Mohon tunggu...
Andre Bagus Saputra
Andre Bagus Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasisswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ketika Hukum Kehilangan Martabatnya

25 Februari 2021   21:20 Diperbarui: 25 Februari 2021   21:54 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dewasa ini kejahatan terus meningkat seiring dengan perkembangan zaman,ilmu pengetahuan dan teknologi. Hukum pada dasarnya merupakan sebuah payung dan alat kontrol dalam masyarakat. Tetapi, apa jadinya jika hukum di negara Indonesia ini tandus dan dianggap mati?

Dalam konstitusi menyebutkan bahwasannya Indonesia merupakan negara hukum yang mana termaktub dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara Hukum merupakan negara yang menjunjung tinggi hukum sebagai alat dalam menegakkan keadilan dan sebagai suatu alat kontrol dalam masyarakat. 

Dalam konsep negara hukum (Rule Of Law) hukum dianggap memiliki kekuatan tertinggi atau Supreme Power. Semua elemen negara tanpa kecuali harus tunduk dan taat terhadap hukum yang berlaku atau Hukum Positif. Dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia Mokhamad NAjih,S.H.,M.Hum.,P.hD dan Soimin,S.H.,M.H. mengatakan bahwasannya hukum dimaksud untuk menciptakan dan mengusahakan adanya keseimbangan diantara ragam kepentingan yang terdapat dalam masyarakat. Sehingga konflik kepentingan antar anggota masyarakat dapat dihindari.

Hukum diperlukan oleh manusia selaku pribadi karena untuk menjamin hak-hak seperti hak hidup dan melindungi kesewenang-wenangan pihak yang kuat serta menjamin kesaman atau kesederajatan Bersama manusia lainnya. Sejatinya hukum yang berkembang dalam masyarakat bukanlah suatu masalah yang harus ditakuti dan dihindari tetapi hukum itu ada dan berkembang sebagai upaya untuk menjaga dan memberikan keteraturan. Hukum itu ada karena manusia memerlukannya. Eksistensi hukum menjadi sangat penting ketika masyarakat mengakui dan menaatinya. Lalu jika masyarakat tidak lagi menganggap keberadaan hukum tersebut apakah bisa dikatakan hukum di negara kita ini mati?

Jika saya berpendapat, hukum tidaklah mati karena dalam sebuah konstitusi terpampang jelas regulasinya, tetapi hukum kian menunjukkan kemunduran dan kehilangan martabatnya lagi dimana hukum tidak lagi dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat. Lihat saja kasus-kasus yang belakangan ini terjadi. 

Seorang gadis berusai 16 tahun asal NTT terancam penjara seumur hidup karena membunuh orang yang hendak memperkosanya. Padahal jika kita menilik Pasal 49 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyebutkan “Barang siapa melakukan perbuatan yang terpaksa dilakukan untuk mempertahankan diirnya atau orang lain,mempertahankan kehormatan atau harta benda sendiri atau kepunyaan orang lain, daripada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan segara pada saat itu juga,tidak boleh dihukum”. Hal yang demikian menyebabkan masyarakat tidak percaya lagi terhadap hukum yang berlaku.

Kondisi hukum saat ini banyak menuai kritikan daripada pujian dimana kritikan tersebut ditunjukan kepada lemahnya penegakkan hukum,kesadaran hukum dan apparat penegak hukum yang tidak menunjukan sikap adil dan tegak hukum. Kritik begitu sering dilontarkan terhadap apparat penegak hukum. Masyarakat pun semakin kuat terkait dengan istilah “Hukum Tajam ke Bawah Tumpul ke Atas”. 

Marilah coba kita bandingkan kasus koruptor yang meraup uang milyaran rupiah. Akan sangat berbeda proses hukumnya, Para koruptor masih berkeliaran bebas dan melambai-lambaikan tangan dengan merasa tak bersalah dan propses peradilan seakan terbelit-belit dalam pelaksanaanya sedangkan seorang nenek mencuri kayu bakar dipidana dengan penjara 2 tahun. Hal tersut tak sebanding dengan kejahatan para koruptor, tetapi pada kenyataannya para koruptor masih saja mendapatkan perlakuan yang istimewa seakan tak bersalah.

Hal yang demikian tersebut menyebabkan masyarakat tidak lagi percaya dan tunduk kepada aturan hukum yang berlaku terlebih kepada pemerintah selaku pemegang kekuasaan yang tidak amanah dalam menjalankan tugasnya. Kepercayaan masyarakat merupakan hal terpenting karena sejatinya pemerintah dipilih oleh rakyat untuk menjalankan visi dan missi kemanusiaan dan ketatanan dalam kehidupan. 

Namun apa jadinya jika pemimpin yang dipilih tidak menjalankan amanah yang diberikannya. Hukum yang ada sejatinya tidak sejalan dengan perubahan yang terus berkembang. Hukum yang dibuat membutuhkan waktu yang cukup lama sedangkan perubahan sosial setiap saat terjadi. Hal tersebut yang menyebabkan ketimpangan keadaan dimana hukum tertinggal oleh keadaan.

Kondisi pandemi seperti saat ini menuai banyak kontrovensi, pandemi telah mengubah keadaan. Berbagai sektor terkena dampaknya sebut saja ekonomi, dampak dari pandemic Covid-19 ini yang sangat menonjol yaitu perekonomian masyarakat. Dimana perekonomian Indonesia mengalami resesi akibat pandemi Covid-19 ini. Karyawan di PHK, pegawai dirumahkan, hal demikian sangat dirasakan terlebih bagi masyarakat menengah kebawah yang tentu saja penghasilannya tidak seberapa dan kemudian terdampak akibat pandemi. Tentu saja hal itu sangat mempersulit keadaan dan berujung pada tindakan kriminal seperti maraknya kasus pencurian.

Kasus yang terjadi pada bulan lalu yaitu kasus pencurian bawang di Kabupaten Brebes seorang pria mencuri hasil panen bawang merah di sawah salah seorang warga. Diduga tersangka mencuri lantaran terhimpit permaslaahan ekonomi. Malang, pencuri tersebut dihajar oleh warga, para warga beranggapan bahwa hukum tidak akan bisa memberikan jera bagi pencuri, toh jika dipenjara nanti bakal keluar lagi dan mencuri lagi. Ujar seorang warga. Para warga tidak lagi percaya akan hukum yang dapat menangani kejahatan tersebut sehingga pencuri terlebih dahulu dikeroyok warga sebelumnya dibawa ke penjara.

Sungguh miris melihat hal tersebut, hukum yang seharusnya menjadi tonggak keadilan kini seakan tidak bermartabat lagi. Hukum dipandang hanya milik orang berduit dan bergelar. Masyarakat miskin yang berurusan dengan hukum seakan percuma untuk bisa membela diri. 

Demikian terjadi akibat ulah para penegak hukum yang tidak bertanggung jawab dan tidak mencerminkan etika penegak hukum sebagaimana mestinya. Kita hendaknya lepas dari adanya stigma tersebut dan mulailah menjadi warganegara yang sadar akan hukum. Begitu pula penegak hukum harus menunjukan sikapnya yang adil dan bertanggungjawab dan berpegang teguh akan kode etik penegak hukum. Dengan demikian pula hukum di negara kita ini bisa terus menjadi payung keadilan dan dijadikan sebagai satu-satunya alat kontrol dalam berbagai permasalahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun