Sesuai judulnya, semoga tulisan ini bermanfaat buat kedua belah pihak, yaitu antara :
1. Pihak yang merasa Ahok menista agama vs Pihak yang menganggap Ahok tidak menista agama.
2. Pihak yang merasa Ahok sangat merugikan dompet mereka vs Pihak yang menganggap Ahok mengamankan dompet rakyat DKI.
3. Pihak yang merasa Ahok tidak layak jadi DKI 1 vs Pihak yang menganggap Ahok paling layak jadi DKI 1.
4. Pihak pemerintah pusat (penghuni resmi istana) vs Pihak yang merasa paling berhak jadi penghun
5. Pihak pelapor (anti Ahok) vs Pihak terlapor yaitu Ahok.
Dari kelima poin diatas, bisa disimpulkan bahwa pihak yang disebutkan pertama alias di sisi kiri, kita sebut sebagai Pihak Kesatu, sedangkan yang di sisi kanannya sebagai Pihak Kedua. Buat Kepolisian RI, dalam rangka menindak lanjuti perintah Presiden untuk menuntaskan kasus ini, mungkin alangkah baiknya jika menjadikan beberapa poin yang akan penulis sajikan sebagai acuan praktis guna mempercepat proses hukum kasus ini.
Pertama, segera bentuk tim khusus yang bertugas mencari nara sumber tokoh politik, tokoh agama, cendekiawan, pengamat, dan lainnya. Cukup dikumpulkan dari pantauan berbagai media cetak dan elektronik perihal apa komentar/ pendapat mereka per individu terhadap kasus ini disertai masing masing alasannya.
Kedua, kelompokkan mereka berdasarkan pendapatnya, baik di sisi Pihak Kesatu maupun Pihak Kedua.
Ketiga, dijumlahkan masing masing pihak, ketemu berapa orang yang ada di kedua pihak, lalu dijadikan prosentase.
Keempat, diantara kedua pihak tersebut, mana yang memiliki prosentase setidaknya diatas 50%+1, adalah kesimpulannya! Namun, jika
Kelima (final), ternyata seri/ draw maka sebagai penentuny adalah pendapat Kapolri!
Aneh ya? Koq simple banget gitu? Eiitt jangan salah paham dulu, penulis sadar bahwa bisa saja pihak yang unggul prosentasenya belum tentu sebagai yang paling benar, karena bisa saja nara sumber yang dimintai pendapatnya kebanyakan yang berasal dari kubu salah satu pihak. Untuk itu, guna menjamin netralitas jajak pendapat ini, maka penulis sangat menyarankan; meminta pendapat dari para tokoh yang selama ini sering jadi bahan pemberitaan di berbagai media diantaranya adalah:
Semua pimpinan NU, Muhammadiyah, MUI, Ketua umum Parpol, Ketua dan wakil ketua DPR/ MPR, cagub n cawagub DKI 2017, dan beberapa tokoh nasional yang punya reputasi baik dan integritas baik buat NKRI, serta beberapa pendapat dari para ahli bidang agama, bahasa, dan hukum. Usahakan jumlah responden adalah genap.
Mengapa penulis yakin dengan cara ini? Simple, karena selama ini kebanyakan dari mereka tersebut cuma menempatkan pandangan pribadinya secara abu abu alias maybe yes maybe no! Maksudnya cari aman? Sudahlah jangan munafik dan bertele tele, NKRI tengah diuji kesaktian Pancasila nya! Moso bisanya cuma memberi pendapat: "Sudahlah, Ahok kan sudah minta maaf, bla..bla...", atau "Inikan negara hukum, biarlah kita serahkan kepada penegak hukum yang berproses", atau lebih parahnya "Ahok dianggap menista agama, ini negara hukum, Ahok tidak kebal hukum, jadi harus dihukum", atau "Ahok penista agama, hukum dia, jadikan tersangka,".Â
Dari keempat ilustrasi diatas, sesungguhnya kedua yang terakhir lebih tegas dan jelas, sedangkan kedua yang pertama cenderung abu abu... Nah, inilah yang menghambat dan menyesatkan publik! Gegara pendapat yang abu abu tersebut, seolah olah menyatakan bahwa Ahok memang bersalah menista agama, namun dia kan sudah minta maaf, maka biarlah tunggu proses hukumnya! Jujurlah, ksatrialah, lihat tuh Ahok saja berani dan tegas menghadapi keroyokan masal ini. Ingat, mulutmu harimaumu rasanya lebih tepat dialamatkan buat para tokoh yang abu abu tadi. Karena bisa saja hasilnya bukan meredam kegagal pahaman dan kesalahpahaman umat muslim malah akan menimbulkan kesan bahwa memang benar Ahok bersalah, padahal belum ada hasil resmi Kepolisian. Ini diperparah dengan munculnya fatwa MUI yang sangat extra 'ejakulasi dini' menyatakan Ahok penista agama tanpa didahului dengan memanggil Ahok langsung untuk diminta konfirmasinya, sungguh memalukan!
Kesimpulan penulis (final), setuju dengan pendapat Kapolri pada "mata najwa" bahwa kasus ini bukan murni soal agama, namun lebih kearah politis! Jika demikian tentu sudah sangat layak jika yang dimintai pendapatnya adalah mayoritas para politisi tersebut (kecuali sang duo upin ipin FZ dan FH yang sudah jelas dimana posisinya). Oya, soal Si Buni Yani hendaknya diprioritaskan pemeriksaannya, karena dialah pemicu terjadinya insiden gagal paham yang berujung salah paham ini, sehingga berkembang menjadi 'tunggangan' para kaum radikal di negeri ini. Ingat, lebaran kuda entah kapan adanya... He..he..
Salam hangat dari Jogja buat pembaca Kompasiana.'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H