Mohon tunggu...
Andre Jayaprana
Andre Jayaprana Mohon Tunggu... Administrasi - write and share

seek first to understand

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pengalaman Ber-Uber di Kolkata

11 Maret 2018   14:44 Diperbarui: 11 Maret 2018   15:19 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Atas kebaikan hati tuan rumah tempat kami menginap selama di Kolkata (Calcutta), kami memperoleh petunjuk sangat berharga untuk mencoba berbagai sarana transportasi kota yang tersedia dalam kunjungan pertama kami ke India bulan Februari lalu.

Kolkata, kota nomor tujuh terbesar dalam hal jumlah penduduk dan nomor delapan terluas dari segi area di India menurut statistik terakhir juga memiliki transportasi sungai, bus kota dan trem. Namun sayang, untuk ketiga jenis sarana transportasi tersebut belum sempat kami coba langsung. Menurut informasi, trem yang ada di Kolkata merupakan satu-satunya yang ada dan beroperasi di India saat ini.

Mulai dari kami tiba di Bandara Internasional Netaji Subhas Chandra Bose beberapa menit lewat tengah malam, kami sudah mencoba prepaid taxi (Yellow Taxi) yang dikelola oleh Bidhannagar City Police. Yellow Taxi ini banyak peminatnya dan satu-satunya jasa taksi yang diantri penumpang yang baru mendarat lewat tengah malam saat itu walaupun ada beberapa konter taksi lain termasuk Uber.

Sesuai saran tuan rumah tempat kami menginap, baik  prepaid taxi atau Uber adalah pilihan terbaik bagi kami mengingat waktu kedatangan kami untuk menuju rumah penginapan di pagi buta seperti itu. Begitulah cara kami menikmati Kolkata di pagi buta dari Bandara menuju kawasan Lake Town, Kolkata.

Jadi sarana transportasi apa saja yang sempat dicoba ? Ricksha salah satunya. Di Kolkata masih banyak terdapat ricksha atau rickshaw, ada yang masih dikayuh dengan sepeda ada pula yang jenis bermotor (auto rickshaw).

Jika bingung dengan apa itu rickshaw yang menggunakan mesin motor tersebut ya mudah sekali menjelaskannya itu. Auto rickshaw itu sama saja dengan bajaj atau bemo di Jakarta. Jangan bayangkan rickshaw ataupun auto rickshaw itu masih berseliweran di jalan-jalan raya Kolkata. Paling mereka beroperasi di sekelas jalan kecamatan, namun demikian masih banyak diminati penduduk. Untuk yang dikayuh dengan sepeda, tarif memang masih negosiasi tergantung jarak yang ditempuh.

Di Kolkata, sangat mudah memperkirakan apakah tarif rickshaw wajar atau tidak karena masih ada perbandingan dengan sarana sejenis di berbagai kota di Indonesia. Dan sepanjang kami menggunakan sarana rickshaw dan auto rickshaw menurut kami tarif yang dikenakan sangat wajar cenderung murah hati walaupun mereka pengendara tahu kami ini hanya turis. Dalam arti, kami tidak mengalami situasi di mana kami pernah alami di Laos, tarif turis bisa jadi mahal sekali. Auto rickshaw sistem tarifnya sama dengan bemo di Jakarta dulu.

Kalau di Jakarta sedang membangun sistem MRT, maka Kolkata sudah lama sekali memiliki sarana tersebut, maka tidak perlu kaget kalau menemukan kesuraman (terutama karena faktor usia dan perawatan) stasiun MRT yang ada di Kolkata. Kolkata Metro adalah nama sistem rapid transittersebut. Yang naik Metro berjubel, mirip kondisi komuter pagi atau petang di Jakarta.

Saya melakukan estimasi untuk jarak antarstasiun yang kira-kira sebanding antara Grogol ke Cawang di Jakarta, menggunakan Metro di Kolkata masih bisa membayar biaya sekitar 10-15 Rupee (Rp2.200 -Rp3.300). Namun yang jelas naik Metro ada keuntungan bebas dari kemacetan lalu lintas sehingga waktu perjalanan menjadi sangat singkat.

Yang terbiasa dengan taksi online, jangan kuatir karena di Kolkata kita bebas menemukan Uber berseliweran bahkan keluar masuk bandara sekalipun. Sepanjang kunjungan kami di Kolkata belum pernah menemukan taksi yang menggunakan argometer. Jadi kalau mau naik taksi biasa tinggal ditawar saja.

Jika mau naik Taksi Uber, tinggal pesan melalui aplikasi online. Perlu diketahui bahwa Taksi Uber di Kolkata adalah taksi resmi yang diatur oleh pemerintah. Jenis mobil yang digunakan adalah sedan. Warna mobil juga standar putih dan di bagian tertentu misalnya pintu penumpang belakang pasti ada tercantum UBER. Plat nomor kendaraan berwarna kuning sama seperti taksi lainnya di Kolkata.

Dari pengalaman kami, kartu kredit (bank penerbit asal Indonesia) yang biasa digunakan untuk pembayaran  Uber di Indonesia tidak dapat digunakan Kolkata. Pada aplikasi Uber, selalu diarahkan untuk pembayaran secara tunai. Hal demikian tidak terjadi untuk kartu kredit traveller asal Amerika Serikat (kartu kredit AS) yang menikmati pembayaran taksi Uber dengan kartu kredit tanpa masalah selama di Kolkata. Sampai sekarang saya sendiri tidak tahu penyebab diskriminasi seperti ini.

Walaupun Taksi Uber dilengkapi dengan GPS pengemudinya, bukan berarti pengetahuan para pengemudi ini begitu baiknya sehingga dapat menemukan tempat yang kami maksud atau tuju di Kolkata. Misalnya saja Rumah Rabindranath Tagore yang sekarang menjadi Museum Tagore yang sangat terkenal, pengemudi taksi Uber yang mengantar kami tidak tahu lokasi persisnya dan menurunkan kami di tempat yang kurang tepat, sehingga kami harus menghabiskan waktu bertanya kepada penduduk sekitar sebelum melanjutkan perjalanan kaki beberapa ratus meter menuju lokasi Museum.

Di Kolkata, ada Kawasan Tangra yang dikenal sebagai kawasan tempat beberapa restoran masakan Cina hadir dan melayani penggemar masakan Cina. Memang Kawasan Tangra adalah kawasan pecinan. Namun jangan bayangkan ini kawasan pecinan seramai Glodok di Jakarta. Sangat jauh perbandingannya.

Kim Ling adalah nama restoran masakan Cina yang memiliki rating yang tinggi di Kawasan Tangra. Masakan Cina yang disajikan sungguh luar biasa rasa rempah Indianya. Sungguh pengalaman dan kejutan yang luar biasa merasakan masakan Cina mainstreamIndia di Restoran Kim Ling. Namun cerita selanjutnya lebih mengejutkan bagi kami penumpang Uber di Kolkata.

Walaupun Kawasan Tangra terkenal dengan beberapa restoran masakan Cina, bukan berarti kawasan ini banyak dilalui kendaraan umum termasuk taksi. Sehingga pilihan menggunakan Uber adalah yang terbaik saat itu. Selesai menikmati kejutan rasa Cina India di Kim Ling, kami memesan Taksi Uber, hampir 30 menit menanti baru kami mendapatkan taksi.

Itu juga masih menunggu sekitar 10 menit sebelum akhirnya kami sadar sedan putih Tata Indigo melakukan rem mendadak di depan Kim Ling hampir menabrak sepeda motor dari arah persimpangan. Ini babak pertama si pemuda driver, dibentak oleh pengemudi motor. Babak pertama yang singkat dan tanpa membuang waktu kami segera masuk ke mobil menuju Dakshineswar Kali Temple (Kuil Hindu terkenal di Kolkata).

Dengan kondisi mobil yang sering mati mesin sendiri, AC adalah kemewahan yang tidak kami peroleh secara stabil selama perjalanan dari Kim Ling ke Dakshineswar hampir 1,5 jam lamanya. Pemuda driver ini ternyata juga tidak pernah ke lokasi kuil Hindu terkenal itu sehingga mengandalkan GPS.

Hampir sekali lagi pengalaman kami berjalan beberapa ratus meter terulang gara-gara pengemudi yang tidak tahu lokasi. Jadi dengan usaha yang meyakinkan, pengemudi ini memaksa kami turun persis di depan sebuah rumah di pinggir jalan kecil yang alhamdulillah pemiliknya sedang membuka gerbang pagar dan kami tanyakan langsung akses jalan ke kuil tersebut.

Ah, pemilik rumah itu memanggil pengemudi dan menyuruh kami naik kembali ke taksi, memutar balik dan mencari kompleks militer terdekat dengan kuil untuk kemudian bertanya kembali ke petugas keamanan di dekat kompleks tersebut. Jalan ke kompleks militer bagus dan rapi sehingga pengemudi melaju dengan kencang, lupa kalau itu menuju kompleks militer.

Babak kedua terjadi, dibentak oleh petugas keamanan karena melaju sangat kencang. Rem mendadak, meminta maaf dan menjelaskan ke petugas sedang membawa turis ke arah kuil. Petugas menyuruh mobil sedikit mundur dan menunjukkan jalan sebenarnya.

Dakshineswar Kali Temple petang itu sangat ramai dan ternyata semakin senja semakin ramai. Ketika hampir mencapai gerbang kuil, pengemudi meminta maaf kepada kami dan meminta kami turun karena dirinya menerima order online baru. Ia menunjukkan bahwa ia telah mematikan order saya sejak kami berusaha diturunkannya di sebuah rumah di pinggir jalan tadi.

Tidak lupa ia meminta saya melihat ke aplikasi saya dan menunjukkan lima bintang yang muncul untuk rating pengemudi sambil memohon saya memberi bintang lima itu dan ditutup batuk tak tertahan mengarah ke tangan saya.

Karena sudah dekat dan saya juga sudah tidak tahan dengan kelakuan pemuda itu, kami pun turun dan berjalan kaki menuju gerbang kuil. Sedan Tata Indigo itu mendahului kami menuju arah gerbang kuil. Kami baru sadar adanya keramaian ketika mendekat gerbang. Seorang ibu tua peziarah kakinya terlindas roda mobil sedan dan jatuh di jalan masih dalam posisi kaki terlindas. Petugas keamanan berdatangan berteriak-teriak ke arah pengemudi mobil.

Itulah babak ketiga yang kami tak tahu lagi akhirnya, beruntung kami tidak lagi  berada di dalam mobil sedan Tata Indigo itu. Benar, itu Taksi Uber yang membawa kami rute Kim Ling -- Dakshineswar petang itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun