Mohon tunggu...
Andre Jayaprana
Andre Jayaprana Mohon Tunggu... Administrasi - write and share

seek first to understand

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pengusaha Sosial nan Tangguh di Flores Timur

14 Oktober 2017   23:30 Diperbarui: 15 Oktober 2017   08:08 2342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesungguhnya masyarakat Desa Lamanabi, Tanjung Bunga, Flores Timur ini sangat bijaksana. Konon, mereka sumbangkan lahan untuk pendirian biara guna menghindari dirampasnya lahan untuk kepentingan bisnis semata.

Saat ini sudah lebih kurang dua puluh tahun lamanya Pertapaan (biara) Trappist Lamanabi hadir hidup berdampingan dengan masyarakat desa. Komunitas Trappist (Rahib Katolik OCSO) ini telah saya saksikan sendiri, baik di Temanggung, Jawa tengah dan akhirnya di Lamanabi, Tanjung Bunga adalah pengusaha-pengusaha tangguh yang luar biasa.

Bagaimana tidak? Jika ditanya, apa sih pekerjaan mereka sehari-hari? Mulai dari bangun pagi pukul 03.15 hingga mengakhiri aktivitas sehari-hari pada pukul 20.15 setidaknya ada 7 ibadat harian yang mereka lakukan. Tapi kalau cuma hidup beribadat, bagaimana mungkin komunitas Trappist ini dapat menghidupi komunitasnya sekaligus membantu menggerakkan masyarakat desa untuk meningkatkan kesejahteraan?

Pada masa awalnya, Komunitas Trappist ini bergerak bersama masyarakat, memecah batu dan dengan batu-batu tersebutlah jalan akses dari kecamatan menuju desa dirintis. Sekarang jalan tersebut dikenal dengan "jalan lama" yang hampir dilupakan karena pemerintah sedang bekerja dengan jalan baru yang jauh lebih memadai dan layak bagi masyarakat desa.

Sempat juga saya membuka beberapa dokumen lama, bagaimana Komunitas Trappist ini mengambil inisiatif pada tahun 2010 memohon kepada DPR RI agar dapat membantu rekomendasi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro. Atas inisiatif tersebut, DPR meminta PLN untuk mengadakan studi kelayakan, dan memang akhirnya pernah tercatat kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro untuk Lamanabi, walaupun akhirnya gagal dan akhirnya empat bulan lalu PLN hadir kembali dengan genset.

Komunitas Trappist memang menghidupi diri dengan usaha yang dikelolanya sendiri. Awalnya ada juga bantuan yang diperoleh. Misalnya usaha ternak sapi potong, usaha ternak sapi ini berasal dari sapi pinjaman. Namun semua sapi pinjaman telah semuanya dikembalikan dan kini komunitas mengelola lebih kurang 30 ekor sapi potong milik sendiri.

Usaha Lilin Trappist Lamanabi yang semakin terkenal di penjuru Nusa Tenggara Timur, dulu juga bermodalkan peralatan yang disumbang dari sebuah usaha pabrik lilin di Surabaya yang tidak lagi melanjutkan usahanya. Sekarang usaha lilin di Lamanabi ini semakin terkenal, apalagi kalau pada saat Paskah di Larantuka, maka lilin-lilin produksi Trappist Lamanabi ini akan turut memenuhi Perayaan Paskah yang sangat terkenal di Larantuka itu.

Usaha Trappist yang berkembang juga melibatkan partisipasi masyarakat desa. Untuk usaha yang dikelolanya, komunitas ini sekarang melibatkan 15 orang karyawan tetap yang bekerja baik untuk keperluan usaha lilin, ternak sapi, kebun dan rumah tangga. Partisipasi masyarakat juga dilibatkan untuk keperluan musiman, misalnya pada saat panen kopi, kakao dan buah-buahan serta untuk membersihkan kebun.

Sebelum hadirnya listrik dari PLN, maka komunitas ini bersama masyarakat desa berswadaya untuk pengadaan genset. Masih terbuka catatan lama bagaimana minimnya listrik sebelum kehadiran listrik PLN.

Kurang lebih dua puluh tahun lamanya sejak kehadiran Trappist di Lamanabi, optimisme itu semakin bersinar di Flores Timur. Adalah Natalia Andhisty, warga Bogor kelahiran Jogja yang kemudian sempat diperkenalkan kepada kami oleh Trappist Lamanabi. Natalia Andhisty sejak beberapa tahun lalu merintis usaha di Larantuka melalui Duta Karunia Cafe. Pengusaha muda ini sungguh berjiwa sosial. Natalia banyak membantu usaha mikro di Flores Timur. Bukan saja membeli hasil pertanian milik warga untuk usaha kulinernya, Natalia juga turun langsung ke desa-desa untuk melatih ibu-ibu rumah tangga untuk mengolah makanan dan kerajinan tangan yang berkualitas sesuai selera pasar.

Usaha Natalia semakin berkembang di Larantuka dan masyarakat yang dibantunya juga merasakan manfaat kehadiran Natalia di Flores Timur. Sorgum yang dikemas dengan baik untuk keperluan oleh-oleh, berbagai kain tenun asli, dan tidak ketinggalan minuman instan herbal temulawak dan kunyit putih hasil panen Trappist Lamanabi hadir di Duta Karunia Cafe yang dikelola Natalia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun