Mohon tunggu...
Andrea Ardi Ananda
Andrea Ardi Ananda Mohon Tunggu... Pustakawan - Man Jadda Wajada

Pustakawan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Lombok Timur yang hobi travelling dan menjelajah cakrawala literasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu, Perpustakaan Pertamaku

21 Desember 2024   23:18 Diperbarui: 21 Desember 2024   23:22 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang ibu dan anaknya di POCADI RSUD dr. Raden Soedjono Selong

Bu, itu gambar apa yaa? Celetuk seorang bocah sambil menunjuk gambar itu ketika ibunya membuka lembaran sebuah buku. Owh, itu gambar kue brownis Nak, jawab si ibu sambil terus melanjutkan aktifitas membacanya. Kebetulan mereka sedang menunggu antrean di Pojok Baca Digital (POCADI) RSUD dr. Raden Soedjono Selong yang sedang ramai. Sehingga si ibu pun memutuskan mengajak anaknya ke POCADI untuk memanfaatkan waktu sembari mengusir kejenuhan mengantre tentunya. Begitulah ibu, selalu ada saja cara agar anaknya merasa nyaman dan terlindungi.

Apalah jadinya diriku jika tanpa Ibu?

Mungkin semua kita akan berpikir demikian tentunya. Peran ibu tak akan pernah tergantikan dalam hidup kita. Rekaman indah akan ibu pun terukir dalam berbagai lirik lagu yang bertemakan ibu. Melly Goeslaw-Bunda, Sania-Ibunda, hingga Vidi Aldiano-Cinta untuk Mama. Dalam hadits riwayat Bukhari Muslim, Rasulullah SAW pun telah menjelaskan pentingnya berbakti kepada ibu hingga disebut sebanyak tiga kali sebelum memerintahkan untuk berbakti kepada ayah.

Masih ingatkah ketika kita masih kecil yang tumbuh dengan rasa keingintahuan yang seolah tak pernah padam.

Bu, apa itu yang terbang di angkasa?

Bu, kenapa setelah langit mendung turun hujan ya?

Bu, kok semutnya banyak di gelas bekas sirupnya?

Serta sederet pertanyaan-pertanyaan yang acap kali kita tanyakan berulang kali kepada ibu. Namun ibu selalu menjawab dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Ibu ibarat perpustakaan berjalan yang tahu segalanya dan pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan terjawab oleh koleksi buku-bukunya. Ibu adalah perpustakaan pertamaku. Ibu dengan telaten mendidik anaknya untuk mengeja huruf dan mengenal angka dengan caranya. Pelan tapi pasti kita pun akhirnya bisa membaca, menulis dan berhitung berkat ibu, baik itu ibu di rumah maupun ibu guru di sekolah. Bahkan ibu pun rela kurang tidur demi anaknya tidur nyenyak, ibu rela bangun lebih awal demi anaknya dapat sarapan dan tak terlambat berangkat sekolah, bahkan ibu rela menyisihkan sedikit uang belanjanya untuk uang saku anaknya di sekolah.

Menginjak remaja kita dibekali berbagai petuah-petuahnya yang selalu mengingatkan untuk berbuat kebaikan. Apa yang kamu tanam maka itulah yang akan kamu tuai kelak, begitulah kira-kira pesan ibuku dulu. Tak henti-hentinya ibu melangitkan doa di tiap sujud sholatnya, menyebut nama kita agar selalu diberkahi dalam hidup. Terkadang kita lalai akan pesannya. Terkadang kita keras kepala dan bersikeras dengan pendirian kita yang bertentangan dengan keinginan ibu. Maklumlah diusia remaja yang memasuki masa puber menjadi fase dimana kita sering mencari jati diri, emosi yang belum stabil dan kuatnya pengaruh pergaulan teman sepermainan. Namun ibu tak henti-hentinya menasehati putranya untuk tak kelewat batas, mawas diri dan rajin belajar. Sejatinya ibu ingin melihat anak remajanya bisa tumbuh dewasa dengan bekal ilmu yang cukup sebagai bekal menapaki tahap kehidupan selanjutnya yang lebih berat.

Memasuki usia dewasa, bukan berarti ibu berdiam diri melihat putranya mengarungi samudra kehidupan. Wejangannya tak pernah using ditelan waktu. Tak ada ibu di dunia ini yang ingin melihat putranya sengsara, tak ada ibu yang ingin melihat putranya tak berilmu, tak ada ibu yang ingin melihat putranya tak bahagia.

Ibu selalu menjawab pertanyaan kita, ibu selalu memberi apa yang kita butuhkan, ibu selalu memberi solusi ketika kita hadapi persoalan. Ibarat perpustakaan yang menyediakan beragam sumber ilmu yang siap membantu dengan koleksi bukunya. Meski zaman semakin canggih, keberadaan perpustakaan rasanya juga tak akan tersisihkan karena kemampuannya beradaptasi dengan waktu. Ibu pun demikian, perubahan anaknya dari bayi hingga sudah dewasa sekalipun tak membuat perannya tergantikan. Ibu selalu mampu menjadi figure yang menjadi panutan dan idola anaknya. Terlepas dari itu semua, terkadang kita sebagai anak lupa. Sebenarnya apa yang telah kita perbuat dan persembahkan untuk ibu hingga detik ini? Setiap orang punya cara masing-masing untuk mengekspresikan rasa cintanya kepada ibu. Sebab cinta ibu selalu abadi kepada anak-anaknya. Ibu, pengorbananmu tak akan pernah ternilai dan tergantikan oleh apa pun. Engkau adalah lentera penerang hidupku. Teruslah bersinar karena aku berjanji akan menjagamu hingga akhir hayat nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun