter sedangkan Suzuki Carry itu dengan 0,8 milimeter ketebalannya.
Waktu Tempuh Seperti Bekicot
___________________________
Karena menunggu penumpang dan mencari penumpang di jalan, maka kecepatannya dapat mencapai 10km per jam. Pelaaaan. Bahkan dari atas sering mematikan mesin dengan hanya mengandalkan rem demi meminimalis pemakaian BBM.
Tak heran jika berangkat jam 5 subuh dari Pacet akan mencapai Mojosari jam 07:00 bahkan lebih. Untuk Mojokerto? lebih lama lagi.
Tahun 1960-an terminal ini menjadi asteri angkutan lho....hingga 1993 untuk akhirnya dipindah ke pasar sekarang. Jadi pasar yang dulu di parkiran putaran bundaran Pacet ini, dulu dijadikan taman. Memang nggak etis lah pasar ada di tengah kota. Kemudian terminal dijadikan pusat jajanan dan pasar bunga.
Setelah itu Taman dijadikan Parkiran dan Terminal dipindah lagi ke Bekas Kantor Camat Pacet yang sekarang menjadi etalase pasar modern.
Pusat jajanan ini, dijadikan jalan tembus. Awalnya pusat jajanan ada di sebelah kiri(barat) sekarang dipindah ke kanan (timur) Jadilah jalan tembus.
Angkutan umum? sepiiiii karena warga lebih memilih angkutan pribadi yang lebih cepat dan nyaman.
Pedagang dan lainnya juga tidak memilih angkutan umum lagi. Itulah Kisah Kijang Buaya dan Terminal Pacet.