Mohon tunggu...
Andre Yuris
Andre Yuris Mohon Tunggu... wiraswasta -

Menulis untuk membebaskan hati dan pikiran. Menulis opini tentang realitas kemanusiaan dan reportase parjalanan/traveling diwilayah Indonesia adalah tantangan. Selain menikmati hoby fotografi dan hiking.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

De-moralisasi POLRI: Mutung dan Terlatih Patah Hati

24 Januari 2015   21:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:26 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1422082871815032402
1422082871815032402
“Gimana kalau Polisi se-Indonesia mutung mas, kan bahaya? ” . “ Ya sangat berbahaya mas” jawab saya. Pertanyaan tak terduga dari teman saya pagi ini, cukup mangagetkan. “Mu·tung”menurut kamus diartikan patah hati sehingga tidak mau melanjutkan hubungan. Para polisi mutung, patah hati dan tidak mau menjalankan tugasnya tentu sangan tidak diharapkan karena memunculkan kekacauan parah

Apakah para polisi bisa mutung? Bisa saja pastinya. Namun mungkin jiwa nasionalisme mereka berhasil meredam rasa mutung dalam hatinya. Mungkin dalam hati mereka bisa mutung, berutung dalam tindakan tidak terjadi.Namun, mutungnya para polisi tidak hanya melulu soal perasaan. Mutung dalam tugas penegakan hukum dan keamanan mungkin terpikirkan, namun tentu sangat diharapkan tidak terjadi. Mutung adalah ungkapan de-moralisasi.

Menyimak kehebohan BG dan BW akhir-akhir ini memungkinkan demoralisasi terjadi. Demoralisasi lahir pertama: Kala calon pucuk pimpinan POLRI jadi tersangka tentu secara melahirkan ketidaknyaman bagi polisi. Ketidanyaman yang kemudian berkembangan menjadi tidak percaya diri berhadapan dengan masyarakat. Belum lagi tekanan media, politik dan komentar yang buruk tentang institusi kepolisian berseliweran.

Kedua : Paska pembebasan dan penangguhan BW, Komisioner KPK. Dimana tekanan masa dan politik yang sedemikian kuat membuat para penyidik berubah sikap. Para penyidik yang sebelumnya merasa yakin, menjadi sangat kompromis karena pucuk pimpinan menghendaki sebaliknya. Ditambah lagi komentar mantan Mantan Wakil Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Oegroseno "Kalau sekarang saya yang jadi Wakapolri, sudah saya tempeleng dia," seperti dikutip tempo.co, Jumat, 23 Januari 2015. Komentar Oegroseno mengarah kepada Kepala Badan Reserse Kriminal, Komjen Budi Wiseso.

Dua hal yang diatas akan melahirkan perasaan bercampur aduk bagi anggota POLRI. Para perwira mungkin terbiasa, hal berbeda tentu dirasakan aparat polisi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.Bisa saja perasaan patah hati atau malah membangkitkan motivasi pelayanan hukum. Tentu yang diharapkan, kejadian diatas malahirkan motivasi profesionalitas penegakan hukum. Walaupun tidak mudah, bila prasangka buruk terus dialamatkan pada institusi ini.

Dampak lain pada sisi masyarakat yang merasa diri lebih baik moralnya dari polisi menjadi cenderung tidak menghargai para penegak hukum ini. Masyarakat mendapat pembenaran untuk tidak patuh dan melawan. Masyarakat dengan kekuatan massa dapat begitu saja memaksa membebaskan seeorang yang ditahan. Bila tidak dibebaskan maka mereka bisa membakar dan menghancurkan mobil dan kantor polisi. Ini kemudian melahirkan rantai panjang, bernama hukum pura-pura. Dimana hukum ditegakan agar menyenangkan kelompok penekan semata.

Kehendak baik para pihak yang menghendaki institusi POLRI bersih tentu wajib didukung.Kehendak baik yang dilaksanakan dengan cara yang baik pula. Kehendak baik dalam proses hukum tercermin dalam memperlakukan semua warga sama didepan hukum. Bukan karena karena pejabat negara (penegak hukum), bisa bebas dengan kompromi dan lobi tingkat tinggi. Bukan juga ngotot karena jiwa karsa, kemudian bertindak membabi buta. Juga bukan dengan tekanan masa dan wacana negatif yang justru akan melemahkan motivasi, kecacatan dan demoralisasi.

KPK dan POLRI adalah lembaga penegakan hukum yang setara. Bila mau diselamatkan, tidak hanya #savekpk, perlu ditambahi #savepolri. Apalah arti KPK bila POLRI lemah, begitu pula sebaliknya. Ini hanya akan melahirkan cacat baru dalam cita-cita reformasi. Akan lebih adil dan cerdas bila tidak saling melemahkan, dan energi publik sebaiknya dikerahkan untuk melawan invisible hand bernama politisasi. KPK dan POLRI terbiasa dengan tantangan, meraka akan mampu eksis, beradaptasi dan semakin terlatih patah hati.

Save KPK, Save POLRI, Save Indonesia.

*Andre Yuris, Nera Academia Surabaya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun