Teka-teki siapa pelatih Juventus untuk musim depan terjawab sudah. Maurizio Sarri didapuk menggantikan posisi Massimiliano Allegri untuk menakhodai Si Nyonya Tua dengan kontrak sampai dengan 2022. Kabar ini menyudahi berbagai spekulasi media terkait kabar pelatih baru Juventus setelah Allegri diputuskan dipecat.
Tidak ada yang tahu pasti apakah Sarri merupakan pilihan utama manajemen Juventus untuk menggantikan Allegri ataukah merupakan ban serep dari ketidakmampuan Agneli, Paratici, dan Nedved untuk membawa Pep Guardiola menangani Si Nyonya Tua. Keputusan mendatangkan Sarri sendiri tidak sepenuhnya mendapat restu dari jutaan fans Juventus.Â
Selain karena tindak tanduk pelatih berusia 60 tahun ini kala masih menangani Napoli yang merupakan rival berat Juventus selama beberapa tahun belakangan ini, namun juga masih banyak yang menyangsikan kemampuannya untuk bisa membawa Juve berlari lebih jauh tidak hanya di Serie A tapi yang terutama adalah di kancah UEFA Champions League (UCL). Kekhawatiran akan penunjukan Sarri juga ditunjukkan oleh bursa saham Juventus yang turun sekitar 5.1% dari penutupan hari Jumat (14/6) pada penutupan saham Senin (17/6), satu hari setelah penunjukan Sarri.
Seperti diketahui, sepanjang karirnya Sarri baru 1 kali saja mampu meraih gelar besar. Juara UEFA Europa League (UEL) baru saja didapatkannya di akhir musim kemarin bersama Chelsea, sekaligus menjadi kado perpisahannya dengan The Blues. Memang selama hampir 30 tahun berkarir sebagai pelatih, Sarri baru dalam 5 tahun belakangan ini memegang tim besar.Â
Dimulai dari Napoli di awal musim 2015/16 sampai dengan sekarang berada di Juventus. Kekurangan pengalaman dan jam terbang di level tinggi ini yang dikhawatirkan oleh para fans Juve mengenai apakah Sarri memilliki kapasitas untuk membawa tim sebesar Juve ke tangga juara UCL.
Walau memenangi UEL, perjalanan Chelsea di kompetisi tersebut terbilang cukup mudah. Ujian terberat mereka selain menghadapi Arsenal di final hanyalah Eintracht Frankfurt di semifinal.Â
Pengalaman Sarri di UCL pun tidak bagus. Dua kali berlaga di UCL kala menangani Napoli, periode pertama (2016/17) berakhir di tangan Real Madrid di babak 16 besar dan periode kedua (2017/18) berakhir sebagai peringkat 3 di grup F dan kemudian gugur di babak 32 besar UEL di tangan RB Leipzig. Di musim pertama Sarri sebagai pelatih Napoli, mereka pun harus menyudahi laga di UEL pada babak 32 besar setelah kalah dari Villarreal. Memang  Juve bukan lah Napoli atau Chelsea, tetapi UCL pun bukan UEL. Tantangan bagi Sarri untuk menaklukkan UCL tidak akan mudah.
Hal yang membuat Juve tertarik mendatangkan Sarri tentunya adalah gaya permainnya: Sarriball atau Sarrismo. Permainan menyerang dengan umpan-umpan pendek cepat yang mengandalkan possession football atau lebih dikenal dengan sistem vertical tiki-taka menjadi ciri khas cara tim yang ditangani Sarri untuk bermain.Â
Gaya ini tentunya berbeda hampir 180o dengan gaya permainan Allegri yang konservatif, pragmatis dan cenderung bertahan dan membiarkan lawan memegang kendali permainan. Gaya permainan yang membuat fans Juve cukup eneg dengan Allegri dan menginginkannya keluar. Pemilihan Sarri sebagai pengganti Allegri tentunya memuaskan fans dari sisi gaya permainan yang akan diterapkannya.
Mengusung formasi 4-3-3, Sarriball mengandalkan seorang regista sebagai metronom di lini tengah. Jorginho mengisi peran tersebut di Napoli dan Chelsea. Dengan gaya permainan yang diusung, Chelsea musim lalu merupakan tim peringkat kedua dengan jumlah passing terbanyak (659,74 pass per game, tingkat akurasi 87.6%) dan possession tertinggi (59.9%) di Liga Inggris di bawah Manchester City. Statistik yang sangat jauh dengan Juve di bawah asuhan Allegri dengan 528,8 pass per game, tingkat akurasi 86.2%, dan possession 54.9%.